Sejarah Islam Pada Masa Reformasi
Jatuhnya pemerintahan Orde Baru yang otoriter dan korup membawa harapan munculnya pemerintahan pasca orde baru yang demokratis. Hal itu tercermin dari kebebasan mendirikan partai politik. Tercatat ada 48 partai baru yang mengikuti pemilu 1999. Termasuk di dalamnya partai Islam. Keadaan ini juga mempengaruhi ulama untuk kembali aktif di dunia politik dengan terjun langsung untuk memenangkan partai tertentu sesuai dengan posisinya. Seperti kampanye pemilu 1999 ada beberapa Ulama NU yang membela partai PKB.
Selain Ulama-Ulama NU , ulama yang berasal dari Muhammadiyah dan generasi muda Masyumi yang turut andil dalam pembentukan partai. Mereka ada yang bergabung dengan PAN dan PBB. Pendukung PAN lebih banyak berasal dari Muhammadiyah,sedangkan PBB ingin membangkitkan kembali perjuangan Masyumi. Para mahasiswa dan halqah kampus turut mendirikan partai Islam , yaitu Partai Keadilan (belakangan PKS) yang menarik sebagian ulama yang merupakan alumnus Timur Tengah.
Kehadiran ulama dalam politik seharusnya berdampak positif, dalam pengertian memberikan sumbangan bagi terciptanya bangunan struktur politik yang bermoral, karena ulama adalah simbol moral. Namun ketika Ulama sudah terpolarisasi sedemikian rupa, sehingga sering antara seorang ulama dengan ulama lain saling berhadapan dan membela partainya masing-masing.[2]
Pada dasarnya seluruh kebijakan yang lahir pada zaman orde baru, termaasuk dalam bidang pendidikan, di arahkan pada upaya menopang pembangunan dalam bidang ekonomi yang ditopang oleh stabilitas ekonomi dengan pendekatan sentralistik, monoloyalitas, dan monopoli. Kebijakan dalam bidang politik selanjutnya bisa di lihat sebagai berikut:
1. Masuknya pendidikan islam ke dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini dimulai dengan lahirnya Surat Keputusan Bersama Tiga Mentri (SKB 3 M), yaitu Mentri Pendidikan Nasional, Mentri Agama, dan Mentri dalam Negri. Di dalam SKB 3 Mentri tersebut antara lain dinyatakan bahwa lulusan madrasah dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan umum dan sebaliknya, berhak mendapatkan bantuan, sarana prasarana dan diakui ijazahnya.
2. Pembaharuan madrasah dan pesantren, baik pada aspek fisik maupun non fisik. Pada aspek fisik pembaharuan dilakukan pada peningkatan dan perlengkapan infrastruktur, sarana prasarana, dan fasilitas, seperti buku, perpustakaan, dan peraltan labolatorium. Adapun pada aspek nonfisik meliputi pembaharuan bidang kelembagaan, menejemen pengelolaan, kurikulum, mutu sumber daya manusia, proses belajar mengajar, jaringan Information Technology (IT), dan lain sebagainya. Pembaharuan Madrasah dan pesantren ini ditujukan agar selain mutu madrasah dan pesantren tidak kalah dengan mutu sekolah umum, juga agar para lulusannya dapat memasuki dunia kerja yang lebih luas.
3. Pemberdayaan pendidikan islam nonformal. Pada zaman orde baru pertumbuhan dan perkembangan pendidikan nonformal yang dilakasanakan atas inisiatif masyarakat mengalami peningkatan yang amat signifikan. Pendidikan islam nonformal tersebut antara lain dalam bentuk majlis taklim baik untuk kalangan masyarakat islam kelompok masyarakat biasa, maupun bagi masyarakat menengah ke atas.
4. Peningkatan atmosfer dan suasana praktik sosial keagamaan. Dalam kaitan ini, pemerintah orde baru telah mendukung lahirnya berbagai pranata ekonomi, sosial, budaya dan kesenian islam. Lahirnya Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Bank Mu’amalat Indonesia (BMI), Harian Umum Republika, Undang-Undang Peradilan Agama, Festival Iqbal, Bayt Al-Qur’an, dan lainnya adalah lahir pada zaman Orde Baru. Semua ini antara lain merupakan buah dari keberhasilan pembaharuan pendidikan islam sebagaimana tersebut di atas.
Beberapa faktor pendukung kemajuan pendidikan islam antara lain:
v Semakin membaiknya hubungan dan kerjasama anntara umat islam dan pemerintah.
v Semakin membaiknya ekonomi nasional.
v Semakin stabil dan amannya pemerintahan.
