FIQIH MAQASHID SYARI’AH ( Studi terhadap pemikiran Yusuf Qardhawi )

Please subscribe ya sobat 
youtube.com/bolonzzzduhasimbolon


a) Maqashid al-Syari’ah menurut bahasa dan istilah

Maqashid al-syari’ah secara etimologi (bahasa) terdiri dari dua kata, yakni maqasid dan syari’ah.Maqashid, adalah bentuk jamak dari maqsủd, yang berarti “kesengajaan atau tujuan.”Syari’ah, secara bahasa berarti “jalan menuju air.”
Secara terminologis,Maqashid al-Syari’ahadalah tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum Islam dan menetapkan syari’at, karena segala sesuatu hal yang disyari’atkan allah didalam syari’at pasti mengandung tujuan dan maksud yang akan kembali kepada kemaslahatan hamba/manusia baik didunia maupun diakhirat, semua itu menunjukkan rahmat allah yang begitu luas yang dia limpahkan kepada makhluknya.
Sementara itu Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan Maqashid al-Syari’ahdengan makna-makna dan tujuan-tujuan yang dipelihara oleh syara' dalam seluruh hukumnya atau sebagian besar hukumnya, atau tujuan akhir dari syari'at dan rahasia-rahasia yang diletakkan oleh syara' pada setiap hukumnya
Menurut al-Syatibi sebagai yang dikutip dari ungkapannya sendiri:
هذه الشريعة...وضعت لتحقيق مقاصد الشارع فى قيام مصالحهم فى الدين والدنيا معا
“ Sesungguhnya syariat itu bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat.”
Menurut Ibnu ‘Asyur: Maqashid al-Tasyri’ al-‘Am hiya al-ma’ani wa al-hikam al-malhuzhah li al-syari’ fi jami’ ahwal al-tasyri’ au ma’zhamiha, bihaitsu la takhtasshu mulahazhatuha bi al-kaun fi nau’in khasshin min ahkam al-syari’ah (Maqashid Syari’ah adalah makna-makna dan hikmah-hikmah yang dicatatkan/diperlihatkan oleh Allah SWT dalam semua atau sebagian besar syariat-Nya, juga masuk dalam wilayah ini sifat-sifat syariah atau tujuan umumnya). (Ibn ‘Asyur: 51)
Kajian teori maqashid al-syari'ah dalam hukum Islam adalah sangatpenting. Urgensi itu didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagaiberikut:
• Pertama, hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari wahyuallah subhanahu wat’ala dan diperuntukkan bagi umat manusia. Oleh karena itu, ia akan selaluberhadapan dengan perubahan sosial. Dalam posisi seperti itu, apakahhukum Islam yang sumber utamanya (Al-Qur'an dan sunnah) turun padabeberapa abad yang lampau dapat beradaptasi dengan perubahan sosial.Jawaban terhadap pertanyaan itu baru bisa diberikan setelah diadakan kajianterhadap berbagai elemen hukum Islam, dan salah satu elemen yangterpenting adalah teori maqashid al-syari'ah.
• Kedua, dilihat dari aspekhistoris, sesungguhnya perhatian terhadap teori ini telah dilakukan olehRasulullah SAW, para sahabat, dan generasi mujtahid sesudahnya .
• Ketiga,pengetahuan tentang maqashid al-syari'ah merupakan kunci keberhasilanmujtahid dalam ijtihadnya, karena di atas landasan tujuan hukum itulahsetiap persoalandalam bermu'amalah antar sesama manusia dapatdikembalikan.

