Moderat adalah
Secara etimologis, kata “moderat” (moderate [Inggris]) berasal dari bahasa Latin ‘moderare’ yang artinya “mengurangi atau mengontrol”. Dalam The American Heritage Dictionary of the English Language kata moderate didefinisikan sebagai: (1) not excessive or extreme (2) temperate (3) average; mediocre (4) opposed to radical views or measures. (terjemahkan) Sementara itu, dalam Merriam Webster’s Unabridged Dictionary, kata moderate memiliki beberapa pengertian; di antaranya (1) characterized by an avoidance of extremes of behaviour (2) Tending to the mean or average (3) not violent or rigorous (4) of or relating to a political or social philosophy or program that avoids extreme measures and violent or partisan tactics.
Dalam pergulatan pemikiran Islam, kata moderat sering diartikan sebagai “jalan tengah”, yaitu tidak berpihak pada salah satu aliran, paham, golongan atau kelompok tertentu. Dengan demikian, apa sebenarnya makna “Islam moderat”? Apakah benar moderat berarti bersikap netral dan tidak berpihak kepada salah satu mainstream?
Muhammad Imarah dalam bukunya Ma’rakah al-Mustalhat bayna al-Garb wa al-Islam mengulas terma moderat (al-Wasatiyah) ini dari sudut pandang Islam dan menghadapkannya dengan konsep Barat. Menurut Imarah, dalam konsep Islam, moderat adalah terminologi yang memiliki kandungan makna yang sangat penting dan mulia, namun dalam praktiknya sering disalah artikan. Moderatisme bukan seperti anggapan banyak orang, yaitu tidak ada satu sikap yang jelas dan definitif dalam menghadapi problema serta persoalan-persoalan yang kompleks. Moderat bukanlah jalan pintas atau sikap “plin-plan” dan bingung dalam menentukan pilihan di antara dua sisi yang berseberangan. Moderat dalam Islam bukan semata “sikap ketiga dan baru“ tetapi juga adalah sebuah manhāj (metode) yang menengahi dua ekstrimitas yang saling bertentangan, dengan menolak eksageritas (sikap berlebihan) pada salah satu pihak yang pada akhirnya menimbulkan keberpihakan pada salah satu dari dua kutub yang bertentangan. Moderat dalam konsep Islam adalah satu prinsip yang meniscayakan setiap Muslim untuk mampu merangkul dan mengkombinasikan elemen-elemen yang dapat disinergikan dalam satu keharmonisan yang tidak saling memusuhi pada kedua kutub yang berlawanan.
Selanjutnya, dengan meletakkan term wasatiyah dalam konsep Islam, M. Imarah menyatakan bahwa wasatiyah Islam merupakan manhaj yang memadukan antara ruh dan jasad, dunia dan akhirat, agama dan negara, subjek dan objek, yang riil dan ideal, tujuan dan cara, akal dan naql, lokal dan global, ijtihad dan taqlid, agama dan ilmu, yang umum dan yang khusus, yang sakraldengan yang profan, das sein dengan das sollen, dan seterusnya.Singkatnya, moderatisme Islam melahirkan konvergensi antara dualisme-dualisme yang secara gegabah sering dipertentangkan.
Dalam ranah filsafat hukum Islam, sikap moderat ini tampak dari posisi hukum yang tidak mengenal adanya dikotomi antarapositivisme dengan idealisme teori hukum yang digambarkan saling bertentangan. Hukum Islam sebagai hukum yang berdasarkan atas wahyu, mencakup “hukum sebagaimana adanya” dan “hukum sebagai yang seharusnya”. Sebagai sebuah hukum, ia adalah perintah Tuhan yang berfungsi sebagai hukum positif, sedangkan sebagai ” hukum yang seharusnya” ia adalah ideal karena yang menjadi tujuan akhirnya adalah keadilan. Inimenunjukkan perbedaan antara hukum Islam dengan fahampositivisme hukum, khususnya aliran positivisme analitik, yang berkonsentrasi pada analisis konsep-konsep dan hubungan- hubungan hukum atas dasar pemisahan yang ketat antara kenyataan (das sein; what is) dengan hal yang seharusnya (das sollen; what should be), dan karenanya ia dipisahkan dari keadilan dan etika. Ia juga berbeda dengan faham idealisme yang lebih didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan berkaitan dengan“hukum yang seharusnya.”
Di samping itu, sikap moderat sebagaimana dikemukakan oleh Nasaruddin Umar, juga telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dengan memperkenalkan konsep integralisme keilmuansejati, dengan memadukan secara harmonis antara unsurrasionalitas, unsur moralitas dan seni ke dalam tiga landasan ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Rasulullah saw. dinilai telah berhasil meletakkan landasan keilmuan yangintegratif antara ilmu-ilmu rasional-analitis dan ilmu-ilmu moral-spiritual, sebelum kemudian terjadi pemisahan antara ilmu-ilmu rasional analitik dengan ilmu-ilmu keagamaan pada masa kebangkitan peradaban Barat yang disebut sebagai abad filsafat Yunani II.
