Hak Syuf’ah menurut imam syafii

Ketika membicarakan tentang rentang waktu berlakunya hak syuf’ah, Asy-Syafi’i mengatakan apabila seseorang membeli tanah atau rumah, maka menurut Abu Hanifah, pemegang hak syuf’ah hanya dapat menggunakannya pada saat ia mengetahui pembelian tersebut dan hak itu akan hilang jika ia tidak segera menuntutnya. Sebaliknya Ibnu Abi Laila berpendapat bahwa orang itu diberi tenggang waktu selama tiga hari sejak mengetahui transaksi tersebut.

Pada Mukhtasar Al-Muzani, ia mengatakan:

Artinya: "Jika ia segera menuntut setelah mengetahuinya, maka ia berhak atas barang tersebut, tetapi jika ia tidak mengajukari" tuntutan setelah keadaan memungkinkannya, maka hak syuf’ah-nya batal. 
Selanjutnya Al-Mawardi (w. 450 H) memberikan penjelasan bahwa mengenai hal ini terdapat tiga qaul, yaitu:
pertama, qaul jadild yang difatwakan, Asy-Syafi’i mengatakan hak syuf’ah itu bersifat segera ( ‘ala al-faur) dan batal bila tidak digunakan pada waktu hal itu mungkin dilakukan. Kedua, hak syuf’ah berlaku selama tiga hari,
terhitung sejak ia mungkin melakukannya, dan baru batal setelah berlalunya waktu tersebut. Ketiga, berlaku tanpa batas waktu, ini adalah qaul qadim.
Al-Mawardi memberikan catatan bahwa pada kitab As-Siyar, menyangkut qaul kedua di atas, Asy-Syafi’ i mengatakan "Ini hanyalah istihsan, bukan merupakan prinsip hukum (as )". Kemudian ia menjelaskan:
"Syuf’ah itu diatur untuk memberikan kesempatan bagi si syafi (pemegang hak syuf’ah) untuk memilih antara mengambil alih atau membiarkan saja pembelian yang telah terjadi itu sesuai dengan kepentingannya dengan mempertimbangkan perkongsiannya dengan pembeli tersebut. Jadi, dalam hal ini si Syafi’i akan dirugikan bila pelaksanaannya harus segera tanpa memberinya waktu untuk berfikir;. sebaliknya hak syuf’ah tanpa batas akan merugikan si pembeli. Oleh karena itu, perlu ada penetapan waktu untuk menghindari kerugian pada kedua belah pihak. Tenggang tiga hari adalah paling tepat, tidak setahun atau empat bulan seperti yang diriwayatkan dari Malik. Pilihan ini sesuai dengan jangka waktu tiga hari yang ditetapkan syara’ untuk khiyar dan merupakan angka menengah di antara sedikit dan banyak. Batasan ini juga disebut dalam beberapa kaitan lainnya.
Dari kutipan Al-Mawardi di atas, tampak jelas bahwa Asy-Syafi’i memang menggunakan kata istihsan. Akan tetapi, menurutnya, batasan tiga hari itu ditetapkan berdasarkan qiyas, yakni disamakan dengan jangka waktu khiyar yang telah diatur oleh syara \ Batas khiyar itu merupakan pilihan terdekat untuk
dijadikan sebagai asl daJam qiyas tersebut, karena syuf’ah dan khiyar jelas sama-sama menyangkut pembatalan jual beli. Sesuai dengan tatanan kaidah usul Asy-Syafi’i, enegakan dalil seperti ini tidak disebut istihsan, melainkan qiyas sabah. Jadi, cukup jelas bahwa penggunaan kata itu oleh Asy-Syafi’ I tidaklah dimaksudkan sebagai istilah teknis, melainkan hanya dalam makna lughatnya.










Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat-syarat al-Jarh dan al-Ta’dil

Tafsir bi al-ra`yi al-madzmum,

mimpi Habib Umar bin hafidz, pertanda apa?