b) PembagianMaqashid al-Syari’ah
Untuk menuju kepada maksud-maksud syari’at. Hujjatul Islam Abul Hamid Al-Ghazali telah membuat satu perbahasan khusus yang menjelaskan tentang maslahat sebagai asal yang tidak jelas (ash mauhum) dan membahaginya kepada tiga (3) tingkatan yang kemudiannya dirinci oleh Imam Asy-Syathibi yaitu: الضروريات , حاجيات dan التحسينات.
A. Dharûriyât (primer), artinya harus ada demi kemaslahatan hamba, yang jika tidak ada, akan menimbulkan kerusakan, misalnya rukun Islam.
B. Hâjiyât (sekunder), maksudnya sesuatu yang diperlukan untuk menghilangkan kesempitan, seperti rukhsah (keringanan) tidak berpuasa bagi orang sakit.
C. Tahsiniat (tersier) artinya sesuatu yang diambil untuk kebaikan kehidupan dan menghindarkan keburukan, semisal akhlak yang mulia, menghilangkan najis, dan menutup aurat.
Dharûriyât dijelaskan dengan lebih rinci mencakup lima tujuan (al-kulliyyat al-khamsah), iaitu :
A. menjaga agama (hifzh al-Din)
B. menjaga jiwa (hifzh al-Nafs)
C. menjaga akal (hifzh al-‘Aql)
D. menjaga keturunan (hifzh al-Nasl)
E. menjaga harta (hifzh al-Mal)
Sehingga tujuan dari Maqashid Syariah akan tercapai jika terpenuhinya penjagaan kelima unsur yang telah disebutkan tadi.

B. Biografi Yusuf Qardhawi

Yusuf Qardhawi dilahirkan disebuah desa Shafth Turab, di Republik Arab Mesir pada tanggal 9 September 1926. Seorang ulama kontemporer yang ahli dalam bidang hukum Islam, dan mantan Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Qatar.Nama lengkapnya ialah Muhahammad Yusuf al-Qardhawi. Sejak usia dua tahun, dia telah ditinggal wafat ayahnya dan diasuh oleh pamannya, sehingga dia menganggap pamannya sebagai orang tuanya sendiri. Pamannya inilah yang mengantarkan Qardhawi kecil ke surau tempat mengaji.Dia merupakan seorang yang sangat cerdas diantara teman-temannya.
Karena kecerdasannya, pada usia belum genap 10 tahun, dia sudah mampu menghafal seluruh al-Qur'an dengan fasih. Pendidikan tingkat dasar ia tempuh melalui Ibtidaiyah dan Tsanawiyah di Ma’had Tomto Mesir. Salah satu sekolah yang merupakan cabang al- Azhar, dan selalu meraih rangking pertama, kecerdasannya telah tampak sejak dia kecil, sehingga salah seorang gurunya menggelarinya dengan "allamah" (sebuah gelar yang biasa diberikan pada seseorang yang memiliki ilmu yang sangat luas) ia seorang tokoh reformis dengan gagasan dan pikiran-pikiran yang cermat mencoba menyoroti berbagai hal tentang syari’at Islam.
Setelah itu Yusuf Qardhawi masuk fakultas Ushuluddin di Universitas al-Azhar. Dari al-Azhar ini ia lulus sebagai sarjana S1 pada tahun 1952. Ia meraih rangking pertama dari mahasiswa yang berjumlah seratus delapan puluh.
Kemudian ia memperoleh ijazah setingkat S2 dan memperoleh rekomendasi untuk mengajar di Fakultas Bahasa dan Sastra pada tahun 1954. Dia menduduki rangking pertama dari tiga kuliah yang ada di al-Azhar dengan jumlah siswa lima ratus orang. Kemudian ia melanjutkan studinya ke lembaga tinggi riset dan penelitian masalah-masalah Islam dan
perkembangannya selama 3 tahun.
Pada tahun 1958 ia memperoleh ijazah diploma dari Ma’had Dirasat al-Arabiyah al-Aliyah dalam bidang bahasa dan sastra. Sedang di tahun 1960 ia mendapat ijazah setingkat master di jurusan ilmu-ilmu al-Qur'an dan sunnah di Fakultas Ushuluddin. Pada tahun itu juga masuk pasca sarjana (Dirasat al-‘Ulya) di Universitas al-Azhar, Cairo. Di fakultas ini ia memilih jurusan tafsir – hadis atau jurusan akidah-filsafat.
Pada tahun 1973 dia berhasil meraih gelar Doktornya dengan peringkat Summa Cume Laude dengan disertasi yang berjudul az-Zakat waAtsaruha fi Hill al-Masyakil al-Ijtimaiyyah (Zakat dan Pengaruhnya dalam Memecahkan Masalah-masalah Sosial Kemasyarakatan). Dia terlambat meraih gelar doktornya karena sejak 1968 sampai 1970 ia ditahan oleh penguasa militer Mesir atas tuduhan mendukung pergerakan ikhwanulmuslimin {organisasi Islam yang didirikan oleh Syekh Hasan al-Banna (1906-1949) pada tahun 1928 yang bergerak di bidang dakwah, kemudian bergerak di bidang politik}.
Setelah keluar dari tahanan, ia hijrah ke Daha, Qatar, dan disana ia bersama-sama dengan teman seangkatannya mendirikan Madrasah Ma’had ad-Din (Istitut Agama). Madrasah inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya Fakultas Syari’ah Qatar yang kemudian berkembang menjadi Universitas Qatar dengan beberapa fakultas.Yusuf Qardhawi sendiri duduk sebagai Dekan Fakultas Syari’ah Pada Universitas tersebut.

