Definisi Hukum dalam Kajian Islam

A. Definisi Hukum dalam Kajian Islam


Dalam Islam, hukum adalah salah satu pilar utama masyarakat, dan hukum sendiri diperuntukkan untuk masyarakat. Dimanapun mereka berada selalu memerlukan hukum dan undang-undang untuk mengatur hubungan diantara mereka. Dengan kata lain,
hukum selalu ada dan tumbuh dari dan untuk masyarakat, tidak ada masyarakat tanpa hukum . Melalui hukum , diharapkan masyarakat menjadi tertib dengan adanya kepastian dan keadilan hukum . Dalam Islam, hukum atau dikenal dengan syari’at memperoleh tempat yang penting selain persoalan akidah, keyakinan atau tauhid, akhlak (budi pekerti). Dari ketiga pilar tersebut persoalan keyakinan dengan mengimani adanya Tuhan, Rasul, Kitab Suci dan para Nabi takdir dan hari akhir. Sedangkan akhlak merupakan tuntutan ilahiyah yang telah dicontohkan oleh Rasul-Nya, bagaimana orang berhubungan dengan sesama manusia dan alam lingkungan.
Para ahli kesulitan dalam memberikan definisi pada kata hukum , sebagaimana mengalami kesulitan dalam memberikan definisi pada kata filsafat. Untuk itu, pemahaman mendasar tentang hukum Islam mutlak diperlukan, salah satunya dengan mengetahui istilah-istilah dasar yang berkaitan dengan hukum Islam tersebut:

a. Syari’at
Secara etimologi syari’at berasal dari bahasa Arab syara’a - yasyra’u – syar’an wa syari’atan yang berarti jalan ke tempat air.Kata ini kemudian dikonotasikan oleh bangsa Arab dengan jalan yang lurus yang harus dituntut. 
Menurut terminologi syari’at berarti jalan yang ditetapkan Tuhan dimana manusia harus mengarahkan hidupnya untuk mewujudkan kehendak Tuhan agar hidupnya bahagia di dunia dan akhirat. Makna ini meliputi seluruh panduan Allah kepada hamba-Nya.
Ada diantara para ulama yang lebih mengkhususkan lagi pemakaian kata syari’at itu dengan apa-apa yang bersangkutan dengan peradilan dan pengajuan pengaduan kepada mahkamah dan tidak mencakup halal dan haram, Qatadah menurut yang diriwayatkan oleh Thabari menggunakan kata syari’at kepada hal-hal yang menyangkut kewajiban, had-had perintah dan larangan termasuk di dalamnya akidah, hikmah-hikmah dan ibarat-ibarat yang tercakup dalam agama.
Prof Hasbi mengutip pendapat Syaltut yang memberikan arti syari’at untuk hukum -hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan Allah untuk hamba-Nya untuk diikuti dalam hubungannya dengan Allah dan hubungan manusia dengan sesamanya.
Dilihat dari segi ilmu hukum , syariat merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat. Norma hukum dasar ini dijelaskan dan atau dirinci lebih lanjut oleh lebih lanjut oleh Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Karena itu, syari’at terdapat di dalam Alquran dan di dalam kitab-kitab Hadis.

b. Tasyri’

Kata tasyri’ seakar dengan kata syari’at. Ia adalah masdar dari fi’il sulasi mazid satu huruf setimbang dengan arti membuat atau menetapkan syari’at. Bila syari’at itu dikatakan hukum atau tata aturan yang ditetapkan Allah yang menyangkut tindak tanduk manusia, maka tasyri’ dalam hal ini adalah penetapan hukum dan tata aturan tersebut.
Perbedaan antara keduanya adalah, syari’at merupakan materi hukumnya sedangkan tasyri’ merupakan materi syariat tersebut. Dalam hal ini pengetahuan tentang tasyri’ berarti pengetahuan tentang cara, proses, dasar dan tujuan Allah menetapkan hukum bagi tindak tanduk manusia dalam kehidupan keagamaan dan keduniaan mereka. Pengetahuan tentang syari’at berarti pengetahuan tentang hakikat dan rahasia dari hukum -hukum syara’ yang telah ditetapkan oleh Allah swt.

c. Fikih

Secara semantic kata fikih bermakna fahm al-asysya’ al-daqiqah (paham yang mendalam), bila kita paham dapat digunakan untuk hal-hal yang bersifat lahiriah maka fikih berarti paham yang menyampaikan ilmu zahir kepada ilmu batin.

