Hukuman Homoseksual Menurut Pandangan Mazhab Syafi’i
A. Hukuman Homoseksual Menurut Pandangan Mazhab Syafi’i
Imam Syafi’i yang dikenal dengan pendiri Mazhab Syafi’i bernama Ibnu Idris Asy-Syafi’i Al-Qurasyiy. Beliau dilahirkan di Guzzah pada tahun 150 Hijriah bertepatan dengan tahun wafatnya Imam Abu Hanifah meskipun beliau dibawa ibunya ke Mekkah dan dibesarkan disana.
Nama beliau adalah Abu Abdillah Muhammad ibn Idris ibn Abbas ibn Syafi’i ibn Saib ibn Ubaid Ibn Yazid ibn Hasyim ibn Abdul Muththalib Ibn Abd.al-Manf Ibn Qushay al-Quraisyiy.Abd al-Manaf ibn Qushay kakek kesembilan dari Imam Syafi’i adalah Abd.Manaf ibn Qushay kakek keempat dari Nabi Muhammad SAW.Jadi nasab Imam Syafi’i bertemu dengan nasab Nabi Muhammad SAW.pada Abd Manaf.
Imam Syafi’i adalah seorang faqih yang membuat sebuah koridor bagi peran ra’yu (akal) dalam fiqh dan memberikan sebuah pemetaan dalam penggunaan qiyas
Fiqh Syafi’i adalah fiqh yang menggabungkan dua mazhab besar sebelumnya yaitu Mazhab Ahlul Hadis dan Mazhab Ahlul Ra’yi.
Dalam pola pemikiran dan faktor yang mempengaruhi Imam Syafi’i dalam menetapkan hukum Islam, dan pokok-pokok pemikiran beliau dalam mengistimbatkan hukum adalah:
1. Al-Qur’an dan Sunnah
Imam Syafi’i memandang Al-Qur’an dan Sunnah berada dalam satu martabat. Beliau menempatkan Al-Sunnah sejajar dengan Al-Qur’an, karena menurut beliau Sunnah itu menjelaskan Al-Qur'an, kecuali hadis ahad tidak sama nilainya dengan Al-Qur’an dan hadis mutawathir. Disamping itu, karena Al-Qur’an dan Sunnah keduanya adalah wahyu, meskipun kekuatan Sunnah secara terpisah tidak sekuat seperti Al-Qur’an.
2. Ijma’
Imam Syafi’i mengatakan bahwa ijma’ adalah hujjah dan ia menempatkan ijma ini sesudah Al-Qur’an dan Al-Sunnah sebelum qiyas. Imam Syafi’i menerima ijma sebagai hujjah dalam masalah-masalah yang tidak terangkat dalam Al-quran dan Sunnah.
3. Qiyas
Imam Syafi’i menjadikan qiyas sebagai hujjah dan dalil keempat setelah Al-Qur’an, Sunnah dan ijm’a dalam menetapkan hukum.
Mengenai karya-karya Imam Syafi’i, murid-muridnya serta penyebaran dan perkembangannya menurut Abu Bakr al-Baihaqy dalam kitabnya ahkam- Al-Qur’an, bahwa karya Imam Syafi’i baik dalam bentuk risalah maupun dalam bentuk kitab Al-Qadhi karya Imam Abu Hasan Ibn Muhammad al-Maruzy mengatakan bahwa Imam Syafi’i menyusun 113 buah kitab tentang tafsir, fiqh, adab dan lain-lain.
Ahli sejarah membagi kitab-kitab asy-Syafi’i ke dalam dua bagian yakni; pertama, dinisbatkan kepada Syafi’i sendiri seperti kitab Al-Umm dan Ar-Risalah, kedua, dinisbatkan kepada sahabat-sahabatnya seperti Mukhtasar-Al-Muzani dan Mukhtashar Al-Buaithi.
Masalah homoseksual, sebagaimana diketahui hal ini banyak terjadi dimasyarakat baik pada zaman dulu tepatnya zaman Nabi Luth maupun pada zaman sekarang . Hal ini dikarenakan kurangnya perhatian dari orang tua dan juga lingkungan disekelilingnya sehingga menimbulkan seseorang itu tidak terkontrol cara berfikir maupun tingkah lakunya sehingga menimbulkan sesuatu kecendrungan yang berbeda seperti dapat menimbulkan penyimpangan biologis yang melanggar fitrah manusia. Kemudian terhadap orang atau pelaku homoseksual dalam Islam ada hukuman yang dapat dijatuhkan kepadanya.