1. Pekerjaan-pekerjaan Resmi Yusuf Qardhawi
Dalam bidang pekerjaan resminya, antara lain ia pernah bekerja sebagai penceramah (khutbah) dan mengajar di berbagai masjid. Kemudian menjadi pengawas pada akademi para imam, lembaga yang berada di bawah kementerian wakaf di Mesir. Setelah itu ia pindah ke
urusan bagian administrasi umum untuk masalah-masalah budaya Islam di al-Azhar. Ditempat ini, dia bertugas untuk mengawasi hasil cetakan dan seluruh pekerjaan yang menyangkut teknis pada bidang dakwah.
Pada tahun 1961 ia ditugaskan sebagai tenaga bantuan untuk menjadi kepala sekolah sebuah sekolah menengah negeri Qatar. Dengan semangat yang tinggi dia telah melakukan pengembangan dan peningkatan yang sangat signifikan di tempat itu serta berhasil meletakkan pondasi yang sangat kokoh dalam bidang pendidikan karena berhasil menggabungkan antara khasanah lama dan kemodernan pada saat yang sama.
Pada tahun 1973 didirikan Fakultas Tarbiyah untuk mahasiswa dan mahasiswi, yang merupakan cikal bakal Universitas Qatar. Syaikh Yusuf ditugaskan di tempat itu untuk mendirikan jurusan studi Islam dan sekaligus menjadi ketuanya.
Pada tahun 1977 dia ditugaskan untuk memimpin pendirian dan sekaligus menjadi dekan pertama Fakultas Syari’ah dan studi Islam di Universitas Qatar.Dia menjadi dekan di Fakultas itu hingga akhir tahun ajaran 1989-1990.
Pada tahun 1990/1991 dia ditugaskan oleh pemerintah Qatar untuk menjadi dosen tamu di al-Jazair. Di negeri ini dia bertugas untuk menjadi
ketua majlis ilmiah pada semua Universitas dan akademi negeri itu.
Setelah itu dia kembali mengerjakan tugas rutinnya di pusat riset sunnah
dan sirah nabi, yang ia sendiri sebagai penggagasnya, hingga sekarang
jabatan itu masih tetap dipegangnya.16
Pada tahun 1411 H,.dia mendapat penghargaan dari IDB (Islamic Development Bank) atas jasa-jasanya dalam bidang perbankan. Sedangkanpada tahun 1413 dia bersama-sama dengan Sayyid Sabiq mendapatpenghargaan dari King Faisal Award karena jasa-jasanya dalam bidangkeislaman.
Ditahun 1996 dia mendapat penghargaan dari universitas Islam antar Bangsa Malaysia atas jasa-jasanya dalam bidang ilmu pengetahuan.
Dan pada tahun 1997 dia mendapat penghargaan dari Sultan Brunai Darussalam atas jasa-jasanya dalam bidang fiqh.
2.Kontribusi dan Aktivitasnya dalam Pengabdian Kepada Islam
Yusuf Qardhawi adalah salah seorang tokoh umat Islam yang sangat menonjol di zaman ini, dalam bidang ilmu pengetahuan, pemikiran, dakwah, pendidikan dan jihad.Kontribusinya sangat dirasakan diseluruh belahan bumi. Pengabdian kepada Islam, tidak terbatas pada satu sisi atau satu medan tertentu. Aktivitasnya sangat beragam dan sangat luas serta melebar ke banyak bidang dan sisi, yaitu : dalam bidang ilmu pengetahuan, bidang fiqih dan fatwa, bidang dakwah dan pengarahan, bidang seminar dan muktamar, kunjungan dan ceramah-ceramah, bidang ekonomi Islam, amal sosial, usaha kebangkitan umat bidang pergerakan dan jihad serta keterlibatannya dalam lembaga-lembaga dunia.

