antara kekuatan da'i atau pendengar

Antara Kekuatan Da’i atau Pendengar
1.      Saya tidak sedang mengikuti ceramah yang sedang berlangsung di mesjid, tapi berada di rumah yang tidak jauh. Saya masih ingat sampai sekarang apa yang disampaikan da’i pada waktu itu padahal tidak sengaja mendengar dan ketika itu masih duduk tingkaat sekolah dasar. Ceramah itu berisi dialog  antara Ali Bin Abi Thalib dengan Penantangnya tentang keutamaan  ilmu atau harta. Sampai sekarang materi ceramah itu mudah saya ingat dan saya sampaikan kepada masyarakat.
2.      Ceramah dilaksankan di Madrasah Nahdlatul Ulama Simangambat Kecamatan Siabu. Penceramahnya KH. Zubeir Ahmad dari Padangsidimpuan. Sambil berjalan pulang melintasi jalan raya, sayup-sayup saya mendengar beliau berceramah. Satu hal yang mudah saya ingat sampai sekarang dan dapat saya maknai sebagai suatu hal yang penting, yaitu menganalogikan ilmu agama dengan angka satu(1) dan ilmu lainnya masing-masing dengan angka nol (0). Jika ilmu agama dipelajari lebih dahulu berarti letaknya dipangkal, dan jika ditambah dengan satu ilmu lain berarti nilai ilmu itu sudah menjadi sepuluh. Dan jika ditambah satu ilmu lagi  menjadi seratus (100). Dan jika ditambah satu lagi akan bertambah angka nol di belakangnya satu. Demikian seterusnya. Akan tetapi jika angka satu (1)  diletakkan di belakang angka nol (0), maka nilai nol tersebut tetap nilai nol(0).
Saya tidak tahu apakah karena kekuatan da’i menyampaikan dakwahnya atau karena antusias pendengarnya. Dalam kesempatan lain saya pernah menjadi khatib di suatu Masjid di Medan. Di antara jemaah itu ada yang saya kenal dan mengenal saya. Dia lebih muda dari saya tapi pendidikannya lebih tinggi dari saya, dia juga aktif sebagai penceramah. Selesai sholat kami berbicara ringan, Jamaah yang cerdas itu mengatakan tidak dapat” menyimpulkan” isi khutbah saya. Selanjutnya menyarankan kepada saya agar pakai teks atau catatan jika berkhutbah. Sampai di sini dapat kita pahami bahwa pemahaman antara da’i dengan pendengar tidak selalu mudah tersambung dan sesuai. Dimata saya jam’ah tidak perlu disalahkan  karena jama’ah itu hasil binaan ustad dan da’i nya dan jika da’i nya belum berhasil, berarti  da’i itulah yang harus belajar lagi.
Tugas da’i adalah bagaimana mengupayakan agar orang mau mendengar, siap mendengar, konsentrasi mendengar, dan cerdas mendengar. Tugas pendengar adalah mengosongkan cangkirnya untuk menerima, dan menampung tetesan, atau curahan informasi, argumentasi dan pesan yang disampaikan oleh da’i sehingga berhasil menampung keseluruhannya.

C.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat-syarat al-Jarh dan al-Ta’dil

Tafsir bi al-ra`yi al-madzmum,

mimpi Habib Umar bin hafidz, pertanda apa?