Pengakuan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah

Pengakuan Kegiatan Usaha Berdasarkan  Prinsip Syariah
Didalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 ini telah diakui bahwa bank dapat beroperasi dengan dengan Prinsip Syariah, disamping sistem konvensional yang  sudah ada, sesuai bunyi pasal 1 ayat 3 dan 4;
Ayat 3
Bank Umum adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Ayat 4
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannnya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Penegasan Prinsip Syariah sebagai Aturan Perjanjian Sesuai Hukum Islam

Pasal 1 ayat 13 menguraikan Prinsip Syariah serta bentuk-bentuk kegiatan sesuai syariah sbb:

Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak lain (ijarah wa iqtina’)

Sesuai kedudukannya sebagai Undang-undang maka uraian yang ada didalamnya  bersifat umum, ringkas dan suple. Sejalan dengan Stuffen theori dari Kelsen, bahwa sistem hukum pada hakikatnya merupakan sistem hirarkis yang tersusun dari peringkat terendah hingga tertinggi. Hukum yang lebih rendah harus berdasar, bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan hukum yang diatasnya. Semakin tinggi kedudukan hukum dalam peringkatnya, semakin abstrak dan umum sifat norma yang dikandungnya. Sebaliknya semakin rendah peringkatnya semakin nyata dan operasional sifat norma yang dikandungnya.
Penjabaran atas undang-undang No. 10 tahun 1998 ini dituangkan dalam peraturan pelaksanaannya, yaitu Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tahun 1999 Tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, yang kemudian telah digantikan dengan  Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004 Tentang Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
Rincian kegiatan usaha Bank Umum Syariah diatur  pada pasal 36  dan 37 seperti berikut ini.

Pasal 36
Bank wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam melakukan kegiatan usahanya yang meliputi:
a. melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi, antara lain:
1. giro berdasarkan prinsip wadi’ah;
2. tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah dan atau mudharabah; atau
3. deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah;
b. melakukan penyaluran dana melalui :
1. prinsip jual beli berdasarkan akad antara lain:
 a) murabahah; b) istishna; c) salam;
2. prinsip bagi hasil berdasarkan akad antara lain:
 a) mudharabah; b) musyarakah;
3. prinsip sewa menyewa berdasarkan akad antara lain:
 a) ijarah; b) ijarah muntahiya bittamlik;
4. prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh;
c. melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan akad antara lain:
1. wakalah; 2. hawalah;  3. kafalah; 4. rahn.
d. membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) berdasarkan prinsip syariah;
e. membeli suratberharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
f.   menerbitkan surat berharga berdasarkan prinsip syariah;
g. memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah berdasarkan prinsip syariah;
h.  menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah;
i.  menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadi’ah yad amanah;
j.  melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah;
k.   memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan prinsip syariah;
l.    memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsip syariah;
m. melakukan kegiatan usaha kartu debet, charge card berdasarkan prinsip syariah;
n. melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan akad wakalah;
o. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan Bank sepanjang disetujui oleh Bank Indonesiadan mendapatkan fatwa Dewan Syariah Nasional.



Pasal 37
(1) Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Bank dapat pula :
a.  Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan akad sharf;
b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain dibidang keuangan berdasarkan prinsip syariah seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan;
c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip syariah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
d. bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
(2) Bank syariah dalam melaksanakan fungsi sosial dapat bertindak sebagai penerima dana sosial antara lain dalam bentuk zakat, infaq, shadaqah, waqaf, hibah dan menyalurkannya sesuai syariah atas nama Bank atau lembaga amil zakat yang ditunjuk oleh pemerintah.

Meskipun Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004 lebih merinci unsur-unsur syariah dalam operasional Perbankan, namun Peraturan ini tidaklah melakukan kodifikasi sebagaimana pada kitab-kitab fiqh. Uraian yang ada sangat umum bahkan tidak memberikan definisi yang memadai terhadap jenis-jenis produk perbankan apalagi mencantumkan rukun dan syarat sebagaimana layaknya dalam literatur fiqh. Pertanyaan yang timbul adalah; Bagaimana standard prinsip syariah dapat dijalankan oleh perbankan syariah, jika pedoman dalam bentuk undang-undang tidak memberikan batasan yang memadai ?. Pertanyaan ini akan terjawab dengan menelusuri peran Dewan Syariah pada Perbankan Syariah sebagaimana diuraikan pada bahasan berikut ini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat-syarat al-Jarh dan al-Ta’dil

Tafsir bi al-ra`yi al-madzmum,

mimpi Habib Umar bin hafidz, pertanda apa?