Dari paparan di atas, maka bila kata moderat disandingkan dengan kata Muslim dan membentuk frase “muslim moderat” maka secara sederhana dapat dirumuskan bahwa muslim moderat adalah mereka yang berdiri di antara dua ekstrimitas yang saling berhadapan, tidak memihak pada salah satu kubu, dan berada di garis atau “jalan ketiga” dengan menawarkan solusi yang komprehensif, seimbang, dan adil.
Dalam pergulatan pemikiran Islam, kata moderat sering diartikan sebagai “jalan tengah”, yaitu tidak berpihak pada salah satu aliran, paham, golongan atau kelompok tertentu. Dengan demikian, apa sebenarnya makna “Islam moderat”? Apakah benar moderat berarti bersikap netral dan tidak berpihak kepada salah satu mainstream?
Muhammad Imarah dalam bukunya Ma’rakah al-Mustalhat bayna al-Garb wa al-Islam mengulas terma moderat (al-Wasatiyah) ini dari sudut pandang Islam dan menghadapkannya dengan konsep Barat. Menurut Imarah, dalam konsep Islam, moderat adalah terminologi yang memiliki kandungan makna yang sangat penting dan mulia, namun dalam praktiknya sering disalah artikan. Moderatisme bukan seperti anggapan banyak orang, yaitu tidak ada satu sikap yang jelas dan definitif dalam menghadapi problema serta persoalan-persoalan yang kompleks. Moderat bukanlah jalan pintas atau sikap “plin-plan” dan bingung dalam menentukan pilihan di antara dua sisi yang berseberangan. Moderat dalam Islam bukan semata “sikap ketiga dan baru“ tetapi juga adalah sebuah manhāj (metode) yang menengahi dua ekstrimitas yang saling bertentangan, dengan menolak eksageritas (sikap berlebihan) pada salah satu pihak yang pada akhirnya menimbulkan keberpihakan pada salah satu dari dua kutub yang bertentangan. Moderat dalam konsep Islam adalah satu prinsip yang meniscayakan setiap Muslim untuk mampu merangkul dan mengkombinasikan elemen-elemen yang dapat disinergikan dalam satu keharmonisan yang tidak saling memusuhi pada kedua kutub yang berlawanan.
Selanjutnya, dengan meletakkan term wasatiyah dalam konsep Islam, M. Imarah menyatakan bahwa wasatiyah Islam merupakan manhaj yang memadukan antara ruh dan jasad, dunia dan akhirat, agama dan negara, subjek dan objek, yang riil dan ideal, tujuan dan cara, akal dan naql, lokal dan global, ijtihad dan taqlid, agama dan ilmu, yang umum dan yang khusus, yang sakraldengan yang profan, das sein dengan das sollen, dan seterusnya.Singkatnya, moderatisme Islam melahirkan konvergensi antara dualisme-dualisme yang secara gegabah sering dipertentangkan.
Dalam ranah filsafat hukum Islam, sikap moderat ini tampak dari posisi hukum yang tidak mengenal adanya dikotomi antarapositivisme dengan idealisme teori hukum yang digambarkan saling bertentangan. Hukum Islam sebagai hukum yang berdasarkan atas wahyu, mencakup “hukum sebagaimana adanya” dan “hukum sebagai yang seharusnya”. Sebagai sebuah hukum, ia adalah perintah Tuhan yang berfungsi sebagai hukum positif, sedangkan sebagai ” hukum yang seharusnya” ia adalah ideal karena yang menjadi tujuan akhirnya adalah keadilan. Inimenunjukkan perbedaan antara hukum Islam dengan fahampositivisme hukum, khususnya aliran positivisme analitik, yang berkonsentrasi pada analisis konsep-konsep dan hubungan- hubungan hukum atas dasar pemisahan yang ketat antara kenyataan (das sein; what is) dengan hal yang seharusnya (das sollen; what should be), dan karenanya ia dipisahkan dari keadilan dan etika. Ia juga berbeda dengan faham idealisme yang lebih didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan berkaitan dengan“hukum yang seharusnya.”
Di samping itu, sikap moderat sebagaimana dikemukakan oleh Nasaruddin Umar, juga telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dengan memperkenalkan konsep integralisme keilmuansejati, dengan memadukan secara harmonis antara unsurrasionalitas, unsur moralitas dan seni ke dalam tiga landasan ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Rasulullah saw. dinilai telah berhasil meletakkan landasan keilmuan yangintegratif antara ilmu-ilmu rasional-analitis dan ilmu-ilmu moral-spiritual, sebelum kemudian terjadi pemisahan antara ilmu-ilmu rasional analitik dengan ilmu-ilmu keagamaan pada masa kebangkitan peradaban Barat yang disebut sebagai abad filsafat Yunani II.
Dari paparan di atas, maka bila kata moderat disandingkan dengan kata Muslim dan membentuk frase “muslim moderat” maka secara sederhana dapat dirumuskan bahwa muslim moderat adalah mereka yang berdiri di antara dua ekstrimitas yang saling berhadapan, tidak memihak pada salah satu kubu, dan berada di garis atau “jalan ketiga” dengan menawarkan solusi yang komprehensif, seimbang, dan adil.
Komentar
Posting Komentar