Mengenai hukuman terhadap pelaku homoseksual, Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa Pertama dihad sebagaimana had zina. Kedua pelaku homoseksual dikenakan hukum bunuh. Pernyataan itu tercantum dalam kitabnya Al-Muhazzab karya Imam al-Syirazi:
ومن فعل ذلك, وهو ممن يجب عليه حد الزنا- وجب عليه الحد, وفي حده قولان:
احدهما : وهو المشهور من مذهبه: انه يجب فيه ما يجب في الزنا, فان كان غير محصن, وجب عليه الجلد والتغريب, وان كان محصنا, وجب عليه الرجم. والقول الثاني: انه يجب قتل الفاعل والمفعول ,
Artinya: Dan siapapun yang melakukan itu, yaitu orang-orang yang diwajibkan atasnya had zina dan – wajib atasnya had, terkait dengan had itu ada dua pendapat: pertama: inilah pendapat yang masyhur dari mazhabnya: sesungguhnya wajib padanya had zina, jika pelakunya masih perjaka maka wajib atasnya didera dan dibuang, dan jika pelakunya sudah tidak perjaka lagi, maka wajib dirajam. kedua: pelakunya dan yang diperlakukan wajib dibunuh.
Pendapat Mazhab Syafi’i ini diperkuat dengan dalil:
لما روي ابو موسى الاشعري- رضي الله عنه- ان النبي صلي الله عليه وسلم قال: اذا اتى الرجل الرجل, فهما زانيان, واذا اتت المراة, فهما زاني
Artinya: Dari Abu Musa Al-Asya’ary ra. Bahwa Nabi saw bersabda : Jika seorang lelaki mendatangi lelaki lain, maka keduanya termasuk orang yang bezina.
Selain itu juga diperkuat lagi dengan dalil:
لما روى ابن عباس-رضي الله عنه- أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: من جدتموه يعمل عمل قوم لوط, فاقتلواالفاعل والمفعول به
Artinya: Dari Ibnu Abbas ra. bahwa nabi saw bersabda: barang siapa orang yang berbuat sebagaimana perbuatan kaum luth (homoseks), maka bunuhlah pelakunya dan yang diperlakukan.
Tentang hukuman homoseksual ini juga terlihat dalam firman Allah dan juga sependapat dengan yang dikatakan oleh Imam Syafi’i yaitu dalam surat Hud ayat
Artinya: Maka tatkala datang azab kami kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi. Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim.[
Negeri kaum Luth dalam ayat ini pada saat itu sedang maraknya terjadi hubungan dengan sesama jenis (homoseksual), Allah memberikan azab kepada mereka dengan berbagai macam siksaan dan orang-orang zalim itu Karena kezalimannya, mereka pasti mendapat siksa yang demikian.
Mengenai hukuman homoseksual sayyid sabiq juga menyebutkan:
يرى أصحاب الرسول الله عليه وسلم , والناصر, والقاسم بن ابراهم, والشافعى فى قول, أن حده القتل ولو كان بكرا, سواء كان فاعلا, أومفعولا به.
وذهب سعيد بن المسيب, وعطاء بن أبي رباح, والحسن, وقتادة, والنخعي, والثوري, والاءدلة الواردة في الزاني المحصن والبك
Artinya: Para sahabat Rasul, Nashir, Qasim bin Ibrahim dan Imam Syafi’i (dalam satu pendapat) mengatakan bahwa had terhadap pelaku homoseks adalah hukum bunuh, meskipun pelaku tersebut masih jejaka, baik ia yang mengerjakan maupun yang dikerjai.
Said bin Musayyab, Atha’ bin Abi Rabbah, Hasan, Qatadah, Nakha’i, Tsauri, Auza’i, Abu Thalib, Imam Yahya dan Imam Syafi’i (dalam satu pendapat), mengatakan bahwa pelaku homoseks harus dihadd sebagaimana had zina. Jadi pelaku homoseks yang masih jejaka dijatuhi hadd dera dan dibuang. Sedangkan pelaku homoseks yang muhshan dijatuhi hukum rajam
Kemudian didalam kitab fiqh Islam waadillatuhu juga sependapat:
وحد اللائط عند الشافعية: هو حد الزنا, فان كان اللائط محصنا,وجب عليه الرجم, وان كان غير محصن, وجب عليه الجلد والتغريب.
Artinya: Hukuman bagi pelaku homoseksual menurut Syafi’i: seperti hukuman zina, apabila pelakunya muhshan, wajib padanya dirajam, dan jika pelakunya perjaka, wajib padanya didera.
Lebih lanjut tentang hal ini sependapat dengan yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah :
مذهب الشا فعى: أن اللواط حكمه حكم الزنا, فيعاقب اللائط والملوط به بعقوبه الزنا, فمن كان محصنا رجم و من لم يكن محصنا
Artinya: Mazhab Syafi’i: sesungguhnya homoseksual itu hukumnya hukum zina, maka pelaku yang muhshan dirajam dan siapa pelakunya yang bukan muhshan didera.