Secara etimologi berarti pemahaman terhadap sesuatu. Menurut terminologi fuqaha term ini diartikan dengan hukum yang bersifat praktis yang dijabarkan dari norma-norma yang telah dikategorikan dalam hukum syar’i dan menghubungkannya dengan perbuatan-perbuatan manusia.
d. Hukum as-Syar’i

Term ini oleh ulama ushuliyin diartikan dengan titah Allah (Khitab Allah) yang berisi nilai-nilai tertentu kedalam norma-norma yang berkaitan tentang prilaku manusia (human behavior) yang terdiri atas hukum wajib, sunat, haram, makruh dan mubah yang keseluruhannya merupakan kajian dalam hukum taklifi dan ketetapan tentang pra-kondisi yang berhubungan dengan norma-norma tersebut yang terdiri dari sebab, syarat dan penghalang yang merupakan kajian hukum wadh’i.

Ketiga hukum islam di atas tidak mempunyai kekuasaan untuk memaksa secara yuridis formil maka untuk pelaksanaannya dibutuhkan sesuatu wadah yang mampu mengontrol dan mengawasi operasional ketiga hukum Islam tersebut maka muncullah istilah qanun.

Qanun merupakan perundang-undangan yang disahkan, diberlakukan dan diawasi oleh lembaga-lembaga Negara.[9]

Antara syari’at dan fikih memiliki hubungan yang sangat erat. Karena fikih adalah formula yang dipahami dari syariah. Syari’at tidak bias dijalani dengan baik tanpa dipahami melalui fikih atau pemahaman yang memadai dan diformulasikan secara baku. Fikih sebagai hasil usaha memahami sangat dipengaruhi oleh tuntutan ruangan dan waktu yang melingkupi fikih yang menformulasikannya. Karena itulah sangat wajar jika kemudian terdapat perbedaan-perbedaan dalam perumusan mereka

Dalam literatur lain ditemukan ciri-ciri pembedaan hukum Islam dari lainnya yaitu bahwa hukum Islam menurut teori klasik adalah perintah Tuhan yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. Hukum Islam merupakan system ketuhanan yang mendahului Negara Islam dan tidak didahului olehnya, mengontrol masyarakat Islam dan tidak dikontrol olehnya

Sepanjang sejarah, kata hukum Islam diasosiasikan sebagai fikih, maka dalam perkembangannya, produk pemikiran hukum Islam tidak lagi didominasi oleh fikih, setidaknya masih ada tiga jenis lainnya.

1. Fatwa

Yaitu hasil ijtihad seorang mufti sehubungan dengan peristiwa hukum yang diajukan kepadanya. Jadi fatwa lebih khusus daripada fikih atau ijtihad secara umum. Dikatakan lebih khusus karena boleh jadi fatwa yang dikeluarkan seseorang mufti sudah dirumuskan dalam fikih hanya belum difahami si peminta fatwa.

2. Keputusan pengadilan 
Produk pemikiran ini merupakan keputusan hakim pengadilan berdasarkan pemeriksaan perkara di depan persidangan. Dalam istilah teknis disebut dengan al-Qadha atau al-hukm, yaitu ucapan dan atau tulisan penetapan atau keputusan yang dikeluarkan oleh badan yang diberi kewenangan untuk itu (al-Wilayah al-Qadha). Ada yang mendefinisikan sebagai ketetapan syar’i disampaikan melalui seorang Qadi atau hakim yang diangkat untuk itu. Idealnya seorang hakim juga memiliki syarat sebagaimana seorang mujtahid atau mufti.

