Kebolehan tafsir isyari

Kebolehan tafsir isyari
            Dalil kebolehan tafsir ini dapat diambil dari ayat berikut:

 ا فلا يتدبرون القرأن أم على فلويهم أقفالها
“maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran  ataukah hati mereka terkunci”(QS Muhammad; 24)
            Allah mengisyaratkan bahwa bahwa orang-orang kafir tidak memahami Alquran , maka Allah SWT.  menyuruh mereka umtuk merenungi ayat-ayat (tanda-tanda) Alquran  Al-karim, agar mereka mengetahui arti dan tujuannya. Pada ayat diatas Allah SWT.   tidak bermaksud untuk menyatakan bahwa orang-orang kafir tidak memahami ayat secara lalaf (secara zahir) atau Allah SWT.   tidak menyuruh mereka untuk memahami zahirnya ayat saja, karena orang arab musyrik, tidak diragukan lagi, memahami ayat Alquran jika hanya secara zahir. Tapi yang Allah SWT.   mau utarakan pada ayat diatas adalah; bahwa mereka tidak memahami maksud Allah SWT.   dari khitab yang ada dalam Alquran  (mereka tidak memahami maksud Alquran ), maka Allah SWT.   menyuruh mereka untuk merenungkan ayat Alquran  hingga mereka mengetahui maksud dan tujuan Alquran  tersebut. Itulah yang disebut dengan isyarat yang tidak diketahui dan tidak terpikir oleh orang musyrik tersebut, karena keinkaran dan kekufuran yang ada dalam hati mereka.
            Sesungguhnya seorang yang bersengaja hanya ingin memahami Alquran   secara zahir saja, akan sulit baginya untuk mengetahui isyarat rabbaniyah (isyarat dari tuhan, isyarat ketuhanan) yang terkandung dalam ayat Alquran Al-karim.
            Contoh dari tafsir ini adalah :
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
Bila ayat ini ditafsirkan dengan metode ijmali adalah bahwa Allah Swt.  menyuruh manusia untuk memujiNya, meminta ampun kepadaNya apabila Allah Swt.  menolong dan memberi kemenangan’, sedangkan Ibn Abbas berpendapat bahwa itu menunjukkan bahwa Allah Swt.   memberitahu Rasul tentang ajalnya sudah dekat, artinya Allah berfirman “apabila telah datang pertolongan dan kemenangan (ayat)” maka itu pertanda ajalmu telah dekat (isyarat)  “maka bertasbihlah kepada Tuhanmu dan meminta ampunlah kepadanya (ayat)”. Umar saja lalu berkata; “saya tidak mengetahui hal itu kecuali apa yang kamu katakan”.[1]
            Abdullah Bin Abbas juga pernah berkata;”Alquran   punya rasa sedih dan seni (bisa diartikan cabang), punggung dan perut (yang jelas dan yang samar), seluruh keajaibannya tidak akan tercapai, batasnya tidak akan terjalani, maka barang siapa yang memasukinya dengan ramah (punya sandaran) maka ia akan selamat, tapi barang siapa memasukinya dengan kasar  (tidak punya pegangan) maka ia akan celaka. Alquran   juga punya kabar, permisalan, halal dan haram, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutsyabih, zahir dan bathin, zahirnya adalah bacaannya (yang zahir adalah seperti yang tertulis ) dan yang bathin adalah ta’wil, karena itu pergauliah ulama (untuk mengetahui hal itu), dan jauhilah orang-orang bodoh.[2]

 




[1] Khalid Abdurrahman, Ushul Tafsir, h. 208.
[2] ibid.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat-syarat al-Jarh dan al-Ta’dil

Tafsir bi al-ra`yi al-madzmum,

mimpi Habib Umar bin hafidz, pertanda apa?