Bukti Pembaharuan Hukum Islam
Bentuk pembaharuan dalam hukum Islam adalah dengan adanya reformulasi hukum Islam. Secara sederhana “reformulasi” dikaitkan dengan kata “fikih” atau hukum Islam, berarti merumuskan kembali fikih atau hukum Islam tersebut. Kata reformulasi fikih mengandung arti bahwa fikih itu merupakan suatu rumusan dari perumus yaitu mujtahid pada suatu masa yang telah berlalu. Disebabkan oleh pergantinya masa, rumusan lama itu, oleh satu dan lain hal, dirasakan begitu sulit untuk dilaksanakan dalam kehidupan nyata, karenanya terjadi pembaharuan pemikiran yang menghendaki adanya rumusan baru. Usaha untuk merumuskan hal baru itulah yang disebut reformulasi. Reformulasi hukum islam merupakan suatu keharusan dan mengambil langkah-langkah sebagai berikut :
1. Reformulasi hukum Islam merupakan suatu keharusan dalam rangka perbaikan aplikasi hukum Islam yang mengarah kepada terwujudnya kemaslahatan umum. Disamping itu, reformulasi juga dibutuhkan dalam rangka mempertegas eksistensi dan peranan hukum Islam di Indonesia serta memperjelas posisinya dalam peta pemikiran Islam di Indonesia, khususnya, dan dalam pemikiran hukum secara umum.
2. Upaya reformulasi hukum Islam di era reformasi memiliki peluang yang cukup besar, disamping adanya suatu tuntutan, ternyata juga didukung oleh teori-teori hukum yang ada. Hambatan- hambatan yang ada kebanyakan bersifat normative-sosiologis yang bisa diatasi secara bertahap.
3. Hendaknya reformulasi hukum Islam tidak lagi hanya berfokus kepada pilihan materi hukum, melainkan secara tegas harus memberikan penekanan pada kepastian metodologi istinbath hukumnya.
Pada abad ke-XX ini fiqih yang berlaku secara praktis pada umumnya hanya dalam bidang ahwalus syakhsiyah, yaitu hukum keluarga, waris, wakaf, wasiat dan lain masalah pribadi maka reformulasi itu muncul dalam bidang ahwalus syahsiyakh ini. mungkin dengan adanya reformulasi bidang ahwalus syahsiyakh ini kiranya yang menyelamatkan sisa fiqih tersebut dari terkenanya oleh hukum impor dari barat. Munculnya Jordania Law of Family Right di Jordania tahun 1951, Syirian Law of Personal Status di Syiria tahun 1953, Family Law of Marocco di Maroco tahun 1957, Tunisian Code of Personal Status di Tunisia tahun 1957, Family Law oh Pakistan di Pakistan 1955, Sudan Family Law di Sudan tahun 1960, Law of Personal Status for Irak di Irak tahun 1955, dan beberapa Negara Islam di Timur Tengah lainnya merupakan reformulasi di dalam fiqih Islam.
Di dalam formulasi baru tersebut tampak bahwa kawin harus diregistrasikan dan menurut batas umum minimum untuk laki-laki dan wanita yang akan kawin. Usaha untuk mengurangi perceraian dengan beberapa syarat dan prosedur yang harus dilalui: disamping pembatasan pelaksanaan poligami dengan syarat yang berat yang sesuai dengan tuntutan Tuhan. Di Indonesia juga ada pembatasan usia minimum bagi pasangan yang akan kawin yaitu 19 tahun untuk laki-laki, dan 16 tahun untuk perempuan. Adanya pembatasan dalam perceraian dengan beberapa persyaratan tertentu dilaksanakan di depan pengadilan. Pembatasan pelaksanaan poligami sampai batas yang sulit untuk dilaksanakan. Dan beberapa contoh lain yang menunjukan adanya pembaruan pemikiran hukum Islam di Indonesia.
Contoh pembaharuan pemikiran hukum Islam yang dikemukakan oleh Syaltut diantaranya ialah kesaksian hukum seorang non muslim dalam kasus pidana adalah sah dalam pengadilan syari’ah dan nilai kesaksiannya di persamakan dengan kesaksian orang muslim. Pendapat ini berbeda dengan pendapat yang berkembangan dikalangan fiqaha’ salaf yang tidak menerima kesaksian orang non muslim dalam kasus pidana. Jumhur ulama memiliki pendapat bahwa orang non muslim tidak sah menjadi saksi dalam masalah pidana, tetapi sah dmenjadi saksi dalam masalah perdata. Dalam iklim social politik dewasa ini dimana banyak orang muslim hidup dalam berbagai Negara bangsa yang semua warganya secara teoritis adalah sama dan sederajat dalam hak dan kewajiban, maka pemikiran Syaltut ini sangat relevan dengan semangat persamaan hukum yang berkembang dewasa ini.
