Hati hati!!!Perkawinan Perempuan Muslimah Dengan Non Muslim
Dalam masalah ini terdapat persoalan serius, karena tidak ada teks suci, baik al-Qur’an, Hadits atau kitab fiqh sekalipun yang memperbolehkan pernikahan seperti itu. Tapi menarik juga untuk dicermati, karena tidak ada larangan yang sharih. Yang ada justru Hadits yang tidak begitu jelas kedudukan nya, Rasulullah bersabda, kami menikahi wanita-wanita Ahli Kitab dan laki-laki Ahli Kitab tidak boleh menikahi wanita-wanita kami (muslimah). Khalifah Umar Ibn Khattab dalam sebuah pesannya, seorang muslim menikahi wanita Nasrani, akan tetapi laki-laki Nasrani tidak boleh menikahi wanita muslimah.
Setelah diteliti, Hadits yang disebutkan di atas dikomentari oleh Shudqi Jamil al-‘Athar sebagai hadis yang tidak sahih. Hadis tersebut tergolong Hadis Mauquf yaitu Hadis yang sanadnya terputus hingga Jabir, sebagaimana dijelaskan al-Imam al-Syafi’i dalam kitabnya, al-Umm. Sedangkan ungkapan Umar Ibn Khattab merupakan sebuah ungkapan kekhawatiran bila wanita-wanita Muslim dinikahi laki-laki non muslim, maka mereka akan pindah agama. Dan umat Islam pada saat itu membutuhkan kuantitas dan sejumlah penganut yang setia.
Jadi, soal pernikahan laki-laki non muslim dengan wanita muslim merupakan wilayah ijtihad dan terikat dengan konteks tertentu, diantaranya konteks dakwah Islam pada saat itu. Yang mana jumlah umat Islam tidak sebesar saat ini, sehingga pernikahan antar agama merupakan sesuatu yang terlarang. Karena kedudukannya sebagai hukum yang lahir atas proses ijtihad, maka amat dimungkinkan bila dicetuskan pendapat baru, bahwa wanita muslim boleh menikah dengan laki-laki muslim, atau pernikahan beda agama secara lebih luas amat diperbolehkan, apapun agama dan aliran kepercayaannya. Hal ini merujuk pada semangat yang dibawa al-Qur’an sendiri. Pertama, bahwa pluralitas agama merupakan sunnatullah yang tidak bisa dihindarkan. Tuhan menyebut agama-agama Samawi dan mereka membawa ajaran amal saleh sebagai orang yang akan bersama-Nya di surga nanti. Bahkan Tuhan juga secara eksplisit menyebutkan perbedaan jenis kelamin dan suku sebagai tanda agar satu dengan yang lainnya saling mengenal. Dan pernikahan antar beda agama dapat dijadikan salah satu ruang, yang mana antara penganut agama dapat saling berkenalan secara lebih dekat.
Kedua, bahwa tujuan dari diberlangsungkannya pernikahan adalah untuk membangun tali kasih (al-mawaddah) dan tali sayang (al-rahmah). Di tengah rentannya hubungan antar agama saat ini, pernikahan beda agama justru dapat dijadikan wahana untuk membangun toleransi dan kesepahaman antara masing-masing pemeluk agama. Bermula dari ikatan tali kasih dan tali sayang, kita rajut kerukunan dan kedamaian.
Ketiga, semangat yang dibawa Islam adalah pembebasan, bukan belenggu. Dan tahapan-tahapan yang dilakukan oleh al-Qur’an sejak larangan pernikahan dengan orang musyrik , lalu membuka jalan bagi pernikahan dengan Ahli Kitab merupakan sebuah tahapan pembebasan secara evolutif. Dan pada saatnya, kita harus melihat agama lain bukan sebagai kelas dua.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus