Metodologi Fiqh Kontemporer Muhammad Shahrur

Sekarang pertanyaannya adalah metode apa yang diterapkan oleh pemikir kontemporer dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran?. Berdasarkan pemaparan Shahrur dalam buku ini, kami dapat menyimpulkan bahwa dia menggunakan paling tidak dua macam metode inti dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran tentang wasiat, pembagian harta warisan, kepemimpinan, poligami dan pakaian wanita. Metode-metode yang dimaksud adalah:

1. Analisis linguistik semantik

2. Penerapan ilmu-ilmu eksakta modern seperti mate-matika analitik, teknik analitik dan teori himpunan.

Berkaitan dengan metode pertama, Shahrur menerapkan teori linguistik yang pernah dikemukakan oleh Al-Jurjani, sebagaimana yang juga ditegaskan oleh Andreas Christmann da;am hal sinominitas dan “komposisi” (an-nazm). Dalam hal menganalisi makna kata-kata dalam Alquran Shahrur tampaknya menerapkan analisa paradikmo/sintakmatik. Kami meminjam istilah tersebut dari Osborne dalam bukunya the Hermeunetikal Spiral. Analisa paradikmatik adalah sebuah analisa bahasa yang digunakan seseorang untuk memahami makna kata dengan cara membandingkannya dengan kata-kata lain yang memiliki kemiripan makna atau justru memiliki makna yang bertentangan. Hanya saja dalam hal ini dia tidak sepakat dengan ahli bahasa yang mengatakan adanya persamaan kata “sinonim penuh” (taraduf) dalam Alquran. Dia setuju dengan ahli bahasa seperti Ibnu Faris yang mengatakan bahwa setiap kata memiliki makna spesifik yang tidak terkandung oleh kata lain. Sebaliknya sebuah kata dimungkinkan mempunyai lebih dari satu potensi makna (polisemi) “mustarok al-ma’ani” Salah satu faktor penting yang dapat membantu menentukan makna potensial mana yang secara rasional tepat untuk sebuah kata adalah konteks tekstual dimana kata yang dimaksud digunakan dalam kontekls tersebut. Analisa bahasa yang berkaitan dengan konteks tekstual inilah yang disebut dengan analisa sintakmatik, yakni bahwa makna sebuah kata dipengaruhi oleh hubungan linier dengan kata-kata lain yang turut membangun sebuah kalimat. Masalah sinominitas ini sudah sejak lama didiskusikan oleh ahli-ahli bahasa Arab. Sebagian dari mereka , seperti Sibawaih, Ibn Khawalayh, dan Al-Asma’i berpendapt bahwa kata-kata sinonim dapat ditemukan dalam Alquran, sementara yang lain, seperti abu Hilal al-Askari, Ibn Faris dan ar-Raghib al-Asfahani mengatakan sebaliknya. Perbedaan pendapat ini, menurut ‘Adil at-Tall, disebabkan salah satunya oleh perbedaan jawaban atas pertanyaan apakah bahasa Alquran adalah tauqifi (formulasi Tuhan) ataukah istilahi konstruksi manusia meskipun kandungannya bersifat ilahi). Keyakinan bahwa bahasa Alquran adalah formulasi Tuhan mengarah kepada penolakan terhadap kemungkinan adanya sinonimitas dalam Alquran. Sebaliknya orang-orang yang menerima adanya sinonimitas berargumentasi bahwa ia adalah konstruksi manusia, meskipun kandungannya bersifat ilahi (inspirasi Tuhan).

Shahrur sependapat dengan ahli bahasa yang menolak adanya kata-kata sinonim. Dia bahkan yakin bahwa dalam Alquran tidak terdapat sinonimitas dalam hal struktur kalimat. Untuk itu Shahrur dalam buku-bukunya yang lain mengemukakan argumentasi relegius bahwa penggunaan kata dan struktur kalimat dalam Alquran adalah sempurna, karena ia adalah wahyu Tuhan.

Teori ketidakadilan sinonimitas ini diaplikasikan Shahrur dalam buku ini, misalnya ketika Shahrur menafsirkan surat an-Nisa ayat 4 :

يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِيٓ أَوۡلَٰدِكُمۡۖ لِلذَّكَرِ مِثۡلُ حَظِّ ٱلۡأُنثَيَيۡنِۚ 

Artinya: “Allah mensyari´atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan;”



Metode lain yang diterapkan Shahrur dalam buku ini untuk menafsirkan ayat-ayat Alquran, khususnya yang berkaitan dengan wasiat dan pembagian harta warisan, adalah apa yang kami sebut dengan “metaforik saintifik” yang Shahrur adopsi dari ilmu-ilmu eksakta modern. Dia juga memperhatikan perkembangan ilmu-ilmu sosial dalam rangka memperkuat penafsirannya. Misalnya ketika Shahrur mengatasi problem epistemoligi, Shahrur menewarkan metode baru dalam hal penafsiran ayat-ayat waris, yakni dengan menerapkan ilmu eksakta modern, yakni ilmu mate-matika analitik, tehnik analitik dan teori himpunan, disamping mate-matika klasik yang masih tetap digunakannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat-syarat al-Jarh dan al-Ta’dil

Tafsir bi al-ra`yi al-madzmum,

mimpi Habib Umar bin hafidz, pertanda apa?