3 Jenis Kualitas hadis menurut ulama hadis
1. Hadits Shahih
Sahih menurut bahasa lawan dari kata saqim sakit.. Hadits Shahih menurut para ulama adalah “hadits yang sanadnya sambung, dikutib oleh orang yang adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasullah S.A.W, atau kepada sahabat, atau kepada tabi’in, bukan hadits yang syadz (kontroversial) dan terkena ‘illat, yang menyebabkan cacat dalam penerimaannya”.
Kriteria hadits shahih yang telah dirumuskan oleh para ulama adalah sebagai berikut:
i. Sanad hadits tersebut harus bersambung.
ii. Perawinya adalah adil.
iii. Perawinya adalah dhabith, yaitu memiliki ketelitian dalam menerima hadits.
iv. Bahwa hadits yang diriwayatkan tersebut tidak syadz, artinya hadits tersebut tidak menyalahi riwayat perawi yang lebih tsiqat dari padanya.
v. Bahwa hadits yang diriwayatkan tersebut selamat dari I’llat yang merusak.
2. Hadits Hasan
Hadits hasan yaitu hadits yang memiliki sifat musyabahat dari lafadh “al hasan” artinya yang baik, yang bagus. Imam Turmudzi mendefinisikan sebagai berikut: “hadits yang sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh dusta, tidak terdapat kejanggalan pada matannya dan hadits itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan maknanya”.
Jumhur muhaditsin mendefinisikan: “hadits yang dinuklilkan oleh seorang yang adil (tetapi) tidak begitu kokoh ingatannya, bersambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan pada matannya”.
Dengan demikian, kriteria hadits hasan ada lima, yaitu:
i. Sanad hadits tersebut harus bersambung.
ii. Perawinya adalah adil.
iii. Perawinya mempunyai sifat dhabith, namun kualitasnya lebih rendah (kurang) dari yang dimiliki oleh perawi hadits shahih.
iv. Bahwa hadits yang diriwayatkan tersebut tidak syadz.
v. Bahwa hadits yang diriwayatkan tersebut selamat dari ‘ilat yang merusak.
3. Hadits Da’if
Artinya: “Hadis daif adalah hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadis sahih, dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadis hasan”.
Kata da’if pada lughah artinya ajij atau lemah, yaitu hadits yang lemah atau tidak kuat.
An-Nabawi mendefinisikan dengan: “hadits yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shahih dan syarat-syarat hadits hasan”.Mayoritas ulama menyatakan bahwa sunnah hukumnya dalam amal-amal yang utama saja, namun harus disertai tiga syarat yang telah dijelaskan oleh al-Hafidh Ibnu Hajjar, antara lain:
a. Da’ifnya tidak keterlaluan.
b. Hadits da’if itu harus masuk dibawah pokok yang yang dikerjakan.
c. Ketika mengamalkannya tidak mempercayai ketetapannya, tetapi hanya mempercayai melalui hatinya.
Kriteria hadits da’if:
i. Terputusnya hubungan antara satu perawi dengan perawi lainnya dalam sanad hadits tersebut, yang seharusnya bersambung.
ii. Terdapat cacat dalam diri salah satu perawi atau matan dari hadits tersebut.
Komentar
Posting Komentar