Perubahan dan pembaharuan hukum Islam menurut Coulson, sudah dimulai sejak dikodifikasikannya hukum fikih kedalam undang-undang Negara oleh Sultan Turki Usmani (Majallah) kemudian secara berturut-turut diikuti oleh Suriah, Mesir, dan lain-lain. Dengan diundangkannya Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sepanjang menyangkut perkawinan umat Islam dengan beberapa peraturan pelaksanaannya dapat dipandang sebagai pembaruan hukum Islam di Indonesia menurut bentuk pembaruan Coulson. Ketentuan usia kawin didalamnya dapat dipandang sebagai hukum yang berfungsi sebagai social engineering karena baik Al-Qur’an maupun hadis tidak menyatakan secara eksplisit tentang usia kawin. Sedangkan tentang penjelasan syarat-syarat poligami merupakan ketentuan hukum yang berfungsi sebagai social control. Sedangkan sebagaian isi dari Kompilasi Hukum Islam untuk pegangan para Hakim Peradilan Agama Indonesia merupakan pembaruan hukum bentuk doktrin takhayyur dan doktrin tatbiq (Coulson) dalam arti pembaruan hukum ijtihadi.
Contoh bentuk pembaharuan dalam bentuk talfiq, yaitu hukum perkawinan di Turki menjelang diberlakukannya UU perkawinan yang berasal dari Swiss yang berlaku sampai saat ini. sebagaimana di Turki umat Islam menganut aliran fikih mazhab Hanafi, maka hukum perkawinannya dalam segala bagiannya mengikuti fikih Hanafi. Fikih perkawinan menurut mazhab Hanafi ini sudah dirasakan sulit untuk dijalankan oleh masyarakat muslim Turki karena ada bagian-bagiannya yang tidak factual lagi. Seorang istri yang ditinggal pergi suaminya atau sering mendapat perlakuan yang tidak baik dari suaminya tidak dapat melepaskan diri dari suaminya dalam bentuk perceraian dalam fikih Hanafi. Hal itu dirasa tidak adil lagi. Sehingga menggunakan mazhab Maliki istri dapat mengajukan perceraian dengan alasan disakiti atau di tinggal pergi suaminya.
1. Reformulasi hukum Islam merupakan suatu keharusan dalam rangka perbaikan aplikasi hukum Islam yang mengarah kepada terwujudnya kemaslahatan umum. Disamping itu, reformulasi juga dibutuhkan dalam rangka mempertegas eksistensi dan peranan hukum Islam di Indonesia serta memperjelas posisinya dalam peta pemikiran Islam di Indonesia, khususnya, dan dalam pemikiran hukum secara umum.
2. Upaya reformulasi hukum Islam di era reformasi memiliki peluang yang cukup besar, disamping adanya suatu tuntutan, ternyata juga didukung oleh teori-teori hukum yang ada. Hambatan- hambatan yang ada kebanyakan bersifat normative-sosiologis yang bisa diatasi secara bertahap.
3. Hendaknya reformulasi hukum Islam tidak lagi hanya berfokus kepada pilihan materi hukum, melainkan secara tegas harus memberikan penekanan pada kepastian metodologi istinbath hukumnya.
Pada abad ke-XX ini fiqih yang berlaku secara praktis pada umumnya hanya dalam bidang ahwalus syakhsiyah, yaitu hukum keluarga, waris, wakaf, wasiat dan lain masalah pribadi maka reformulasi itu muncul dalam bidang ahwalus syahsiyakh ini. mungkin dengan adanya reformulasi bidang ahwalus syahsiyakh ini kiranya yang menyelamatkan sisa fiqih tersebut dari terkenanya oleh hukum impor dari barat. Munculnya Jordania Law of Family Right di Jordania tahun 1951, Syirian Law of Personal Status di Syiria tahun 1953, Family Law of Marocco di Maroco tahun 1957, Tunisian Code of Personal Status di Tunisia tahun 1957, Family Law oh Pakistan di Pakistan 1955, Sudan Family Law di Sudan tahun 1960, Law of Personal Status for Irak di Irak tahun 1955, dan beberapa Negara Islam di Timur Tengah lainnya merupakan reformulasi di dalam fiqih Islam.
