Gadai: Antara Sistem Konvensional dan Sistem Syariah

Pengertian Gadai Konvensional

Istilah gadai berasal dari terjemahan dari kata pand (bahasa Belanda) atau pledge (bahasa Inggris). Pengertian gadai tercantum dalam pasal 1150 KUHPdt. Menurut kitab Undang-undang hukum perdata pasal 1150 disebutkan.
”Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelematkannya.
Pengertian gadai di atas sangat luas, tidak hanya mengatur tentang pembebanan jaminan atas barang bergerak, tetapi juga mengatur tentang kewenangan kreditur untuk mengambil pelunasannya dan mengatur eksekusi barang gadai apabila debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya.
Menurut H. Salim, bahwa yang diartikan dengan gadai adalah ”suatu perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur, dimana debitur menyerahkan benda bergerak kepada kreditur, untuk menjamin pelunasan suatu hutang gadai, ketika debitur lalai melaksanakan prestasinya”.
Mengutip pendapat Susilo, pengertian gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Sedangkan pengertian Perusahaan Umum Pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.
Berdasarkan ketentuan di atas, jelaslah bahwa dalam gadai ada kewajiban dari seorang calon nasabah atau calon debitur untuk menyerahkan barang bergerak yang dimilikinya sebagai jaminan pelunasan utang serta memberikan hak kepada si berpiutang (kantor pegadaian) untuk melakukan penjualan / pelelangan atas barang tersebut apabila ia (si debitur) tidak mampu menebus kembali barang dimaksud dalam jangka waktu telah ditentukan.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa gadai itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Terdapat barang-barang berharga bergerak dan bernilai ekonomis yang digadaikan.
  2. Nilai jumlah pinjaman tergantung nilai barang yang digadaikan
  3. Barang-barang yang digadaikan dapat ditebus / diambil kembali
  4. Apabila barang itu sampai dilelang, maka pembiayaan diambilkan dari barang yang dilelang dahulu, sebelum diberikan kepada orang yang menggadaikan
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa gadai (konvensional) adalah suatu hak yang diperoleh oleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seseorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang mempunyai utang. Seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang.

2. Pemberian Kredit oleh Perum Pegadaian

Pegadaian dalam menentukan besarnya jumlah pinjaman, maka barang jaminan perlu ditaksir terlebih dahulu. Untuk menaksir nilai jaminan yang dijaminkan, maka pegadaian memiliki ahli taksir yang dengan cepat menaksir, berapa nilai riil barang jaminan tersebut. Biasanya nilai taksiran lebih rendah dari nilai pasar. Hal ini dimaksudkan apabila terjadi kemacetan terhadap pembayaran pinjaman, maka dengan mudah pihak pegadaian melelang jaminan yang diberikan nasabah dibawah harga pasar.
Pada dasarnya, hampir semua barang bergerak dapat digadaikan di pegadaian. Namun ada juga barang-barang bergerak tertentu yang tidak dapat digadaikan. Barang-barang yang dapat digadaikan meliputi:
  • Barang-barang perhiasan: emas, perak, platina, intan, mutiara dan batu mulia
  • Kendaraan : mobil, sepeda motor, sepeda, dan lain-lain
  • Barang-barang elektronik: kamera, radio, tape recorder, TV dan lain-lain
  • Barang-barang rumah tangga : perlengkapan dapur, perlengkapan makan
  • Mesin-mesin
  • Tekstil
  • Barang lain yang dianggap bernilai oleh perum pegadaian

3. Bunga Gadai

Penyaluran pinjaman pegadaian kepada masyarakat dilakukan atas dasar hukum gadai. Biaya sewa modal (bunga) yang harus dibayarkan oleh nasabah kepada perum pegadaian adalah sangat bervariasi. Hal ini disebabkan karena tinggi rendahnya suku bunga tersebut disesuaikan dengan golongan barang gadai dan besarnya pinjaman yang diberikan.
Bunga gadai yang harus dibayarkan oleh nasabah kepada pegadaian tidak boleh lebih dari hitungan hari ke-15. Sebab apabila bunga terseut dibayarkan pada hari ke-16, besarnya bunga akan naik dua kali lipat setiap harinya (kelebihan 1 hari akan dihitung 15 hari). Misalnya seorang nasabah yang masuk dalam golongan A, terlambat satu hari dalam pembayaran bunganya, maka bunga yang harus dibayarkan 2 kali lipat, yaitu sebesar 1,5%. Begitu juga seterusnya apabila terjadi keterlambatan lagi di hari berikutnya.
berikutnya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat-syarat al-Jarh dan al-Ta’dil

Tafsir bi al-ra`yi al-madzmum,

mimpi Habib Umar bin hafidz, pertanda apa?