3. Undang-Undang
Yaitu peraturan yang dibuat oleh suatu badan legislatif (sultan al-tasyiriyah) yang mengikat kepada setiap warga Negara dimana undang-undang itu diberlakukan, yang apabila dilanggar akan mendatangkan sanksi. Undang-undang sebagai hasil ijtihad kolektif (jama’iy) dinamikanya relatif lamban. Karena biasanya, untuk mengubah suatu undang-undang memerlukan waktu, biaya, dan persiapan yang tidak kecil. Produk pemikiran undang-undang ini memang tidak setiap Negara muslim mempunyainya.
e. Hukum Islam 
Bila hukum dihubungkan dengan hukum Islam maka hukum Islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.
Istilah hukum Islam (Islamic law) sebenarnya tidak ada ditemukan sama sekali di dalam Alquran dan Sunnah dan literatur Islam lainnya. Yang ada hanyalah syari’at, fikih, hukum Allah dan yang seakar dengannya. Kata-kata hukum Islam merupakan terjemahan dari term “Islamic law” dari literatur Barat. Ini menunjukkan bahwa yang dimaksudkan dengan hukum Islam itu adalah keseluruhan bangunan dari peraturan dalam agama Islam baik lewat syari’at, fikih dan pengembangannya seperti fatwa, qanun, siyasah dan lain-lain. 
Bangunan hukum Islam tersebut dapat dilihat dalam skema berikut ini:
God
Alquran Sunnah (practice of the prophet)
 ijma’ (agreement)
 Hadith (report)
 Isnad (reporters) 
Qiyas
(Analogy)
Ijtihad (inquiry by a mujtahid)
Ushul al-fiqh (legal theories)
 Fiqh (Jurisprudence of a faqih)
Fatwa (advisory legal opinion) 
Qadha Qanun Siyasah Scholastic fiqh
(Court) (Legal decision) (Ruler’s statutes) (Independent
Doctrine Policy)
Dalam uraian tentang perkembangan dan pelaksanaan hukum Islam yang melibatkan pengaruh dari luar dan dalam terlihat bahwa yang mereka maksud dengan Islamic law tentunya bukan syari’at tapi fikih yang telah dikembangkan oleh fuqaha dalam situasi dan kondisi tertentu. Terlihat kekaburan arti dari Islamic law antara syari’at dan fikih. Kata hukum Islam dalam istilah bahasa Indonesia agaknya diterjemahkan dari bahasa Barat.
Prof. Hasbi memberi defenisi hukum Islam dengan:” Koleksi daya upaya para ahli hukum untuk menerapkan syari’at atas kebutuhan masyarakat”. Untuk lebih mendekatkan arti kepada hukum Islam, perlu dijelaskan definisi hukum dalam bahasa Indonesia, kemudian hukum itu disandarkan kepada kata Islam. Dari kesulitan pemberian definisi yang sempurna terhadap kata hukum , secara sederhana dapat diartikan “seperangkat peraturan tentang tindak tanduk atau tingkah laku, yang diakui oleh suatu Negara atau masyarakat berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya.Bila hukum itu dihubungkan kepada Islam atau syara’ maka hukum Islam akan berarti: seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam. Kata seperangkat peraturan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hukum Islam itu adalah peraturan yang dirumuskan secara terperinci yang mempunyai kekuatan mengikat. Kata berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul menjelaskan bahwa seperangkat peraturan itu digali dari dan berdasarkan kepada wahyu Allah dan sunnah Rasul, atau yang popular disebut dengan syari’at.
Kata-kata tentang tingkah laku mukallaf berarti bahwa hukum Islam mengatur tindakan lahir dari manusia yang telah dikenai hukum , peraturan tersebut berlaku dan mempunyai kekuatan terhadap orang-orang yang meyakini kebenaran wahyu dan sunnah Nabi tersebut yang dimaksud dalam hal ini adalah umat Islam.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hukum Islam adalah hukum yang berdasarkan wahyu Allah. Dengan demikian, hukum Islam menurut ta’rif ini mencakup hukum syara’, karena arti syara’ dan fikih terkandung di dalamnya. 
Pemahaman terhadap hukum Islam dapat juga dilihat dari ciri-ciri/ karekteristik hukum Islam itu sendiri antara lain: sempurna, elastis, universal, dinamis, sistematis, ta’aqquli dan ta’abbudi. Diantara ciri khas hukum Islam dikatakan bahwa hukum Islam itu sangat memperhatikan segi kemanusiaan seseorang, baik mengenai diri, jiwa, akal maupun akidahnya baik selaku perorangan maupun harta kekayaannya. Manusialah yang menjadi sumber bagi segala sumber hukum yang digariskan dalam Alquran.
Hukum Islam adalah kategori umum tindakan manusia (mukallaf) yang disistematisasi oleh para mujtahid dari pesan-pesan yang dikandung oleh Alquran dan sunnah. Sebutan hukum Islam adalah terminologi baru dalam khazanah keilmuan.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat-syarat al-Jarh dan al-Ta’dil

Tafsir bi al-ra`yi al-madzmum,

mimpi Habib Umar bin hafidz, pertanda apa?