bukti keaslian Alquran fakta-fakta historis yang tidak bisa dipungkiri oleh ummat lain
Keaslian yang tak dapat disangsikan lagi telah memberi kepada Alquran suatu kedudukan istimewa di antara kitab-kitab Suci, kedudukan itu khusus bagi Quran, dan tidak dibarengi oleh kitab-kitab lain.
Perbedaan-perbedaan yang memisahkan wahyu terakhir daripada kedua wahyu sebelumnya, pada pokoknya tidak terletak dalam "waktu turunnya" seperti yang sering ditekankan oleh beberapa pengarang yang tidak memperhatikan hal-hal yang terjadi sebelum kitab suci Yahudi Kristen dibukukan, dan hal-hal yang terjadi sebelum pembukuan Alquran, mereka juga tidak memperhatikan bagaimana Alquran itu diwahyukan kepada Nabi Muhammad.
Selain daripada itu kita harus membedakan antara Alquran, Wahyu tertulis, daripada Hadits jami' kumpulan riwayat, tentang perbuatan dan kata-kata Nabi Muhammad. Beberapa sahabat Nabi telah mulai mengumpulkannya segera setelah Nabi Muhammad wafat. Dalam hal ini, dapat saja terjadi kesalahan-kesalahan yang bersifat kemanusiaan karena para penghimpun Hadits adalah manusia-manusia biasa; akan tetapi kumpulan-kumpulan mereka itu kemudian disoroti dengan tajam oleh kritik yang sangat serius, sehingga dalam prakteknya, orang lebih percaya kepada dokumen yang dikumpulkan orang, lama setelah Nabi Muhammad wafat.
Sebagaimana halnya dengan teks-teks Injil, Hadits mempunyai autentisitas yang berlainan, dari satu pengumpul kepada pengumpul yang lain. Sebagaimana hal Injil, tak ada sesuatu Injil yang ditulis pada waktu Yesus masih hidup (karena semuanya ditulis lama sesudah Nabi Isa meninggal) maka kumpulan Hadits juga dibukukan setelah (Nabi Muhammad meninggal).
Bagi Alquran, keadaannya berlainan. Teks Alquran atau Wahyu itu dihafalkan oleh Nabi dan para sahabatnya, langsung setelah wahyu diterima, dan ditulis oleh beberapa sahabat-sahabatnya yang ditentukannya. Jadi, dari permulaan, Alquran mempunyai dua unsur autentisitas tersebut, yang tidak dimiliki Injil. Hal ini berlangsung sampai wafatnya Nabi Muhammad. Penghafalan Alquran pada zaman manusia sedikit sekali yang dapat menulis, memberikan kelebihan jaminan yang sangat besar pada waktu pembukuan Alquran secara definitif, dan disertai beberapa regu untuk mengawasi pembukuan tersebut.
Wahyu Alquran telah disampaikan kepada Nabi Muhammad oleh malaikat Jibril, sedikit demi sedikit selama lebih dari 20 tahun. Wahyu yang pertama adalah yang sekarang merupakan ayat-ayat pertama daripada surat nomor 96. Kemudian Wahyu itu berhenti selama 3 tahun, dan mulai lagi berdatangan selama 20 tahun sampai wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 632 M.; dapat dikatakan bahwa turunnya Wahyu berlangsung 10 tahun sebelum Hijrah (622) dan 10 tahun lagi sesudah Hijrah.
Professor Hamidullah mengatakan dalam Pengantar yang dimuat dalam terjemahan Alquran bahwa isi dari wahyu pertama adalah "penghargaan terhadap kalam sebagai alat untuk pengetahuan manusia" dan dengan begitu maka menjadi jelas bagi kita "perhatian Nabi Muhammad untuk menjaga kelangsungan Alquran dengan tulisan."
Beberapa teks menunjukkan secara formal bahwa lama sebelum Nabi Muhammad meninggalkan Mekah untuk hijrah ke Madinah, ayat-ayat Quran yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad sudah dituliskan. Kita nanti akan mengetahui bahwa Alquran membuktikan hal tersebut.