3. Pemikiran Fiqh Yusuf Qardhawi
Pemikiran Qardhawi dalam bidang keagamaan dan politik banyak diwarnai oleh pemikiran Syeikh Hasan al-Banna.Ia sangat mengagumi Syeikh Hasan al-Banna dan menyerap banyak pemikirannya. Baginya al-Banna merupakan ulama yang konsisten mempertahankan kemurnian nilai-nilai agama Islam, tanpa terpengaruh oleh paham nasionalisme dan sekularisme yang diimpor dari Barat atau dibawa oleh kaum penjajah ke Mesir dan dunia Islam. Mengenai wawasan ilmiahnya,
Qardhawi banyak dipengaruhi oleh pemikiran ulama-ulama al-Azhar. Walaupun sangat mengagumi tokoh-tokoh dari kalangan ikhwanul muslimin dan al-Azhar, ia tidak pernah bertaklid kepada mereka begitu saja. Dalam masalah ijtihad, Qardhawi merupakan seorang ulama kontemporer yang mengarahkan bahwa untuk menjadi mujtahid yang berwawasan luas dan berfikir obyektif, ulama harus lebih banyak membaca dan menelaah buku-buku agama yang ditulis oleh orang non- Islam serta membaca kritik-kritik pihak lawan Islam.Menurutnya, seorang ulama yang bergelut dalam bidang pemikiran hukum Islam tidak cukup hanya menguasai buku tentang keislaman karya ulama tempo dulu.

