Nikah Beda Agama Menurut Jaringan Islam Liberal
Perkawinan beda agama bukan hanya merupakan problem yang terjadi antar pemeluk agama yang berbeda, akan tetapi dalam satu agama pun merupakan problem yang dari dulu belum terpecahkan. Dalam Islam sendiri terjadi banyak perbedaan pendapat tentang hukum pernikahan lintas agama ini. Dalam hal ini JIL yang berpa ndangan dengan dasar relativisme kebenaran agama dan kemaslahatan, tidak mempermasalahkan perkawinan antara seorang Muslim dengan non-Muslim, baik laki-laki maupun perempuan.
Ulil Abshar Abdalla, koordinator JIL mengatakan bahwa larangan pernikahan lintas agama sudah tidak relevan lagi. Menurutnya, Alquran juga tidak pernah secara tegas melarang hal itu, karena Alquran menganut pandangan universal tentang martabat manusia yang sederajat, tanpa melihat perbedaan agama. Segala produk hukum Islam klasik yang membedakan kedudukan orarg Islam dan non - Islam harus diamandemen berdasarkan prinsip kesederajatan universal dalam tataran kemanusiaan.
Larangan kawin beda agama adalah bersifat kontekstual. Pada zaman Nabi, motivasi larangan kawin beda agama itu lebih dipengaruhi oleh kondisi umat Islam, waktu itu umat Islam masih sedikit dan lemah, dan sedang berusaha memperbanyak dan memperkuat umat, jika waktu itu perkawinan beda agama diperkenankan bisa-bisa umat Islam akan habis ditelan orang kafir (non-muslim) ditengah pengaruh mereka yang masih dominan.
Hal lain yang tidak kalah rumitnya adalah hukum kawin beda agama. Dalam banyak kasus di masyarakat kita masih muncul resistensi yang begitu besar terhadap kawin beda agama. Umumnya dalam persoalan halal dan haramnya kawin antar umat beragama, para ulama selalu berpegang pada ayat-ayat Alquran seperti yang dikutip di bawah ini:
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran” (QS Al-Baqarah: 221)
Ayat-ayat di atas termasuk ayat madaniyah yang pertama kali turun dan membawa pesan khusus agar orang-orang Muslim tidak menikahi wanita musyrik dan sebaliknya. Imam Muhammad al-Razi dalam al-Tafsir wa Mafatih al-Ghalib sebagaimana dikutip dalam buku Fikih Lintas Agama, menyebut ayat tersebut sebagai ayat-ayat permulaan yang secara eksplisit menjelaskan hal-hal yang halal (ma yuhallu) dan hal-hal yang dilarang (ma yuhramu). Dan menikahi orang musyrik merupakan salah satu perintah Tuhan dalam kategori haram dan dilarang.
Ayat tersebut tidaklah dapat secara langsung dijadikan sebagai alasan untuk mengharamkan menikah dengan non-muslim secara umum, karena ketidaktegasan tunjukkan siapa sebenarnya yang dimaksud dengan musyrik tersebut. Ditambahkan lagi, bahwa pada sisi lain ada ayat lain yang lebih dapat menjadikan sebagai pedoman karena memiliki ketegasan makna yang terkandung di dalamnya sebagai berikut:
Orang-orang kafir dari ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Karena itu perlu diidentifikasi mengenai siapa sebenarnya yang dikategorikan oleh Alquran sebagai orang musyrik, yang kemudian haram dikawini oleh orang-orang Islam. Dikatakan musyrik bukan hanya mempersekutukan Allah tapi juga tidak mempercayai salah satu dari kitab-kitab samawi, baik yang telah terdapat penyimpangan ataupun yang masih asli, disamping tidak seorang nabi dari nabi-nabi dan salah satu kitab dari kitab-kitab samawi, baik sudah terjadi penyimpangan pada mereka dalam bidang akidah atau amalan. Sedangkan yang disebut orang-orang mukmin adalah orang-orang yang percaya dengan risalah Nabi Muhammad baik mereka lahir dalam Islam ataupun kemudian memeluk Islam, yang berasal dari ahli kitab atau kaum musyrik, ataupun dari agama mana saja.