Dengan adanya kebijakan politik pemerintah Reformasi kehidupan masyarakat segala bidang kehidupan mengalami perbedaan yang sangat signifikan dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Dengan dibukanya keran demokrasi yang bebas dan bertanggung jawab , pada era Reformasi ini setiap lembaga penyiaran atau mass media memiliki kebebasan berbicara secara lebih luas.
Selain Ulama-Ulama NU , ulama yang berasal dari Muhammadiyah dan generasi muda Masyumi yang turut andil dalam pembentukan partai. Mereka ada yang bergabung dengan PAN dan PBB. Pendukung PAN lebih banyak berasal dari Muhammadiyah,sedangkan PBB ingin membangkitkan kembali perjuangan Masyumi. Para mahasiswa dan halqah kampus turut mendirikan partai Islam , yaitu Partai Keadilan (belakangan PKS) yang menarik sebagian ulama yang merupakan alumnus Timur Tengah.
Kehadiran ulama dalam politik seharusnya berdampak positif, dalam pengertian memberikan sumbangan bagi terciptanya bangunan struktur politik yang bermoral, karena ulama adalah simbol moral. Namun ketika Ulama sudah terpolarisasi sedemikian rupa, sehingga sering antara seorang ulama dengan ulama lain saling berhadapan dan membela partainya masing-masing.[2]
Pada dasarnya seluruh kebijakan yang lahir pada zaman orde baru, termaasuk dalam bidang pendidikan, di arahkan pada upaya menopang pembangunan dalam bidang ekonomi yang ditopang oleh stabilitas ekonomi dengan pendekatan sentralistik, monoloyalitas, dan monopoli. Kebijakan dalam bidang politik selanjutnya bisa di lihat sebagai berikut:
1. Masuknya pendidikan islam ke dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini dimulai dengan lahirnya Surat Keputusan Bersama Tiga Mentri (SKB 3 M), yaitu Mentri Pendidikan Nasional, Mentri Agama, dan Mentri dalam Negri. Di dalam SKB 3 Mentri tersebut antara lain dinyatakan bahwa lulusan madrasah dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan umum dan sebaliknya, berhak mendapatkan bantuan, sarana prasarana dan diakui ijazahnya.
2. Pembaharuan madrasah dan pesantren, baik pada aspek fisik maupun non fisik. Pada aspek fisik pembaharuan dilakukan pada peningkatan dan perlengkapan infrastruktur, sarana prasarana, dan fasilitas, seperti buku, perpustakaan, dan peraltan labolatorium. Adapun pada aspek nonfisik meliputi pembaharuan bidang kelembagaan, menejemen pengelolaan, kurikulum, mutu sumber daya manusia, proses belajar mengajar, jaringan Information Technology (IT), dan lain sebagainya. Pembaharuan Madrasah dan pesantren ini ditujukan agar selain mutu madrasah dan pesantren tidak kalah dengan mutu sekolah umum, juga agar para lulusannya dapat memasuki dunia kerja yang lebih luas.
3. Pemberdayaan pendidikan islam nonformal. Pada zaman orde baru pertumbuhan dan perkembangan pendidikan nonformal yang dilakasanakan atas inisiatif masyarakat mengalami peningkatan yang amat signifikan. Pendidikan islam nonformal tersebut antara lain dalam bentuk majlis taklim baik untuk kalangan masyarakat islam kelompok masyarakat biasa, maupun bagi masyarakat menengah ke atas.
4. Peningkatan atmosfer dan suasana praktik sosial keagamaan. Dalam kaitan ini, pemerintah orde baru telah mendukung lahirnya berbagai pranata ekonomi, sosial, budaya dan kesenian islam. Lahirnya Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Bank Mu’amalat Indonesia (BMI), Harian Umum Republika, Undang-Undang Peradilan Agama, Festival Iqbal, Bayt Al-Qur’an, dan lainnya adalah lahir pada zaman Orde Baru. Semua ini antara lain merupakan buah dari keberhasilan pembaharuan pendidikan islam sebagaimana tersebut di atas.
Beberapa faktor pendukung kemajuan pendidikan islam antara lain:
v Semakin membaiknya hubungan dan kerjasama anntara umat islam dan pemerintah.
v Semakin membaiknya ekonomi nasional.
v Semakin stabil dan amannya pemerintahan.
Dengan adanya kebijakan politik pemerintah Reformasi kehidupan masyarakat segala bidang kehidupan mengalami perbedaan yang sangat signifikan dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Dengan dibukanya keran demokrasi yang bebas dan bertanggung jawab , pada era Reformasi ini setiap lembaga penyiaran atau mass media memiliki kebebasan berbicara secara lebih luas.
Komentar
Posting Komentar