Di dalam formulasi baru tersebut tampak bahwa kawin harus diregistrasikan dan menurut batas umum minimum untuk laki-laki dan wanita yang akan kawin. Usaha untuk mengurangi perceraian dengan beberapa syarat dan prosedur yang harus dilalui: disamping pembatasan pelaksanaan poligami dengan syarat yang berat yang sesuai dengan tuntutan Tuhan. Di Indonesia juga ada pembatasan usia minimum bagi pasangan yang akan kawin yaitu 19 tahun untuk laki-laki, dan 16 tahun untuk perempuan. Adanya pembatasan dalam perceraian dengan beberapa persyaratan tertentu dilaksanakan di depan pengadilan. Pembatasan pelaksanaan poligami sampai batas yang sulit untuk dilaksanakan. Dan beberapa contoh lain yang menunjukan adanya pembaruan pemikiran hukum Islam di Indonesia.
Contoh pembaharuan pemikiran hukum Islam yang dikemukakan oleh Syaltut diantaranya ialah kesaksian hukum seorang non muslim dalam kasus pidana adalah sah dalam pengadilan syari’ah dan nilai kesaksiannya di persamakan dengan kesaksian orang muslim. Pendapat ini berbeda dengan pendapat yang berkembangan dikalangan fiqaha’ salaf yang tidak menerima kesaksian orang non muslim dalam kasus pidana. Jumhur ulama memiliki pendapat bahwa orang non muslim tidak sah menjadi saksi dalam masalah pidana, tetapi sah dmenjadi saksi dalam masalah perdata. Dalam iklim social politik dewasa ini dimana banyak orang muslim hidup dalam berbagai Negara bangsa yang semua warganya secara teoritis adalah sama dan sederajat dalam hak dan kewajiban, maka pemikiran Syaltut ini sangat relevan dengan semangat persamaan hukum yang berkembang dewasa ini.
Perubahan dan pembaharuan hukum Islam menurut Coulson, sudah dimulai sejak dikodifikasikannya hukum fikih kedalam undang-undang Negara oleh Sultan Turki Usmani (Majallah) kemudian secara berturut-turut diikuti oleh Suriah, Mesir, dan lain-lain. Dengan diundangkannya Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sepanjang menyangkut perkawinan umat Islam dengan beberapa peraturan pelaksanaannya dapat dipandang sebagai pembaruan hukum Islam di Indonesia menurut bentuk pembaruan Coulson. Ketentuan usia kawin didalamnya dapat dipandang sebagai hukum yang berfungsi sebagai social engineering karena baik Al-Qur’an maupun hadis tidak menyatakan secara eksplisit tentang usia kawin. Sedangkan tentang penjelasan syarat-syarat poligami merupakan ketentuan hukum yang berfungsi sebagai social control. Sedangkan sebagaian isi dari Kompilasi Hukum Islam untuk pegangan para Hakim Peradilan Agama Indonesia merupakan pembaruan hukum bentuk doktrin takhayyur dan doktrin tatbiq (Coulson) dalam arti pembaruan hukum ijtihadi.
Contoh bentuk pembaharuan dalam bentuk talfiq, yaitu hukum perkawinan di Turki menjelang diberlakukannya UU perkawinan yang berasal dari Swiss yang berlaku sampai saat ini. sebagaimana di Turki umat Islam menganut aliran fikih mazhab Hanafi, maka hukum perkawinannya dalam segala bagiannya mengikuti fikih Hanafi. Fikih perkawinan menurut mazhab Hanafi ini sudah dirasakan sulit untuk dijalankan oleh masyarakat muslim Turki karena ada bagian-bagiannya yang tidak factual lagi. Seorang istri yang ditinggal pergi suaminya atau sering mendapat perlakuan yang tidak baik dari suaminya tidak dapat melepaskan diri dari suaminya dalam bentuk perceraian dalam fikih Hanafi. Hal itu dirasa tidak adil lagi. Sehingga menggunakan mazhab Maliki istri dapat mengajukan perceraian dengan alasan disakiti atau di tinggal pergi suaminya.
Komentar
Posting Komentar