Proposal perbandingan Agama RESOLUSI KONFLIK PERSOALAN PENDIRIAN RUMAH IBADAH

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu agenda besar kehidupan berbangsa dan bernegara adalah menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta kerukunan hidup umat beragama dalam membangun perdamaian dan kesejahteraan hidup bersama. Hambatan yang cukup berat untuk mewujudkan kearah tersebut adalah masalah pemahaman terhadap makna kerukunan, termasuk di dalamnya sikap eksklusif hubungan antar umat beragama yang kurang harmonis dan integratif.[1] Persoalan kerukunan, terlebih lagi dalam hubungan antarumat beragama, kelihatan sebagai sesuatu yang terkesan idealistik, namun jika ditelaah secara mendalam, kerukunan pada hakikatnya sebuah kosmis sistemik yang berada dalam diri manusia. Tapi kenyataannya manusia itu juga yang melakukan kekerasan, melecehkan, anarkis, konflik, dan sejumlah tindakan kekerasan lainnya. Hal ini di duga keras, salah satu penyebabnya adalah ketidakpahaman umat beragama terhadap pesan universal dari kitab suci yang dimilikinya dan kitab suci yang lain. Dalam kerukunan umat beragama meliputi beberapa faktor yaitu faktor penunjang dan faktor penghambat diantaranya :

1. Faktor Penunjang
Adapun yang menjadi faktor penunjang terpeliharanya kerukunan dalam beragama adalah karena semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk menghargai perbedaan yang ada. Hal ini disebabkan dunia yang mengecil (era globalisasi) dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Alat transportasi dan komunikasi yang semakin canggih telah mampu mengembangkan wawasan masyarakat dan bangsa. Disamping itu pendididikan yang semakin tinggi telah dilahirkan manusia – manusia intelektual yang bersikap terbuka dan objektif. Suasana inilah yanag telah membuat prospek kerukunan umat beragama akan semakin cerah dan baik.
Munculnya lembaga sosial yang mengayomi seluruh masyarakat tanpa memebedakan suku bangsa dan agama dengan istilah “SIAMASEI” artinya saling mengasihi, merupakan terobosan yang terjadi di masyarakat untuk lebih mengutamakan kebersamaan dan semangat gotong royong. 

2. Faktor Penghambat
Adapun yang menjadi faktor penghambat kerukunan umat beragama adalah masih adanya oknum yang mengatasnamakan suatu kelompok agama, mengadakan missi dakwah terselubung lewat pemberian bantuan sosial kepada umat agama lain secara ekslusif sehingga memancing amarah dari kelompok agama tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kasus Balang Boddong pada tahun 1989 dimana dengan dalih sosial kemanusiaan ingin membantu fakir miskin, padahal masyarakat mengetahui bahwa ibu tersebut adalah pengasuh lembaga sosial Kristen yang bernama Yayasan Panti Titipan Kasih. Kondisi ini seakan – akan sengaja menyulut konflik antar umat beragama.Demikian juga dengan adanya usaha beberapa oknum yang dengan sengaja menjadikan rumah tempat tinggal sebagai Gereja. Hal ini dapat dilihat pada kasus yang terjadi di kompleks BTN Minahasa Upa pada tahun 1992 yang lalu. Hal ini memancing amarah dari kelompok lain sehingga konflik sulit dikendalikan.
Adanya oknum yang secara eksklusif menonjolkan simbol – simbol keagamaan yag menjadi identitas kelompoknya yang dipaksakan untuk diterima oleh kelompok lain.[2]
Beberapa hal yang harus diperhatikan dan hal yang rawan dalam pembinaan kerukunan hidup umat beragama yaitu:
1. Pendirian rumah ibadah yang tidak sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
2. Penyiaran agama kepada orang yang sudah menganut agama tertentu dengan imbalan materi (daerah terpencil).
3. Adanya kelompok yang secara diam – diam mengadu domba umat dengan menyebar selebaran yang berbau SARA / semacamnya.
4. Perselisihan pribadi, kelompok, organisasi akhirnya berkembang menjadi konflik keagamaan.
5. Penggunaan rumah tempat tinggal atau rumah toko (ruko) menjadi tempat peribadatan.[3]
Lima hal yang rawan dalam pembinaan kerukunan umat beragama di atas jika tidak disikapi dan diwaspadai dengan baik, rentan menimbulkan konflik yang bahkan mungkin akan menimbulkan kekacauan besar di daerah ini. Dari lima hal yang rawan tersebut, persoalan pembangunan rumah ibadah menempati tempat pertama. Itu menunjukkan bahwa rumah ibadah yang menjadi hak bagi umat beragama tidak boleh dibangun dengan sembarangan. Ada rambu-rambu dan peraturan yang harus dipatuhi oleh setiap umat beragama, tetapi pada kenyataannya beberapa pembangunan rumah ibadah, bermasalah dan bahkan sempat menimbulkan konflik di tengah masyarakat.
Kecamatan Percut Sei Tuan adalah salah satu daerah yang cukup luas di daerah Deli Serdang, tetapi berpotensi konflik. Di daerah yang dihuni oleh beragam suku bangsa dan agama ini pernah terjadi beberapa konflik terutama konflik yang berkaitan dengan hubungan antar umat beragama. Persoalan terbesar adalah persoalan pendirian rumah ibadah yang sering kali menimbulkan konflik ditengah masyarakat dimana rumah ibadah itu akan atau sedang dibangun. Hal inilah yang menjadi awal ketertarikan penulis untuk meneliti resolusi apa yang ditempuh oleh masyarakat bersama pemerintah untuk mengatasi konflik tersebut. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui dan melakukan penelitian di kecamatan Percut Sei Tuan yang berjudul “RESOLUSI KONFLIK PENDIRIAN RUMAH IBADAH DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG”. 
rumusan masalah disini

[1] Arifinsyah, Fkub dan Resolusi Konflik, (Medan, Perdana Publishing, 2013), hlm 76
[2] Nuhrison M. Nuh, Profil Kerukunan Umat Beragama (Jakarta: Departemen Agama RI Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, 1997/1998) hlm 35.
[3] Pastor Benno Ola Tage (dkk), Majalah Kerukunan, Edisi Oktober – Desember Thn 2008, hlm 9.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat-syarat al-Jarh dan al-Ta’dil

Tafsir bi al-ra`yi al-madzmum,

mimpi Habib Umar bin hafidz, pertanda apa?