Peran Dewan Syariah

Peran Dewan Syariah
Suatu hal yang spesifik bagi perbankan syariah adalah; adanya kedudukan Dewan Syariah. Dewan Syariah terbagi dua, pertama; Dewan Syariah yang bertugas di kantor pusat Bank dengan nama “Dewan Pengawas Syariah” (DPS). DPS menjadi bahagian yang independen dari organisasi suatu Bank Syariah dan berkedudukan di Kantor Pusat Bank. DPS berfungsi mengawasi kegiatan usaha Bank agar sesuai dengan syariah. Dalam pelaksanaan tugasnya mengawasi pelaksanaan operasional sesuai syariah DPS tunduk kepada Fatwa-fatwa yang disusun Dewan Syariah Nasional.
Kedua; Dewan Syariah Nasional sebagai lembaga yang dibentuk oleh Majlis Ulama Indonesia (MUI), untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah.[1]
Dengan adanya fungsi Dewan Syariah Nasional ini, maka standardisasi prinsip syariah dapat diatur secara nasional melalui fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional.[2] Selanjutnya masing-masing DPS di kantor Banknya masing-masing  akan mengawasi pelaksanaan sesuai pedoman yang disusun didalam fatwa. Disamping itu DPS akan menangani permasalah syariah yang timbul didalam internal Bank maupun hubungannya dengan nasabah Bank. Namun demikian DPS tidak berwenang mengeluarkan fatwa dan tidak dibenarkan merekomendasikan pemasaran produk maupun jasa yang belum difatwakan DSN.
Kedudukan DSN maupun DPS ini, diatur pada Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004 Tentang Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah yang merupakan pengganti dari Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR  tahun 1999. 
Pada Pasal 1 ayat 9 dan 10 Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004 diatur  sbb:
Pasal 1 ayat 9
Dewan Syariah Nasional adalah dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

Pasal 1 ayat 10
Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang melakukan pengawasan terhadap prinsip syariah dalam kegiatan usaha Bank.

Pasal 27
(1) Tugas, wewenang dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah antara lain meliputi:
a. memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional Bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN;
b. menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional, dan produk yang dikeluarkan Bank;
c. memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional Bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi Bank;
d. mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN;
e. menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurangkurangnya setiap 6 (enam) bulan kepada Direksi, Komisaris, Dewan Syariah Nasional dan Bank Indonesia.

Menurut hemat penulis adanya lembaga Dewan Syariah yang berperan mengawasi Perbankan Syariah dan menerbitkan fatwa-fatwa yang dibutuhkan dalam kaitan dengan operasional Bank adalah sangat bijaksana. Dapat dibayangkan apabila berbagai ketentuan produk fiqh dituangkan dalam Undang-undang maupun peraturan pelaksanaannya secara terperinci, maka perbankan menjadi sangat terikat dengan ketentuan yang ada dan sukar bergerak cepat mengikuti dinamika yang ada pada sektor keuangan. Dengan adanya DSN, maka berbagai hal yang timbul dapat segera dicarikan pemecahannya melalui rapat DSN yang tidak melibatkan protokoler sebagaimana yang terjadi pada lembaga legislative.







[1] Terdapat beberapa pedoman kerja bagi Dewan Syariah  yaitu;  Keputusan DSN No. 01 tahun 2000 tentang pedoman dasar dewan Majelis Ulama Indonesia, Keputusan DSN No. 02 Tentang Pedoman Rumah Tangga DSN, Keputusan No. 03 Tentang petunjuk pelaksanaan penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah pada Lembaga Keuangan Syariah
[2] Sampai dengan November tahun 2003, DSN telah menerbitkan sebanyak 40 fatwa menyangkut Perbankan, Pasar Uang maupun Asuransi. Lihat Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi Kedua, 2003, diterbitkan atas kerjasama Dewan Syariah Nasional MUI Bank Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat-syarat al-Jarh dan al-Ta’dil

Tafsir bi al-ra`yi al-madzmum,

mimpi Habib Umar bin hafidz, pertanda apa?