Proses Lahirnya Sekularisasi dan perkembangannya.

Proses Lahirnya Sekularisasi dan perkembangannya.

Sekularisme atau proses sekularisasi berasal dari pengalaman sejarah eropa. Hal ini berarti pemisahan secara bertahap” hampir semua aspek kehidupan dan pemikiran dari perkumpulan-perkumpulan dan tujuan-tujuan kependetaan”, suatu proses yang berkembang di Inggris  pada abad ke enam belas dengan peralihan kekuasaan politik dari arena keagamaan ke negara dan dalam kasus hukum dari kehakiman yang religius ke sekular.[1]
Faktor lain yang menyebabkan sekularisasi di Barat tumbuh subur adalah dalam teks injil tertulis “Biarlah kaisar mengurus yang menjadi bagiannya dan Allah mengetahui apa yang menjadi tugasnya”.[2]
Dalam pengalaman sejarah Eropa yang sangat bervariasi, proses sekularisasi hidup bersamaan dengan intensifikasi keagamaan pada tingkat persolan dan rakyat. Beberapa sosiolog berpendapat bahwa variasi-variasi ini  mengindentifikasikan adanya mitologi sekularisme yang mengasumsikan adanya pada abad klasik, yang kemudian di trasnformasikan ke dalam abad sekuler; mereka berpendapat  bahwa aspek-aspek  sekularisme  dan religiusitas hidup berdampingan, dan masih tetap hingga kini. Sekularisme tidak berarti  merosotnya arti penting agama, baik pada masa praindustri maupun masa industri. Praktek dan kepercayaan agama sebagai iman, semakin tebal dan bukan semakin luntur selama sekularisari negara dan kemudian -menyusul revolusi Prancis dan Revolusi Industri.[3]
Sekularisasi  merupakan sebuah proses yang panjang. Paradigma sekularisasi bukanlah sebuah konsep yang sederhana. Seorang sosiolog steve bruce dalam karyanya  God is Dead  : Sekularization in the West  menjelaskan proses sekularisasi itu dimulai dari reformasi protestan lalu turun kepada relativisme, pembagian dalam bagian-bagian (compartmentalization) dan kebebasan pribadi (privatization). Bruce juga menyentuh kekuatan-kekuatan yang berlawanan dengan sekularisasi, ketika itu agama menjadi macet disebabkan etnis, nasionalisme atau modernisasi itu sendiri dan atas beberapa kesalahpahaman umum sekitar paradigma sekularisasi yang menduganya dengan penyebaran ateisme.[4]
Ketegasan-ketegasan sekularisasi oleh para ahli-ahli sosiolog terkemuka terletak pada beberapa teori penting sebagai berikut :
1. Auguste Comte (1798-1857), seorang sosiolog dari perancis mengemukakan konsep yang dikenal dengan hukum tiga tahap (the law of three stages) yang berisikan tahap-tahap perkembangan pikiran manusia : (a)  tahap teologis ialah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia  ini mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di atas  manusia (b) tahap metafisis, pada tahap ini manusia percaya bahwa gejala-gejala di dunia ini disebabkan. Manusia belum berusaha untuk mencari sebab dan akibat gejala-gejala tersebut (c) tahap positif, merupakan tahap dimana manusia telah sanggup untuk berpikir secara ilmiah. Pada tahap ini berkembanglah ilmu pengetahuan.[5]
2. Karl Marx (1818-83), menyatakan agama sebagai candu masyarakat.[6]
3. Emile Durkheim (1858-1917), menyatakan agama sebagai fungsi social.  Ia percaya agama sebagai sistem kognitif adalah salah   dan    bahwa     manusia
mendapatkan kebenaran melalui   alam dan ilmu-ilmu social.[7]
4. Max Weber (1864-1920) bahwa kemoderenan berlandaskan rasio bukan agama karena agama telah mengecewakan dunia.[8]
  1. Bryan Wilson, seorang sosiolog modern menyatakan bahwa kemoderenan berdasarkan kepada rasional dan sosial.[9]
Para ahli sosiologi mengkaji hubungan antara agama dan perubahan sosial. Adayang berpendapat bahwa agama menghambat perubahan sosial. Pandangan ini tercermin dalam ucapan marx “bahwa agama adalah candu masyarakat”, menurutnya karena ajaran agamalah maka rakyat menerima begitu saja nasib buruk mereka  dan tidak tergerak untuk berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan. Pandangan ini ditentang oeh sosiolog yang lain yang menunjukkan bahwa dalam masyarakat kaum agama merupakan kaum revolusioner yang memimpin gerakan sosial untuk mengubah masyarakat.  Contoh yang dapat diajukan untuk mendukung pendapat demikian ialah antara lain ; berbagai gerakan perlawanan kaum ulama di tanah air terhadap penjajahan Belanda, kepeloporan para rohaniawan Katolik di Polandia terhadap rezim komunis  dan gerakan para Ayatullah yang berhasil menjatuhkan rezim Shah di Iran.
Dalam banyak masyarakat, perubahan sosial sering diiringi dengan gejala sekularisasi,[10]yang oleh sebagian sosiolog seperti Giddens didefenisikan sebagai proses melalui mana agama kehilangan pengaruhnya terhadap berbagai sendi kehidupan manusia dan oleh sosiolog lain seperti Light, Keller dan Calhoun didefenisikan sebagai proses melalui mana perhatian manusia dan institusinya semakin tercurahkan   pada hal duniawi dan perhatian terhadap hal yang bersifat ruhaniah semakin berkurang. Para ahli sosiolog mengemukakan bahwa proses ini seringkali memancing reaksi  dari kalangan agama, yang dapat berbentuk perlawanan maupun penyesuaian diri.
