Prosedur Penetapan al-Jarh dan al-Ta’dil

A.    Prosedur Penetapan al-Jarh dan al-Ta’dil
Ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para Ulama ahli al-jarhwa al-ta’dil yang digunakan sebagai prosedur penetapan al-jarh wa al-ta’dil, yaitu:
  1. Jujur dan tuntas dalam memberikan penilaian. Mereka akan menyebutkan sifat positif maupun negatif perawi. Sebagai contoh perkataan Muhammad ibn Sirin: “Sungguh engkau berbuat zalim kepada saudaramu, bila engkau hanya menyebutkan keburukan-keburukannya tanpa menyebutkan kebaikan-kebaikannya”.
  2. Kecermatan dalam meneliti dan menilai. Dengan mencermati pernyataan-pernyataan Ulama tentang al-jarh wa al-ta’dil kita bisa menemukan kecermatan mereka dalam meneliti dan kedalaman pengetahuan mereka tentang seluk beluk perawi yang mereka kritik.
  3. Mematuhi etika al-jarh wa al-ta’dil dalam menyatakan penilaian tidak akan keluar dari etika penelitian ilmiah. Ungkapan paling keras yang mereka kemukakan adalah “Fulan Wadhdha” (Fulan tukang palsu), “Fulan kadzdzb” (Fulan tukang dusta), “Fulan Yaftari al-Kadziba Ala ash-Shahabat ra.” (Fulan membuat kedustaan atas diri sahabat ra.) atau ungkapan-ungkapan lain yang mereka berikan untuk orang yang memalsukan hadits.
  4. Secara global menta’dil dan secara rinci dalam mentajrih. Dari ungkapan-ungkapan Imam-Imam al-jarh wa al-ta’dil kita bisa melihat bahwa mereka tidak menyebutkan sebab-sebab ta’dil mereka terhadap para perawi. Karena  sebab-sebab ta’dil sangat banyak, sehingga sulit bagi seseorang untuk menyebut seluruhnya. Berbeda dengan al-jarh yang umumnya mereka menjelaskan sebabnya, seperti sering lupa, menerima secara lisan saja, sering salah, kacau hafalannya, tidak kuat hafalannya, dusta, fasik dan lain-lain. Karena dianggap cukup menyebut satu sebab untuk mengkritik sifat adilnya atau daya hafalannya. Mayoritas Ulama menerapkan prinsip semacam ini. Karena jarh hanya diperbolehkan demi kepentingan membedakan antara yang tsiqah dan yang dha’if.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat-syarat al-Jarh dan al-Ta’dil

Tafsir bi al-ra`yi al-madzmum,

mimpi Habib Umar bin hafidz, pertanda apa?