Status Anak Di Luar Nikah menurut Pendapat Ulama Mazhab

Pendapat Ulama Mazhab Terhadap Status Anak Di Luar Nikah
Para ulama mazhab sependapat bahwa dalam hal perkawinan yang sah, bila seorang perempuan melahirkan anak, anak itu bisa dihubungkan nasabnya kepada suaminya. 
اتفق الفقهاء على ان الولد الدى تأتي به المرأة المتزوجة زواجا صحيصا ينسب الى زوجها
Akan tetapi untuk dapat menghubungkan nasab anak kepada ayahnya, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
Pertama, pendapat mazhab Hanafiyah anak tersebut dilahirkan setelah berlalunya waktu enam bulan sejak terjadinya akad nikah. Kedua, menurut mayoritas ulama mazhab, anak tersebut dilahirkan setelah enam bulan sejak terjadinya persetubuhan suami isteri. 
Bila anak lahir kurang dari enam bulan dari waktu akad atau dari persetubuhan suami isteri, anak itu tidak bisa dihubungkan nasabnya kepada suami wanita yang melahirkannya itu. Hal ini bisa menjadi petunjuk bahwa kehamilan telah terjadi sebelum terjadinya perkawinan, kecuali jika suami mengakui bahwa anak yang dilahirkan itu adalah anaknya dan mengakui pula bahwa dirinyalah yang menghamili wanita itu sebelum ia menikahinya.

الشرط الثانى : ان يلدا الوالد بعد ستة الشهر من وقت الزواج فى رءي الحنفية ومن امكان الوطء فى رءي الجمهور فاءن ولد لأقل من الحد الأدنى لمدة الحمل وهي ستة اشهر لايشبت نسبه من الزوج إتفاقا. وكان دليلا على أن الحمل به حدث قبل الزواج. إلا إذا ادعاه الزوج.ويحمل إد عاؤه على أن المرأة حملت قبل العقد عليها.]
Dalam hal pernikahan wanita hamil akibat zina, sebelum berbicara masalah penentuan nasab, terlebih dahulu kita telusuri pandapat para ulama tentang status hukum akad niikah wanita hamil akibat zina itu. 
Ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa hukum akad nikah wanita hamil akibat zina adalah sah, baik dengan laki-laki yang menghamilinya ataupun laki-laki lain (dalam hal dengan laki-laki lain, Abu Yusuf dan Za`far berpendapat tidak sah). Karena perkawinannya sah, bila anak lahir setelah berlalu waktu enam bulan sejak terjadinya akad nikah, anak itu tidak bisa dihubungkan nasabnya kepada suami ibunya itu kecuali jika si suami itu mengakuinya. 


Ulama Syafi`iyyah berpendapat bahwa hukum akad nikah wanita hamil akibat zina adalah sah, baik dengan laki-laki yang menghamilinya maupun dengan laki-laki lain. Dengan demikian, bila anak lahir setelah berlalu waktu enam bulan sejak persetubuhan suami isteri, anak itu dinasabkan kepada suami dari ibunya, tapi bila anak lahir kurang dari enam bulan, tidak bisa dihubungkan nasabnya kepada suami dari ibunya itu kecuali bila suami mengakuinya. 

Ulama Malikiyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa hukum pernikahan wanita hamil akibat zina adalah sah bila yang menikahinya laki-laki yang menghamilinya, tapi bila laki-laki lain bukan yang menghamilinya, akad nikah tersebut menjadi tidak sah. 

Dengan demikian, hubungan nasab antara ayah dan anak hanya ada apabila yang menikahi ibunya itu laki-laki yang menghamilinya. Bila yang menikahinya bukan laki-laki yang menghamilinya, hubungan nasab menjadi tidak ada karena akad nikahnya sendiri hukumnya tidak sah.














Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat-syarat al-Jarh dan al-Ta’dil

Tafsir bi al-ra`yi al-madzmum,

mimpi Habib Umar bin hafidz, pertanda apa?