Banyak penyebab perubahan sosial, antara lain; ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan penggunaannya oleh masyarakat, komunikasi dan transformasi, urbanisasi, perubahan/peningkatan harapan dan tuntutan manusia (rising demands) yang semuanya ini mempengaruhi dan mempunyai akibat terhadap masyarakat  yaitu perubahan masyarakat  melalui kejutan dan karenanyalah terjadi perubahan sosial  yang  disebut rapid social change.[11]
Akhinya yang harus kita lakukan bagaimana menggunakan seluruh infrastruktur atau fasilitas yang timbulkan oleh perubahan tadi tidak sampai menyebabkan ketergantungan kita terhadap agama putus begitu saja dan membawanya  kepada arah sekularisasi. Namun justru sebaliknya masuknya suatu budaya, menjadi khasanah penghayatan tersendiri untuk lebih mempertegas terhadap kebenaran-kebenaran agama, baik secara dogmatis maupun rasional karena memang sebagaimana disimpulkan Bruce bahwa sekularisasi tidak digerakkan oleh science  ataupun rasionalitas tetapi bagaimanapun disebabkan oleh pembedaan (diversity) dan pilihan masing-masing individu. [12]
Beberapa Negara Islam yang Sekuler
1.       Kesultanan Turki Usmaniyah
Turki Usmaniyah sebagai kekuasaan birokrasi telah melembagakan otoritas sipil maupun agama dalam administrari negara dan dalam pribadi penguasa, sultan atau khalifah. Selama abad kesembilan belas, gerakan modernisari di seponsori oleh negara  menciptakan institusi sekular yang bertujuan memperkenalkan  metode belajar, sistem hukum, dan teknik-teknik militer Barat. Institusi-institusi ini, dan para elit yang menjalankannya, tidak merusak organisasi-organisasi Muslim serupa sebagai penggati mereka; yang terakhir ini tetap hidup  untuk memenuhi kkebutuhan-kebutuhan penduduk Muslim. Proses reformasi ini di sebut Tanzimat atau proses reorganisasi- mendapat perlawanan sepanjang abad. Jika  Turki tidak  menerima peradaban Eropa secara utuh, Turki tidak akan pernah memerdekakan dirinya dari intervensi dan pengawasan eropa serta akan kehilangan harga dirinya, hak-haknya dan bahkan kemerdekaannya.[13] 
2.      Dunia Arab
Berbagai bentuk pemerintahan berlangsung di Dunia Muslim Arab, berkisar dari Negara Arab Saudi yang beridiologi Wahhabiyah hingga rezim sosialis sekular di Irak dan Suriah. Arab Saudi- karena hubungan yang sudah berlangsung dua abad antara keluarga Sa’ad dan gerakan reformis Wahhabiyah, memproklamasikan dirinya sebagai negara Islam. Secara teknis, penguasa-penguasanya merupakan pejabat-pejabat sekular yang memerintah sesuai dengan syariat sebagaimana ditafsirkan oleh para ulama.
3.      Asia Selatan dan Tenggara
Mayoritas penduduk Muslim dunia tinggal di Asia Selatan dan Tenggara, terbentang dari Pakistan hingga Indonesia. Wilayah ini mempunyai kondisi giografis dan politik  yang sangat beragam serta adanya kelompok-kelompok agama dan etnis yang harus diakomodasi oleh ummat Islam itu sendiri. Hal khususnya terjadi di India dan Malaysia  yang telah memilih untuk mengintensifkan identitas-identitas nasional keagamaan sebagai lawan terhadap idiologi sekular, terutama di India, tempat gerakan sempalan Hindu telah meningkatkan tekanan pada tahun-tahun terakhir ini. Setelah kemerdekaannya, Indiamemproklamirkan diri sebagai negara demokrasi sekular dengan identitas keagamaan tersembunyi dalam ikatan bersama nasionalisme India.
4.      Iran
Satu-satunya masyarakat Muslim yang kini di perintah oleh petugas-petugas agama dan hukum Islam adalah Iran; Sudan secara prinsip adalah negara Islam,dan banyak oposisi terhadap pelaksanaan syariat. Pengalama Iranmenunjukkan kelemahan konsep negara-nasional Sekular dalam suatu masyarakat yang penguasa-penguasa tradisional telah melaksanakan kontrol langsung terhadap seluruh negara. Bagi kebanyakan rakyat Iran, nasionalisme Iranmempunyai nuansa keagamaan. Kegagalan revolusi 1906 karena intrik Inggris -Rusia dan Syah, tidak menghapuskan ingatan ide-ide tersebut. Kemunculan Dinasti Pahlavi pada 1925 dibentuk oleh Kolone Reza Syah yang berusaha menyamai Mustafa Kemal Atururk dan menciptakan negara Sekular dari atas tidak juga dapat menghapuskan ide-ide itu.periode Pahlevi (1925-1979) merupakan periode Sekular ketika upaya-upaya untk memaksakan tatanan modernisasi negara pada akhirnya menyulut perlawanan massa yang dimotori oleh tokoh-tokoh agama syiah yang otoritasnya belum pernah secara penuh ditumpas. Sekularisme  sebagai suatu yang  diimpor   dari asing dihubungkan degan Amerika yang berlangsuung secara gradual terhadap Iran dan terhadap penguasa kedua Pahlavi, Muhammad Reza Syah.[14]