Pandangan yang memasukkan non-muslim sebagai musyrik ditolak dengan beberapa alasan berikut:
Dalam sejumlah ayat lainnya Alquran membedakan antara orang-orang musyrik dengan ahli kitab (Kristen dan Yahudi).
Larangan menikahi “musyrik”, karena dikhawatirkan wanita musyrik atau laki-laki musyrik memerangi orang Islam.
Dalam masyarakat Arab terdapat tiga kelompok masyarakat yang disebut sebagai kelompok lain (al-akhar), yaitu musyrik, Kristen dan Yahudi.
Alsan yang cukup fundamental tentang dibolehkannya nikah beda agama, terutama dengan non-muslim, yaitu ayat yang berbunyi:
“ Pada hari Ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu Telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. barangsiapa yang kafir sesudah beriman (Tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi. (QS Al-Maidah : 5).[7]
Ulil Abshar Abdalla, koordinator JIL mengatakan bahwa larangan pernikahan lintas agama sudah tidak relevan lagi. Menurutnya, Alquran juga tidak pernah secara tegas melarang hal itu, karena Alquran menganut pandangan universal tentang martabat manusia yang sederajat, tanpa melihat perbedaan agama. Segala produk hukum Islam klasik yang membedakan kedudukan orarg Islam dan non - Islam harus diamandemen berdasarkan prinsip kesederajatan universal dalam tataran kemanusiaan.
Larangan kawin beda agama adalah bersifat kontekstual. Pada zaman Nabi, motivasi larangan kawin beda agama itu lebih dipengaruhi oleh kondisi umat Islam, waktu itu umat Islam masih sedikit dan lemah, dan sedang berusaha memperbanyak dan memperkuat umat, jika waktu itu perkawinan beda agama diperkenankan bisa-bisa umat Islam akan habis ditelan orang kafir (non-muslim) ditengah pengaruh mereka yang masih dominan.
Hal lain yang tidak kalah rumitnya adalah hukum kawin beda agama. Dalam banyak kasus di masyarakat kita masih muncul resistensi yang begitu besar terhadap kawin beda agama. Umumnya dalam persoalan halal dan haramnya kawin antar umat beragama, para ulama selalu berpegang pada ayat-ayat Alquran seperti yang dikutip di bawah ini:
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran” (QS Al-Baqarah: 221)
Ayat-ayat di atas termasuk ayat madaniyah yang pertama kali turun dan membawa pesan khusus agar orang-orang Muslim tidak menikahi wanita musyrik dan sebaliknya. Imam Muhammad al-Razi dalam al-Tafsir wa Mafatih al-Ghalib sebagaimana dikutip dalam buku Fikih Lintas Agama, menyebut ayat tersebut sebagai ayat-ayat permulaan yang secara eksplisit menjelaskan hal-hal yang halal (ma yuhallu) dan hal-hal yang dilarang (ma yuhramu). Dan menikahi orang musyrik merupakan salah satu perintah Tuhan dalam kategori haram dan dilarang.