Kita mengetahui bahwa Nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnya biasa menghafal teks-teks yang telah diwahyukan. Adalah tidak masuk akal jika Alquran menyebutkan hal-hal yang tidak sesuai dengan realitas, karena hal-hal itu mudah dikontrol disekeliling Muhammad yakni oleh sahabat-sahabat yang mencatat Wahyu tersebut.
Alquran sendiri memberitahukan bahwa penulisan Quran telah dilakukan semenjak Nabi Muhammad masih hidup. Kita mengetahui bahwa Nabi Muhammad mempunyai juru tulis-juru tulis banyak, di antaranya yang termashur adalah Zaid bin Tsabit.
Dalam pengantar dalam Terjemahan Alqurannya (197) Prof. Hamidullah melukiskan kondisi waktu teks Alquran ditulis sampai Nabi Muhammad wafat. Sumber-sumber sepakat untuk mengatakan bahwa tiap kali suatu fragmen daripada Alquran diwahyukan, Nabi memanggil seorang daripada para sahabat-sahabatnya yang terpelajar dan mendiktekan kepadanya, serta menunjukkan secara pasti tempat fragmen baru tersebut dalam keseluruhan Alquran. Riwayat-riwayat menjelaskan bahwa setelah mendiktekan ayat tersebut, Muhammad minta kepada juru tulisnya untuk membaca apa yang sudah ditulisnya, yaitu untuk mengadakan pembetulan jika terjadi kesalahan. Suatu riwayat yang masyhur mengatakan bahwa tiap tahun pada bulan Ramadlan, Nabi Muhammad membaca ayat-ayat Alquran yang sudah diterimanya di hadapan Jibril. Pada bulan Ramadlan yang terakhir sebelum Nabi Muhammad meninggal, malaikat Jibril mendengarkannya membaca (mengulangi hafalan) Alquran dua kali. Kita mengetahui bahwa semenjak zaman Nabi Muhammad, kaum muslimin membiasakan diri untuk berjaga pada bulan Ramadlan dan melakukan ibadat-ibadat tambahan dengan membaca seluruh Alquran. Beberapa sumber menambahkan bahwa pada pembacaan Alquran yang terakhir di hadapan Jibril, juru tulis Nabi Muhammad yang bernama Zaid hadir. Sumber-sumber lain mengatakan bahwa di samping Zaid juga ada beberapa orang lain yang hadir.
Untuk pencatatan pertama, orang memakai bermacam-macarn bahan seperti kulit, kayu, tulang unta, batu empuk untuk ditatah dan lain-lainnya. Tetapi pada waktu yang sama Muhammad menganjurkan supaya kaum muslimin enghafalkan Alquran, yaitu bagian-bagian yang dibaca dalam sembahyang. Dengan begitu maka muncullah sekelompok orang yang dinamakan hafidzun (penghafal Alquran) yang hafal seluruh Alquran dan mengajarkannya kepada orang-orang lain.
Metoda ganda untuk memelihara teks Alquran yakni dengan mencatat dan menghafal ternyata sangat berharga. Tidak lama setelah Nabi Muhammad wafat (tahun 632 M.), penggantinya (sebagai Kepala Negara), yaitu Abu Bakar, Khalifah yang pertama, minta kepada juru tulis Nabi, Zaid bin Tsabit untuk menulis sebuah Naskah; hal ini ia laksanakan. Atas initiatif Umar (yang kemudian menjadi Khalifah kedua), Zaid memeriksa dokumentasi yang ia dapat mengumpulkannya di Madinah; kesaksian daripada penghafal Alquran, copy Alquran yang dibikin atas bermacam-macam bahan dan yang dimiliki oleh pribadi-pribadi, semua itu untuk menghindari kesalahan transkripsi (penyalinan tulisan) sedapat mungkin. Dengan cara ini, berhasillah tertulis suatu naskah Alquran yang sangat dapat dipercayai.
