Tokoh-tokoh Hermeneuitika suatu tafsir Alquran
Hermeneutika adalah ilmu yang membahas bagaimana menafsirkan sebuah teks. Ilmu ini berperan menjelaskan teks seperti apa yang diinginkan oleh si pembuat teks tersebut. Peran ini persis seperti figur Hermes yang bertugas membawakan pesan-pesan Tuhan Zeus kepada manusia. Karena pesan-pesan tersebut masih dalam bahasa langit, maka perlu perantara yang bisa menafsirkan dan menerjemahkannya ke dalam bahasa bumi. Dari fungsi dan peran inilah Hermeneutika mulai mendapatkan makna baru sebagai sains atau seni menafsir.
Dalam perkembangan berikutnya Hermeneutika tidak hanya terpaku pada persoalan teks yang diam atau bahasa sebagai struktur dan makna, tetapi secara perlahan ia mulai mendeskripsikan penggunaan bahasa atau teks dalam seluruh realitas hidup manusia.
Schleiermacher seorang teolog, ahli filologi dan budaya yang merupakan guru besar teologi dan filsafat Universitas Halle di Jerman. Ia dianggap sebagai bapak hermeneutika modern sebab membakukan hermeneutika menjadi metode umum interpretasi yang tidak terbatas pada kitab suci dan sastra. Schleiermacher menggunakan Hermeneutika untuk memahami orisinalitas arti dari sebuah teks, bahkan lebih dari itu, arti Hermeneutika baginya adalah untuk memahami sebuah wacana (discource) dengan baik kalau perlu lebih baik dari pembuatnya (to understand the discourse just well as well as and even better than its creator).
Wilhelm Ditlhey merupakan salah satu pengagum dari filsafat Schleirmacher yang menggabungkan teologi dan kesusastraan dengan karya-karya kefilsafatan. hermeneutika bagi Dithey bersifat kesejarahan. Peristiwa-peristiwa yang terjadi harus dipahami sebagai suatu ekspresi kehidupan sejarah, sehingga yang diproduksi bukanlah pengarangnya tetapi makna peristiwa sejarahnya Ini berarti bahwa makna itu tidak berhenti pada satu masa saja tetapi selalu berubah menurut modifikasi sejarahnya. Tokoh lainnya adalah Hans-Georg Gadamer. Gadamer merupakan murid dari Martin Heidegger yaitu filsuf besar hermeneutika modern pada abad ke-20. Gadamer meneruskan pemikiran Heidegger yang terkenal dengan lingkaran hermeneutis. Dalam gagasan Heidegger, hermeneutika merupakan bagian dari eksistensi manusia sendiri, built in dalam diri manusia.
Perkembangan Hermeneutik juga diadopsi oleh tokoh-tokoh kontemporer Muslim, yang mencoba memahami ulang teks-teks Al-Qur’an, membacanya dengan metode / kacamata abad mereka sendiri. Seperti Fazlur Rahman dikenal sebagai seorang neo-modernis yang liberal dan radikal dalam peta pembaharuan Islam. Fazlur Rahman menawarkan sebuah metodologi Islam yang terdiri dari perbedaan yang tegas antara Islam normatif dan Islam historis, yaitu metode hermeneutika dan metode kritik sejarah. Teorinya yang terkenal adalah double movement (Gerakan ganda). Di Mesir juga muncul tokoh-tokoh hermeneutika muslim seperti Muhammad Abduh yang telah menawarkan tafsir adabi ijtima’i dan membuka jalan bagi pembaharuan, rasionalisasi dan munculnya hermeneutika, Nasr Hamid Abu Zaid dengan proyek kritik tekstualitas Al-Qur’an, Hasan Hanafi yang pertama kali memperkenalkan Hermeneutika pada dunia pemikiran Islam dalam bukunya yang berjudul: “Les Methodes d’Exeges, Essai sur La Science des Fordements de la Comprehesion, Ilm Usul al-Fiqh” pada tahun 1965. Dan dalam bukunya yang lain berjudul: “Islam in the Modern World, Religion, Ideologi, and Development”.
Selain di Mesir, tokoh Islam yang menggeluti kajian Hermeneutika antara lain; di India, Ahmad Khan, Amir Ali dan Ghulam Ahmad Parves, yang berusaha melakukan demitologisasi konsep-konsep dalam Al-Qur’an yang dianggap bersifat mitologis. di Aljazair muncul Mohammed Arkoun yang menelorkan ide “cara baca” semiotik terhadap Al-Qur’an. Dan Adzim Nanji yang membahas teori ta’wil dalam tradisi keilmuan isma’ili, yang banyak membantu dalam kritik sastra.
Pemikir-pemikir Islam dengan corak hermeneutika juga bermunculan di Indonesia, mencoba menambah warna tafsir dengan metode-metode baru. Amin Abdullah yang dikenal sebagai bapak Hermeneutik Indonesia, seorang profesor di Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta yang dikenal cukup gigih dan rajin memperjuangkan penggunaan Hermeneutika dalam penafsiran Al-Qur’an. Ia banyak menulis kata pengantar dalam buku-buku Hermeneutika Al-Qur’an, antara lain “Hermeneutika Pembebasan”, “Hermeneutika Al-Qur’an, Tema-tema Kontroversial”, dan “ Hermeneutika Al-Qur’an, mazhab Yogya”. Ia menyatakan bahwa Hermeneutika adalah sebuah kebenaran yang harus disampaikan kepada dunia Islam, meskipun banyak yang mengkritiknya. Pemikir Islam Indonesia lain seperti Nasaruddin Umar mencoba mendekatkan Al-Qur’an dengan Tafsir Gender berpendapat semua kitab suci ternyata bias gender, Musdah Mulia yang mencoba menafsirkan ayat-ayat tanpa pengaruh gender, Ahmad Chojim yang menafsirkan ayat harus sesuai zaman, Masdar F Mas’udi yang mensyaratkan adil dulu baru potong tangan sebagai tafsir terhadap ayat potong tangan. Warisan tidak tepat dibagi 1 : 2 antara anak laki-laki dan perempuan oleh Munawir Sazali, Arivia Effendi yang mencoba menafsirkan Al-Qur’an dengan hati nurani, dan sebagainya.
Komentar
Posting Komentar