Ayat tersebut tidaklah dapat secara langsung dijadikan sebagai alasan untuk mengharamkan menikah dengan non-muslim secara umum, karena ketidaktegasan tunjukkan siapa sebenarnya yang dimaksud dengan musyrik tersebut. Ditambahkan lagi, bahwa pada sisi lain ada ayat lain yang lebih dapat menjadikan sebagai pedoman karena memiliki ketegasan makna yang terkandung di dalamnya sebagai berikut:
Orang-orang kafir dari ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Karena itu perlu diidentifikasi mengenai siapa sebenarnya yang dikategorikan oleh Alquran sebagai orang musyrik, yang kemudian haram dikawini oleh orang-orang Islam. Dikatakan musyrik bukan hanya mempersekutukan Allah tapi juga tidak mempercayai salah satu dari kitab-kitab samawi, baik yang telah terdapat penyimpangan ataupun yang masih asli, disamping tidak seorang nabi dari nabi-nabi dan salah satu kitab dari kitab-kitab samawi, baik sudah terjadi penyimpangan pada mereka dalam bidang akidah atau amalan. Sedangkan yang disebut orang-orang mukmin adalah orang-orang yang percaya dengan risalah Nabi Muhammad baik mereka lahir dalam Islam ataupun kemudian memeluk Islam, yang berasal dari ahli kitab atau kaum musyrik, ataupun dari agama mana saja.
Pandangan yang memasukkan non-muslim sebagai musyrik ditolak dengan beberapa alasan berikut:
Dalam sejumlah ayat lainnya Alquran membedakan antara orang-orang musyrik dengan ahli kitab (Kristen dan Yahudi).
Larangan menikahi “musyrik”, karena dikhawatirkan wanita musyrik atau laki-laki musyrik memerangi orang Islam.
Dalam masyarakat Arab terdapat tiga kelompok masyarakat yang disebut sebagai kelompok lain (al-akhar), yaitu musyrik, Kristen dan Yahudi.
Alsan yang cukup fundamental tentang dibolehkannya nikah beda agama, terutama dengan non-muslim, yaitu ayat yang berbunyi:
“ Pada hari Ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu Telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. barangsiapa yang kafir sesudah beriman (Tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi. (QS Al-Maidah : 5).[7]
Jadi, soal pernikahan laki-laki non-muslim dengan wanita muslim merupakan wilayah ijtihadi dan terikat dengan konteks tertentu, diantara konteks dakwah Islam pada saat itu. Yang mana jumlah umat Islam tidak sebesar saat ini, sehingga pernikahan antar agama merupakan sesuatu yang terlarang.
Pemikiran seperti ini didasarkan kepada semangat yang dibawa oleh Alquran itu sendiri, yaitu:
1. Bahwa pluralitas agama merupakan sunnatullah yang tidak bisa dihindarkan. Tuhan menyebut agama-agama samawi dan mereka membawa ajaran amal yang saleh sebagai orang yang akan bersama-Nya di surga nanti. Bahkan perkawinan beda agama dapat dijadikan ruang sebagai sarana antar penganut agama lain saling berkenalan secara lebih dekat.
2. Kedua, tujuan dari dilangsungkannya pernikahan adalah untuk membangun tali kasih dan tali sayang.
3. Semangat yang dibawa Islam adalah pembebasan, bukan belenggu dan tahapan-tahapan yang dilakukan oleh Alquran sejak larangan pernikahan dengan orang musyrik, lalu membuka jalan dengan ahli kitab adalah merupakan sebuah tahapan evolusi.
Pemikiran seperti ini didasarkan kepada semangat yang dibawa oleh Alquran itu sendiri, yaitu:
1. Bahwa pluralitas agama merupakan sunnatullah yang tidak bisa dihindarkan. Tuhan menyebut agama-agama samawi dan mereka membawa ajaran amal yang saleh sebagai orang yang akan bersama-Nya di surga nanti. Bahkan perkawinan beda agama dapat dijadikan ruang sebagai sarana antar penganut agama lain saling berkenalan secara lebih dekat.
2. Kedua, tujuan dari dilangsungkannya pernikahan adalah untuk membangun tali kasih dan tali sayang.
3. Semangat yang dibawa Islam adalah pembebasan, bukan belenggu dan tahapan-tahapan yang dilakukan oleh Alquran sejak larangan pernikahan dengan orang musyrik, lalu membuka jalan dengan ahli kitab adalah merupakan sebuah tahapan evolusi.
Komentar
Posting Komentar