Ulama-ulama yang tidak setuju dengan zakat profesi beserta dalil-dalilnya

Keberadaan zakat profesi sejak awal memang selalu menjadi kontroversi di kalangan ulama.Ini sebuah realita yang tidak bisa ditolak, karena nyata-nyata perbedaan itu ada.Di antara kalangan yang tidak setuju dengan adanya zakat profesi, terdiri para tokoh ulama di masa modern dan juga beberapa lembaga fatwa yang terkenal.

1. Dr. Wahbah Az-Zuhaili

Dr. Wahbah Az-Zuhaili salah satu tokoh ulama kontemporer menuliskan pikirannya di dalam kitabnya, Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu sebagai berikut :

والمقررفيالمذاهبالأربعةأنهلازكاةفيالمالالمستفادحتىيبلغنصاباًويتمحولا

Yang menjadi ketetapan dari empat mazhab bahwa tidak ada zakat untuk mal mustafad (zakat profesi), kecuali bila telah mencapai nishab dan haul.

Namun beliau memberikan kelonggaran bagi mereka yang mewajibkan zakat profesi. Beliau menuliskan sebagai berikut :

ويمكنالقولبوجوبالزكاةفيالمالالمستفادبمجردقبضه،ولولميمضعليهحولأخذاًبرأيبعضالصحابةابنعباسوابنمسعودومعاوية

Dan dimungkinkan adanya pendapat atas kewajiban zakat pada mal mustafad semata ketika menerimanya meski tidak sampai satu tahun, karena mengambil pendapat dari sebagian shahabat seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud dan Mu'awiyah.

2. Syeikh Bin Baz

Syeikh Abdul ‘Aziz bin Baz mufti Kerajaan Saudi Arabia di masanya bisa dikategorikan sebagai ulama masa kini yang juga tidak sepakat dengan adanya zakat profesi ini. Berikut petikan fatwanya :

Zakat gaji yang berupa uang, perlu diperinci: Bila gaji telah ia terima, lalu berlalu satu tahun dan telah mencapai satu nishab, maka wajib dizakati. Adapun bila gajinya kurang dari satu nishab, atau belum berlalu satu tahun, bahkan ia belanjakan sebelumnya, maka tidak wajib dizakati.

3. Syeikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin.

Pendapat serupa juga ditegaskan oleh Syeikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin, salah seorang ulama di Kerajaan Saudi Arabia di masanya.

“Tentang zakat gaji bulanan hasil profesi.Apabila gaji bulanan yang diterima oleh seseorang setiap bulannya dinafkahkan untuk memenuhi hajatnya sehingga tidak ada yang tersisa sampai bulan berikutnya, maka tidak ada zakatnya. Karena di antara syarat wajibnya zakat pada suatu harta (uang) adalah sempurnanya haul yang harus dilewati oleh nishab harta (uang) itu. Jika seseorang menyimpan uangnya, misalnya setengah gajinya dinafkahkan dan setengahnya disimpan, maka wajib atasnya untuk mengeluarkan zakat harta (uang) yang disimpannya setiap kali sempurna haulnya.”

4. Hai'atu Kibaril Ulama

Fatwa serupa juga telah diedarkan oleh Anggota Tetap Komite Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, berikut fatwanya:

"Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa di antara harta yang wajib dizakati adalah emas dan perak (mata uang).Dan di antara syarat wajibnya zakat pada emas dan perak (uang) adalah berlalunya satu tahun sejak kepemilikan uang tersebut. Mengingat hal itu, maka zakat diwajibkan pada gaji pegawai yang berhasil ditabungkan dan telah mencapai satu nishab, baik gaji itu sendiri telah mencapai satu nishab atau dengan digabungkan dengan uangnya yang lain dan telah berlalu satu tahun. Tidak dibenarkan untuk menyamakan gaji dengan hasil bumi; karena persyaratan haul (berlalu satu tahun sejak kepemilikan uang) telah ditetapkan dalam dalil, maka tidak boleh ada qiyas.Berdasarkan itu semua, maka zakat tidak wajib pada tabungan gaji pegawai hingga berlalu satu tahun (haul)”.
5. Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama

