Masa Pemurnian dan Penyempurnaan Penulisan Hadis (Abad ke 3 H)
Masa Pemurnian dan Penyempurnaan Penulisan Hadis (Abad ke 3 H)
Menurut ahli Hadis, yang menjadi masalah pokok yang menyebabkan keterlambatan sampai seratus tahun lebih dalam pembukuan Hadis adalah karena hanya mengikuti pendapat populer di kalangan mereka tanpa meneliti sumber-sumber yang menunjukkan bahwa Hadis sudah dibukukan pada masa yang lebih awal.[1]Sedangkan sebab lain kenapa hadis belum disusun dan dibukukan pada masa sahabat dan tabi'in dikarenakan adanya larangan Nabi dalam shahih Muslim, khawatir akan bercampur dengan Alquran, sebab lain hafalan mereka sangat kuat dan mereka juga cerdas, di samping umumnya mereka tidak dapat menulis. Baru pada masa akhir tabi'in, Hadis-hadis Nabi disusun dan dibukukan.
Masa pemurnian dan penyempurnaan Hadis berlangsung sejak pemerintahan al-Ma'mun sampai awal pemerintahan al-Muqtadir dari khalifah Dinasti Abbasiyah. Ulama-ulama Hadis memusatkan pemeliharaan pada keberadaan Hadis, terutama kemurnian Hadis Nabi saw, sebagai antisipasi mereka terhadap kegiatan pemalsuan Hadis yang semakin marak.[2] Dalam setiap ajaran agama bagi para pemeluknya, tentunya sangat bervariasi dalam mengamalkan ajaran itu sendiri. Ini sesuai dengan kondisi sejauh mana pemahaman mereka tentang agama serta pengaruh yang dapat mengubah pola pikir seseorang menjadi taat, fanatik, atau acuh tak acuh. Perkembangan ilmu pengetahuan sudah dimulai pada abad ke-2 dengan lahirnya para imam mujtahid di berbagai bidang fikih dalam ilmu kalam. Perselisihan dan perbedaan pendapat di kalangan imam mujtahid menjadi khazanah ilmu yang terus dikembangkan dan dihargai, tetapi lain halnya yang dipahami oleh para pengikut imam tersebut. Dikarenakan faktor ingin benar dan menang sendiri maka pendapat ulama lainnya dianggap tidak benar. Fanatik menjadi ciri khas mereka yang akhirnya menciptakan Hadis-hadis palsu dalam rangka mendukung mazhabnya dan menjatuhkan mazhablawannya.
Kegiatan pemalsuan Hadis mengalami masa yang begitu lama, sejak dari pemerintahan al-Ma'mun, al-Mu'tasim dan Wastiq, yang mereka sangat mendukung kaum Mu'tazilah. Momentum pertentangan mazhab juga dimanfaatkan oleh kaum kafir Zindiq yang memusuhi Islam untuk menciptakan Hadis-hadis palsu dan menyesatkan kaum muslimin dan tidak ketinggalan para pengarang cerita juga memanfaatkan setuasi tersebut. Ulama Mu'tazilah tidak saja mempengaruhi pikiran khalifah untuk bertindak keras terhadap ahli Hadis, bahkan mereka melepaskan umpat dan caci maki kepada ahli Hadis serta menuduh ahli Hadis bodoh dan dungu.[3]
Oleh sebab itu para ulama berupaya agar pelestarian yang berbentuk Hadis dapat terus dipertahankan dan diabadikan tentunya dengan menyeleksi satu demi satu Hadis yang telah masuk ataupun penemuan baru yang hubungan keakuratannya adalah bisa dipertanggungjawabkan serta memang benar-benar datang dari Nabi saw. Maka para ulama melakukan kunjungan ke daerah-daerah untuk menemui para perawi Hadis yang jauh dari pusat kota . Di antara mereka adalah Imam Bukhari yang telah melakukan perjalanan selama 16 tahun dengan mengunjungi kota Mekkah, Madinah dan kota-kota lain. Seterusnya mereka juga melakukan pengklasifikasian Hadis yang disandarkan kepada Nabi (marfu'), dan yang disandarkan kepada para sahabat (mawquf), serta yang disandarkan kepada tabi'in (maqthu'), serta penyeleksian Hadis kepada Hadis Shahih, Hasan, dan Dha'if.
Adapun bentuk penyusunan kitab Hadis pada periode ini adalah:
1. Kitab Shahih, kitab ini hanya menghimpun Hadis-hadis Shahih, sedangkan yang tidak Shahih tidak dimasukkan kedalamnya. Yang termasuk dalam kitab shahih adalah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
2. Kitab Sunan, di dalam kitab ini selain dijumpai hadis-hadis Shahih,juga dijumpai Hadis yang berkualitas Dha'if dengan syarat tidak terlalu lemah dan tidak munkar. Yang termasuk dalam kitab ini antara lain Sunan Abi Dawud, Sunan at Turmudzi, Sunan al Nasa’I dan Sunan ibn Majah.
3. Kitab Musnad, di dalam kitab ini dijumpai Hadis-hadis disusun berdasarkan urutan kabilah, seperti mendahulukan Bani Hasyim dari yang lainnya, ada yang menurut urutan lainnya seperti huruf hijaiyah dan lain sebagainya. Yang termasuk kitab ini adalah Musnad Ahmad ibn Hanbal.
Penyusunan ketiga bentuk kitab Hadis tersebut merupakan kebutuhan untuk menyeleksi bahwa Hadis tersebut bersumber atau murni dari Nabi SAW dengan sanad dan perawi yang dapat dipertanggung jawabkan, dengan otentesitas Hadis tersebut maka Hadis tersebut dapat dijadikan sumber hukum dan hujjah sekaligus.
Komentar
Posting Komentar