Kupas tuntas HAM dalam Perspektif Islam
Ada anggapan bahwa manusia (dalam Islam) tidak memiliki Hak-hak melainkan hanya kewajiban-kewajiban pandangan ini tentu saja keliru, dalam penelitian A. K. Brohi mengatakan “Dalam totalitas Islam kewajiban manusia kepada Allah mencakup juga kewajibannya kepada setiap Individu yang lain, Maka secara paradoks hak-hak individu itu dilindungi oleh segala kewajiban dibawah hukum Ilahi, Sebagai mana suatu negara secara bersama-sama dengan rakyatnya harus tunduk kepada hukum Ilahi, yang berarti negara harus melindungi hak-hak individual”.Kewajiban yang diperintahkan kepada umat manusia dibawah petunjuk Ilahi dibagi kepada dua katagori yaitu Huququ al-Allah (Hak-hak Allah) dimana manusia diwajibkan untuk memenuhinya. Dan Huququ al- ‘Ibad (Hak-hak Manusia) yang meliputi Huququ al-Nasi li-nafsihi (Hak manusia atas diri sendiri) dan Huququ al-Nasi li-ghairihi (Hak-hak orang lain).
Pakar Islam dalam siasah Islamiah mengatakan bahwa “Terbentuknya Hak Asasi Manusia menurut Islam adalah harus sesuai dengan kerangka politik Islam yang dilandasi kepada tiga prinsip dasar yaitu Tauhid(ke Esaan Allah), Risalah(Kerasulan) dan Khalifah (kepempinan)”.Ketiga sistem tersebut didukung oleh Deklerasi Kairo tahun 1990 yang menyatakan bahwa semua hak-hak dan kebebasan yang telah dirumuskan dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) tunduk pada Syari’at Islam, Islam memberikan hak yang Absolut jika kemashlahatan umum menghendaki demikian dan dia membatasi jika suatu keadaan membatasinya.
Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa Tujuan Shayariat Islam adalah untuk mewujudkan kemashlahatan hamba dunia dan akhirat jika keluar dari itu maka hukum tersebut tidak dapat dinamakan Hukum Islam.Dalam rangka mewujudkan kemashlahatan tersebut para ulama Ushul Fiqh merumuskan tujuan syariat Islam kedalam lima misi (Maqashid al-Syari’ah / Maqashid al-Khamsah) yakni memelihara Agama, Jiwa, Aqal, Keturunan dan Harta.semua misi ini wajib dipelihara oleh siapapun dan kapanpun untuk melestarikan dan menjamin terwujudnya Hak Asasi Manusia.
Dengan demikian Islam sangat menghargai Hak Asasi Manusia dan melarang semua bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia tidak terkecuali hak untuk hidup sehingga Islam melarang pembunuhan dalam segala bentuknya apakah pembunuhan langsung, tak langsung atau pembunuhan bersama-sama. Menurut Abu Suja’ Ahmad bin Husaini bin Ahmad al-Safihany, hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku tindak kriminal ataupun tindak pidana yang menyebabkan kepada pelanggaran hak hidup seseorang ini disesuaikan dengan jenis pembunuhan yang dilakukannya. Menurut beliau jenis pembunuhan dan ketentuan hukuman ini dibagi kepada tiga katagori:
1. ‘Amdan M’ahdhan (Pembunuhan yang disengaja)
Said Sabiq dalam kitabnya Fikih Sunnahnya, menjelaskan bahwa membunuh secara sengaja adalah: pembunuhan oleh seseorang mukallaf terhadap seseorang yang darahnya dilindungi, dengan memakai alat yang pada kebiasaannya alat tersebut dapat membuat orang mati. Pelaku pembunuhan yang model ini Islam memberikan hukuman Qishas (membunuh kembali si pembunuh), apabila pelaku pembunuhan mendapat ampunan dari pihak keluarga (Wali) si terbunuh, Islam menetapkan hukuman Diat Mughaladhah Hallah (tebusan yang diberatkan secara tunai
2. Khatha’an M’ahdhan(pembunuhan yang tidak ada unsur kesengajaan atau pembunuhan kesalahan)
Syeh Muhammad Ali al-Sabuny menjelaskan dalam tafsirnya, bahwa pembunuhan karena kesalahan itu ada dua macam:
a. misalnya seseorang bermaksud hendak melempar seseorang musyrik atau sekedar anjing, ternyata mengenai seorang Mukmin hingga mati.
b. Diduga orang Musyrik, karena dia memakai lambang kemusyrikan. Lalu dibunuhnya orang itu padahal dia orang Muslim
Yang pertama disebut kesalahan dalam perbuatan. Sedangkan yang kedua kesalahan dalam tujuan, pembunuhan model ini tidak wajib tidak wajib dikenai hukuman Qishas tetapi hanya diberi sangsi membayar Diat Mukhaffafah Mu’ajjalah (Tebusan yang ringan secara angsuran) tiga kali angsuran selama tiga tahun.
3. ‘Amdan Khath’an (Pembunuhan mirip kesengajaan atau setengah sengaja)
Menurut Imam al-Syafi’I dan abu Hanifah serta kebanyakan jumhur Ahli fiqh, pembunuhan mirip kesengajaan adalah sengaja dalam melakukannya. Tetapi memakai sarana yang pada ghalibnya tidak mematikan, seperti memakai tongkat kecil, melempar kerikil, menampar dengan tangannya. Dengan cambuk atau dengan lainnya. Pembunuhan cara yang ketiga ini Islam memberikan sangsi hukuman Diat Mughaladhah Mu’ajjalah(tebusan yang diberatkan secara angsuran) yang dibayar tiga kali angsuran dalam tiga tahun.
Dengan ketentuan hukuman yang telah disebutkan diatas Islam memerintahkan umatnya untuk menghormati hak ini walaupun terhadap hak bayi yang masih dalam kandungan (rahim) Ibunya, Rasul sendiri pernah menunda Hukuman mati terhadap seorang wanita karena untuk melindungi Hak Sijabang Bayi yang masih dalam kandungan begitu pula yang menyangkut hak hidup pribadi
Komentar
Posting Komentar