Di dalam negeri sebagian kalangan ulama dari Nahdhatul Ulama juga termasuk ke dalam barisan yang tidak sejalan dengan zakat profesi. Hasil Keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama di asrama haji Pondok Gede Jakarta pada tanggal 25-28 Juli 2002 bertepatan dengan 14-17 Rabiul Akhir 1423 hijriyah telah menetapkan hukum-hukum terkait dengan zakat profesi. Berikut kutipannya :

Intinya pada dasarnya semua hasil pendapatan halal yang mengandung unsur mu’awadhah (tukar-menukar), baik dari hasil kerja profesional/non-profesional, atau pun hasil industri jasa dalam segala bentuknya, yang telah memenuhi persyaratan zakat, antara lain : mencapai satu jumlah 1 (satu) nishab dan niat tijarah, dikenakan kewajiban zakat.

6. . Dewan Hisbah Persis

Persatuan Islam (PERSIS) yang diwakili oleh Dewan Hisbah telah berketetapan untuk menolak zakat profesi, dengan alasan karena zakat termasuk ibadah mahdhah.

Maksud dari perkataan ini, kita tidak dibenarkan untuk menciptakan jenis zakat baru, bila tidak ada dalil yang tegas dari Al-Quran dan As-Sunnah.Sedangkan zakat profesi tidak punya landasan yang sifatnya tegas langsung dari keduanya.

7. Muktamar Zakat di Kuwait

Dalam Muktamar zakat pada tahun 1984 H di Kuwait, masalah zakat profesi telah dibahas pada saat itu, lalu para peserta membuat kesimpulan:

“Zakat gaji dan profesi termasuk harta yang sangat potensial bagi kekuatan manusia untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti gaji pekerja dan pegawai, dokter, arsitek dan sebagainya".

"Profesi jenis ini menurut mayoritas anggota muktamar tidak ada zakatnya ketika menerima gaji, namun digabungkan dengan harta-harta lain miliknya sehingga mencapai nishob dan haul lalu mengeluarkan zakat untuk semuanya ketika mencapai nishab".

"Adapun gaji yang diterima di tengah-tengah haul (setelah nishob) maka dizakati di akhir haul sekalipun belum sempurna satu tahun penuh. Dan gaji yang diterima sebelum nishob maka dimulai penghitungan haulnya sejak mencapai nishob lalu wajib mengeluarkan zakat ketika sudah mencapai haul. Adapun kadar zakatnya adalah 2,5% setiap tahun“.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat kita pahami bahwa dalil yang di jadikan landasan untuk tidak mewajibkan zakat profesi adalah:

1. Riwayat yang marfu’ dari Ali : ( لا زكاة في مال حتى يحول عليه الحول).

2. Riwayat dari Ibnu Umar secara marfu’ن استفاد مالا فلا زكاة عليه حتى يحول عليه الحول عند ربهg tidak mewajibkan zakat profesi adalah sebagai berikut :

2. : ( من استفاد مالا فلا زكاة عليه حتى يحول عليه الحول عند ربه)

B. Sebab Terjadinya Perselisihan Pada Zakat Profesi.

Telah di sebutkan di atas bahwa para ulama berbeda pandangan tentang hukum zakat profesi, berdasarkan pengamatan penulis bahwa perkara-perkara yang menjadi sebab perbedaan itu adalah sebagai berikut :

1. Karena tidak adanya dalil yang tegas memerintahkannya baik dari Al-Quran atau As-Sunnah.

2. Sumber-sumber pemasukan ini ( gaji profesi) belum di kenal di zaman Nabi,( walaupun nanti di zaman Abu Bakar ada di kenal istilah الأُعْطِيَّات yang di berikan kepada para tentara dan orang-oarang yang bertugas menjaga perbatasan.)

3. Adanya perbedaan ulama dalam hal pengqiyasan zakat profesi dengan mal al mustafad.

4. Adanya perbedaan ulama dalam zakat mal al mustafad, apakah zakatnya di berikan ketika di peroleh atau setelah berlalu satu tahun( haul)?.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat-syarat al-Jarh dan al-Ta’dil

Tafsir bi al-ra`yi al-madzmum,

mimpi Habib Umar bin hafidz, pertanda apa?