ANAK BERBAKAT DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Anak berbakat adalah anak yang memiliki kemampuan alami yang menonjol dibandingkan dengan kemampuan teman sebayanya. Kemampuan tersebut bisa diperoleh sejak lahir dan bisa diperoleh sejak usia muda sesuai dengan tingkat perkembangannya. Bakat diperoleh sejak lahir biasanya bakat tersebut menurun dari salah satu orang tuanya. Pernahkah melihat seorang anak mahir dalam bermain piano? Atau pernahkah melihat satu keluarga mahir dalam bidang olahraga? Itulah contoh bakat, suatu potensi yang diperoleh sejak lahir.
Bakat juga dapat diperoleh sejak usia muda sesuai tingkat perkembangan, seperti anak usia 5 tahun sudah mampu membaca dengan lancar, anak kelas 1 SD sudah memahami pelajaran kelas 4 SD, dan fenomena anak berbakat yang sedang booming saat ini adalah anak usia 13 tahun telah menemukan aliran listrik di pohon kedondong. Bakat-bakat tersebut dimiliki ketika anak usia muda. Anak akan terlihat mempunyai kemampuan lebih dalam suatu hal dibandingkan dengan anak-anak seusianya.
Dalam dunia pendidikan, anak berbakat menjadi sorotan penting dalam mengembangkan potensi peserta didik. Bakat yang mereka miliki dapat meningkatkan kualitas mutu lembaga pendidikan dan mengharumkan nama sekolah. Tidak hanya itu, melalui bakat yang mereka miliki mampu meringankan perekonomian keluarga dalam mengatasi biaya pendidikan. Namun, tidak jarang ditemui anak berbakat mempunyai kelakuan yang tidak kurang menyenangkan. Anak berbakat cenderung terlihat menyendiri, sulit bergaul dengan teman sebayanya, dan memiliki tingkat keaktifan yang cukup tinggi. Sebagai orang tua ataupun guru tak sepantasnya memberi kesimpulan bahwa anak seperti itu buruk, nakal, bodoh dan tak berguna. Tetapi sebaliknya, pendidik memberikan arahan, bimbingan, motivasi untuk menggali potensi dibalik kekurangan anak tersebut.
Banyak anak yang tidak menyadari bakat yang mereka miliki. Untuk itu, orang tua atau orang terdekat harus jeli mengenali bakat yang dimiliki oleh anak. Diperlukan intensi hubungan orang tua dengan guru melalui pola interaksi untuk mengarahkan bakat dan minat anak sesuai tingkat perkembangannya, sehingga bakat dan minat anak terus mengalir hingga kelak ia dewasa. Jika anak sudah tertarik dengan bakat yang dimiliki dan berminat melakukannya, disitulah bakat dan minat berkembang dengan baik.
Dalam konteks psikologi, bakat merupakan kemampuan seseorang yang alami berasal dari panggilan jiwanya. Kemampuan tersebut didasarkan dari ketertarikan seseorang akan suatu objek, misalnya gitar. Seseorang tertarik dengan gitar, lalu dia senang memainkannya. Setiap hari dia bermain, semakin lihai tangannya memetik gitar tersebut. Dari situlah timbul bakatnya, didasarkan dari minat dan panggilan jiwa orang tersebut. Namun, bakat yang timbul bisa saja hilang bila tidak diasah dengan baik atau berhenti untuk mendukung bakat tersebut. Hal ini biasanya disebabkan oleh lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan kerja. Banyaknya rutinitas yang harus dikerjakan mampu menghalangi terbentuknya bakat yang baik.
Dari ruang lingkup keluarga, dorongan dari orang-orang terdekat sangat mempengaruhi bakat seseorang. Sebagai contoh, anak memiliki bakat melukis, namun karena orang tuanya tidak berbakat di bidang tersebut, maka orang tua kurang partisipasi untuk meningkatkan bakat anak tersebut dan bahkan mengajak anak menekuni bakat orang tua. Secara tak sadar dan terpaksa anak lebih banyak belajar sesuai dengan keinginan orang tuanya, bukan berdasarkan panggilan jiwanya.
Atas dasar itu, psikologi pendidikan yang merupakan aplikasi temuan-temuan psikologi ke dalam pendidikan perlu menaruh perhatian khusus kepada anak berbakat melalui lembaga pendidikan. Dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan/potensi peserta didik. Sudah saatnya orang tua, guru maupun psikolog yang terlibat dalam lembaga pendidikan melakukan deteksi untuk menggali, menemukan dan memahami bakat dan minat anak, ikut andil dalam mendukung bakat dan minat anak agar terasah sejak dini yang memberikan arah dan tujuan hidup anak di masa depan.
Komentar
Posting Komentar