[1]John L.Esposito.Loc.cit.
[2]Muhammad Arkoun.Islam Modernitas (Jakarta: Paramadina, 1998), hlm. 78
[3]E.J. Hobsbawm. The Age of Revolution,1889-1948 (New York,1962), hlm. 272
[4] Steve Bruce, God Is Dead : Sekulerization in the West, direview oleh Danny Lee dalam .www. Gougle.com\Danny lee.com-2002.hlm.1
[5] Alan Adridge, Religion in the Contemporary World : a Sociological Introduction (England: Polity Press, 2000),hlm. 57. Lihat pula Soerjono Soekanto, Sosiologi : Suatu Pengantar (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2002), , Cet ke-34,  hlm. 398
[6] Alan Adridge, Op.cit, hlm. 60
[7] Ibid., hlm. 62
[8] Ibid., hlm. 66
[9] Ibid., hlm.  73
[10] sekulerisasi adalah kepercayaan bahwa agama tidak harus terlibat dengan kebiasaan sosial dan aktifitas politik, lihat Editor Team dan Consultans, Cambridge International Dictionary of English (USA : Cambridge University Press, 1995), hlm. 1281
[11] Rohadi Abdul fatah, Sosiologi Agama, Cet I (Jakarta : Titian Kencana Mandiri, 2004), hlm.102
[12] Steve Bruce,Op.cit.,hlm. 4
[13]John L.Esposito.Op.cit., hlm. 130.lihat. Harun Nasution. Pembaharuan dalam Islam;Sejarah Pemikiran dan Gerakan(Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 97-104
[14] Ibid. hlm. 134

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat-syarat al-Jarh dan al-Ta’dil

Tafsir bi al-ra`yi al-madzmum,

mimpi Habib Umar bin hafidz, pertanda apa?