Sumber-sumber mengatakan bahwa kemudian Umar bin Khathab yang menggantikan Abu Bakar pada tahun 634 M, menyuruh bikin satu naskah (mushaf) yang ia simpan, dan ia pesankan bahwa setelah ia mati, naskah tersebut diberikan kepada anaknya perempuan, Hafsah janda Nabi Muhammad.
Khalifah ketiga, Uthman bin Affan yang menjabat dari tahun 644 sampai 655, membentuk suatu panitya yang terdiri daripada para ahli dan memerintahkan untuk melakukan pembukuan besar yang kemudian membawa nama Khalifah tersebut. Panitya tersebut memeriksa dokumen yang dibuat oleh Abubakar dan yang dibuat oleh Umar dan kemudian disimpan oleh Hafsah, panitya berkonsultasi dengan orang-orang yang hafal Alquran. Kritik tentang autentisitas teks dilakukan secara ketat sekali. Persetujuan saksi-saksi diperlukan untuk menetapkan suatu ayat kecil yang mungkin mempunyai arti lebih dari satu; kita mengetahui bahwa beberapa ayat Alquran dapat menerangkan ayat-ayat yang lain dalam soal ibadat. Hal ini adalah wajar jika kita mengingat bahwa kerasulan Muhammad adalah sepanjang dua puluh tahun.
Dengan cara tersebut di atas, diperolehlah suatu teks di mana urutan Surat-surat mencerminkan urutan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika membaca Qur-a:n di bulan Ramadlan di muka malaikat Jibril seperti yang telah diterangkan di atas.
Kita dapat bertanya-tanya tentang motif yang mendorong 3 Khalifah pertama, khususnya Uthman untuk mengadakan koleksi dan pembukuan teks. Motif tersebut adalah sederhana; tersiarnya Islam adalah sangat cepat pada beberapa dasawarsa yang pertama setelah wafatnya Nabi Muhammad. Tersiarnya Islam tersebut terjadi di daerah-daerah yang penduduknya tidak berbahasa Arab. Oleh karena itu perlu adanya tindakan-tindakan pengamanan untuk memelihara tersiarnya teks Alquran dalam kemurnian aslinya. Pembukuan Uthman adalah untuk memenuhi hasrat ini.
Uthman mengirimkan naskah-naskah teks pembukuannya ke pusat-pusat Emperium Islam, dan oleh karena itu maka menurut Professor Hamidullah , pada waktu ini terdapat naskah Alquran (mushaf) Uthman di Tasykent dan Istambul. Jika kita sadar akan kesalahan penyalinan tulisan yang mungkin terjadi, manuskrip yang paling kuno yang kita miliki dan yang ditemukan di negara-negara Islam adalah identik. Begitu juga naskah-naskah yang ada di Eropa. (Di Bibliotheque National di Paris terdapat fragmen-fragmen yang menurut para ahli, berasal dan abad VIII dan IX Masehi, artinya berasal dari abad II dan III Hijrah). Teks-teks kuno yang sudah ditemukan semuanya sama, dengan catatan ada perbedaan-perbedaan yang sangat kecil yang tidak merubah arti teks, jika konteks ayat-ayat memungkinkan cara membaca yang lebih dari satu karena tulisan kuno lebih sederhana daripada tulisan sekarang.
Surat-surat Alquran yang berjumlah 114, diklasifikasi menurut panjang pendeknya, dengan beberapa kekecualian. Oleh karena itu urutan waktu (kronologi) wahyu tidak dipersoalkan; tetapi orang dapat mengerti hal tersebut dalam kebanyakan
persoalan. Banyak riwayat-riwayat yang disebutkan dalam beberapa tempat dalam teks, dan hal ini memberi kesan seakan-akan ada ulangan. Sering sekali suatu paragraf menambahkan perincian kepada suatu riwayat yang dimuat di lain tempat secara kurang terperinci. Dan semua yang mungkin ada hubungannya dengan Sains modern, seperti kebanyakan hal-hal yang dibicarakan oleh Alquran, dibagi-bagi dalam Alquran dengan tidak ada suatu tanda adanya klasifikasi.
Komentar
Posting Komentar