(100% Jelas) 5 Jenis Sunnah Rasul Saw
Please bantu subcribe ya sobat
Cinta Raudha 👇👇👇
youtube.com/bolonzzzduhasimbolon
Sunnah perbuatan baik rasul saw dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1) Sunnah yang Berupa Ucapan (Qauliyah)
Segala perkataan Nabi yang berkenaan dengan ibadah maupun kehidupan kehidupan sehari-hari disebut dengan sunnah qawliyah, yaitu segala bentuk perkataan itu berisi berbagai tuntunan dan petunjuk syara’, peristiwa-peristiwa, dan kisah-kisah, baik yang berkaitan dengan aspek ibadah, syari’ah maupun akhlak. Sunnah qauliyah adalah hadis Nabi yang disabdakan sesuai dengan tujuan dan kondisi.
2). Sunnah yang berupa perbuatan (Fi’liyah)
Dimaksud dengan sunnah fi’liyah adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi. Sunnah fi’liyah adalah perbuatan Rasulullah, seperti shalat lima waktu dengan cara dan rukun-rukunnya, pelaksanaan ibadah haji, keputusan berdasarkan seorang saksi pengambilan sumpah dari pihak penuduh yang dilakukan oleh Nabi.
Sunnah yang berupa perbuatan tidak diketahui langsung dari Nabi tetapi melalui melalui informasi yang disampaikan oleh sahabat. Ketika Nabi melakukan sesuatu, sahabat menyaksikan perbuatannya kemudian disampaikan kepada sahabat yang lain.
3). Sunnah Taqririyah
Tidak semua materi sunnah secara utuh berasal dari Nabi, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Sebagimana adalah perkataan atau perbuatan sahabat, baik yang dilakukan di depan Nabi atau sebelum itu yang kemudian dikonfirmasi pada Nabi. Sunnah seperti ini disebut dengan sunnah taqririyah, yaitu hadis yang berupa ketetapan Nabi terhadap apa yang datang atau yang dilakukan oleh para sahabatnya. Sunnat taqririyah bisa terjadi apabila sahabat berbuat atau berkata dan Nabi tahu akan hal tersebut, tetapi beliau diam tidak memberikan komentar apa-apa
4). Sunnah yang Berupa Hal Ihwal (Ahwali)
Dalam terminologi hadis yang disampaikan oleh ulama hadis disebutkan baha unsur hadis di samping perkataan, perbuatan, taqriri, juga sifat fisik dan budi pekerti. Yang dimaksud dengan hadis ahwali adalah hadis yang berupa hal ihwal Nabi yang berkenaan dengan sifat-sifat dan kepribadian serta keadaan fisiknya. Dengan kata lain, hadis ahwali adalah sesuatu yang berasal dari Nabi yang berkenaan dengan kondisi fisik, akhlak, dan kepribadiannya.
Dua hal yang disebut dalam kategori hadis ahwali adalah: pertama, hal-hal yang bersifat intrinsik berupa sifat-sifat psikis dan personalitas yang tercermin dalam sikap dan tingkah laku keseharian, misalnya cara-cara bertutur kata, makan, minum, berjalan, menerima tamu,bergaul bersama masyarakat, dan lain-lain.
5). Sunnah yang Berupa Cita-cita (Hammi)
Sebagaimana manusia pada umumnya, Nabi mempunyai cita-cita, sebagian cita-cita itu tercapai dan sebagiannya tidak. Hadis yang berisi tentang cita-cita Nabi disebut dengan hadis hammi, yaitu hadis yang berupa keinginan atau hasrat Nabi yang belum terealisasikan. Hadis kategori ini tidak disebutkan dalam beberapa definisi hadis baik oleh ulama hadis, ulama ushul, maupun ulama fiqh.
Secara realitas, hadis hammi belum terwujud tetapi masih dalam ide dan keinginan yang pelaksanaanya akan dilakukan pada masa sesudahnya. Karena itu, pada hakikatnya, hadis kategori ini bukan perbuatan, perkataan, persetujuan, ataupun sifat sifat Nabi. Tetapi, perbuatan yang akan datang yang akan dilakukan oleh Nabi pada masa-masa berikutnya dan belum terwujud ketika Nabi menginginkannya seperti halnya hasrat berpuasa 9 ‘Asyura. Dalam sebuah hadis dari Ibn Abbas dinyatakan bahwa ketika Nabi berpuasa pada hari ‘Asyura tanggal 10 dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata: “Wahai Nabi, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani”. Nabi bersabda: “Tahun yang akan datang insya Allah aku akan berpuasa pada hari yang kesembilan”.
Sikap Nabi demikian untuk menghindari waktu yang bersamaan dengan puasa orang Yahudi dan Nasrani. Pada saat yang hadis diatas disabdakan, Nabi berpuasa pada tanggal 10 dan setelah para sahabat memberi tahu bahwqa saat itu adalah saat puasa bagi pemeluk agama di atas, Nabi kemudian bercita-cita untuk berpuasa pada tanggal 9 ‘Asyura. Hasrat dan cita-cita itu belum sempat terealisir karena beliau wafat sebelum datang bulan ‘Asyura berikutnya.
Dengan demikian, dilihat dari esensinya, hadis yang ber upa cita-cita belum terwujud tetapi masih pada tataran keinginan yang belum dilaksanakan. Hadis kategori ini relatif sedikit bila dibanding dengan kategori hadis-hadis lain.
Komentar
Posting Komentar