Didalam kitab Fiqh ‘ala Al- Muzhibul al-Arba’ah juga dijelaskan:
المالكية والحنابلة, و في روية عند الشافعية قالو: ان حد اللواط الرجم با لحجارة حتى يموت, الفاعل والمفع]
Artinya: Malikiyah dan hanabilah dan diriwayat Syafi’iyah berkata: hukuman homoseksual adalah dirajam dengan batu sampai mati,pelaku itu dan yang diperlakukan.
B. Argumen/ Dalil yang digunakan
Dalil yang digunakan dalam masalah homoseksual menurut mazhab Syafi’i yaitu berupa al-quran dan Hadits diantaranya:Surat Hud ayat 82-83
Artinya: Maka tatkala datang azab kami, kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim.
Kemudian juga menggunakan hadits rasul:
لما روي ابو موسى الاشعري- رضي الله عنه- ان النبي صلي الله عليه وسلم قال: اذا اتى الرجل الرجل, فهما زانيان, واذا اتت المراة, فهما زانيتان.
Artinya: Dari Abu Musa Al-Asya’ary ra. Bahwa Nabi saw bersabda : Jika seorang lelaki mendatangi lelaki lain, maka keduanya termasuk orang yang bezina.
لما روى ابن عباس-رضي الله عنه- أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: من جدتموه يعمل عمل قوم لوط, فاقتلواالفاعل والمفعول به
Artinya: Dari ibnu abbas ra. bahwa nabi saw bersabda: barang siapa orang yanng berbuat sebagaimana perbuatan kaum luth (homoseks), maka bunuhlah pelakunya dan yang diperlakukan.
Dari dallil-dalil yang dikemukakan diatas dapat penulis simpulkan bahwa Imam Syafi’i dalam menentukan hukuman bagi pelaku homoseksual berdasarkan dalil nash Al-Quran dan Hadits nabi yaitu yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asya’ary dan ibnu abbas yaitu dengan menyatakan bahwa hukuman homoseksual ini hukumannya adalah dibunuh dan hukum sebagaimana hukuman zina.
C. Kerangka Pemikiran Imam Syafi’i terhadap Hukuman Homoseksual.
Iman Syafi’i dalam menentukan hukuman bagi pelaku homoseksual yaitu dengan berpatokan dengan Alquran dan juga Hadits Nabi. Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa menurut Syafi’i hukuman bagi pelaku homoseksual itu yang pertama dibunuh dan yag kedua dihad seperti had zina apabila pelakunya muhshan wajib padanya dirajam dan jika pelakunya perjaka maka wajib padanya didera.
Dari hukuman yang ditetapkan oleh Syafi’i diatas maka penulis dapat memahaminya yaitu bahwa pendapat Syafi’i yang mengatakan bahwa pelaku homoseksual itu hukumannya dibunuh, pendapat ini sesuai dengan kaidah syariat, yaitu pemberatan hukuman setiap kali perkara-perkara yang diharamkan itu semakin berat. Menyutubuhi orang yang tidak dihalalkan dalam keadaan apapun adalah lebih besar keharamannya daripada menyetubuhi orang yang dihalalkan pada sebagian kondisi, sehingga hukumnya lebih berat.
Kemudian hukuman pelaku homoseksual menurut Syafi’i yang kedua yaitu dihad sebagaimana had zina, hal ini penulis pahami, alasannya bahwa homoseksual itu sejenis dengan zina. Sebab homoseks memasukkan penis ke dalam anus lelaki. Dengan demikian, pelakunya termasuk dibawah keumuman dalil dalam masalah zina, baik bikr maupun muhshan.
Dalam suatu riwayat, Abu Bakar pernah mengumpulkan para sahabat Rasul untuk membahas persoalan homoseks. Diantara para sahabat Rasul yang paling keras pendapatnya adalah Ali bin Abi Thalib. Ia mengatakan : “Sebagaimana kalian ketahui, homoseks adalah perbuatan dosa yang belum pernah dilakukan umat manusia selain kaum Luth. maka pelakunya harus dibakar dengan api. Berdasarkan keterangan diatas, had yang dikenakan kepada pelaku homoseks adalah hukum bunuh. Akan tetapi para sahabat Rasul berbeda pendapat dalam menetapkan cara membunuhnya. Menurut Abu Bakar, pelaku homoseks dibunuh dengan pedang, kemudian dibakar. Demikian juga pendapat Ali Ibn Abi Thalib dan sebagian besar sahabat Rasul, seperti Abdullah ibn Zubair, Hisyam ibn Abdul Malik dan lainnya.
Komentar
Posting Komentar