4. Karya-karya Yusuf Qardhawi
Jika dilihat dari karya-karyanya yang begitu banyak pantas bila ia disebut ulama monumental abad ke-21 karyakarya beliau antara lain :
a. Bidang Fiqih dan Ushul Fiqih
1) Al-Halal wal al-Haram fil Islam
2) Fatawa Mu’ashirah Juz 1
3) Fatawa Mu’ashirah Juz 2
4) Fatawa Mu’ashirah Juz 3
5) Taysir al-Fiqh : Fiqh Shiyam
6) Al-Ijtihad Fisy – Syari’ah al-Islamiyyah
7) Madkal li Dirasat al-Syariah al-Islamiyyah
8) Min Fiqhid – Daulah fil – Islam
9) Taysir al-Fiqh li al-Muslim al-Muashir I
10) Al-Fatwa Baina al-Indhibath wat-Tasayyub
11) ‘Awamil as-Sa’ah wal-Murunah Fisy Syari’ah al-Islamiyyah
12) Al-Fiqh al-Islami Bainal-Ashalah wat-Tajdid
13) Al-Ijtihad al-Mu’ashir bainal – Indhibath wal-Infirath
14) Ziwaj al-Misyar
15) Adh-Dhawabith asy-Syari’yyah li Binā al-Masajid
b. Bidang Ekonomi Islam
1) Fiqhuz – Zakat (dua juz)
2) Musyikilat al-Faqr wa Kaifa ‘Alajaha al-Isla
3) Bai’al – Murabahah lil – Amir Bisy-Syina’45
4) Fawaidul – Bunuk Hiya ar-Riba al-Haram
5) Daurul – Qiyam wal-Akhlaq fil – Iqtishad al-Islami
c. Bidang Ulum al-Qur'an dan Sunnah
1) Ash-Shabru wal-‘Ilmu fil-Qur’an al-Karim
2) Al-‘Aqlu wal-‘Ilmu fil-Qur’an al-Karim
3) Kaifa Nata’amal Ma’al – Qur’an al-Azhim
4) Kaifa Nata’amal Ma’as – Sunnah an-Nabawiyyah
5) Tafsir surat ar-Rad
6) Al-Madkhal li Dirasatas – Sunnah an-Nabawiyyah
7) Al-Mutaqā fit-Targhib wat-Tarhib (dua juz)
8) As-Sunnah Mashdar lil Ma’rifah wal Hadharah
9) Nahwa Mausu’ah lil-Hadis an-Nabawi
10) Quthuf Daniyyah min al-Kitab was-Sunnah
d. Bidang Aqidah
1) Al-Iman wal-Hayat
2) Mauqif al-Islam min Kufr al-Yahud wan-Nashara
3) Al-Iman bil-Qadar
4) Wujudullah
5) Haqiqat at-Tauhid
e. Bidang Fiqih Perilaku
1) Al-Hayat ar-Rabbaniyyah wal-‘Ilmu
2) An-Niyat wal-Ikhlash
3) At-Tawakkul
4) At-Taubat Ila Allah
f. Bidang Dakwah dan Tarbiyah
1) Tsaqafat ad-Da’iyyah
2) At-Tarbiyyah al-Islamiyyah wa Madrasatu Hasan al-Banna
3) Al-Ikhwan al-Muslim 70 ‘Āman fi al-Da’wah wa al-Tarbiyyah
4) Ar-Rasul wal-`Ilmu
5) Rishalat al-Azhar Baina al-Amsi wal-Yaum wal-Ghad
6) Al-Waqtu fi Hayat al-Muslim
g. Bidang Gerakan Kebangkitan Islam
1) Ash-Shahwah al-Islamiyyah Bainal-Juhud wat-Tatharruf
2) Ash-Shahwah al-Islamiyyah wa Humum al-Wathan al-‘Arabi wal-
3) Islami
4) Ash-Shahwah al-Islamiyyah Bainal Ikthilaf al-Masyru’ wat-
5) Tafarruq al-Madzmum
6) Min Ajli Shalwah Rasyidah Tujaddid ad-Din wa Tanhad bid-
7) Dunya
8) Ayna al-Khalal?
9) Awlawiyyat al-Harakah al-Islamiyah fi al-Marhalah al-Qadimah
10) Al-Islam wal-‘Almaniyyah Wajhan bin Wajhin
11) Fi Fiqh al-Awlawiyyah (fiqih prioritas)
12) Ats-Tsaqafah al-Arabiyyah al-Islamiyyah Baina al-Ashalah wa al-
13) Muasharah
14) Malamih al-Mujtama’al al-Islam Alladzi Nunsyiduhi
15) Ghayrul al-Muslimin fi al-Mujtama’ al-Islami
16) 12. Syari’at al-Islam Shalihah lil-Tathbiq fi Kulli Zamanin wa
17) Makanin
18) Al-Ummat al Islamiyyah Haqikat la Wahm
19) Zhahirat al-Ghulluw fit-Tafkir
20) Al-Hulul al-Mustawridah wa Kayfa Janat ‘Ala Ummatina
21) Al-Hill al-Islami Faridhah wa Dharurah
22) Bayyinah Hill al-Islami wa Shubuhat al-‘Ilmaniyyin wal
23) Mutagharribin
24) A’da’ al-Hill al-Islami
25) Dars an-Nakhbah al-Tsaniyyah
26) Jailun-Nashr al-Mansyud
27) An-Nās wa al-Haq
28) Ummatuna Bainal - Qarnayn
h. Bidang Penyatuan Pemikiran Islam
1) Syumul al-Islam
2) Al-Marji’iyyah al-‘Ulya fi al-Islam li al-Qur'an was-Sunnah
3) Mauqif al-Islam min al-Ilham wa al-Kasyf wa ar-Ru’ā wa Min al-
4) Tamaim wa al-Kahanah wa al-Ruqa
5) Al-Siyasah al-Syar’iyyah fi Dhau’Nushush al-Syari’ah wa Maqa
6) Shidiha
i. Bidang Pengetahuan Islam yang Umum
1) Al-'Ibadah fi al-Islam
2) Al-Khasaish al-‘Ammah li al-Islam
3) Madkhal li Ma’rifat al-Islam
4) Al-Islam Hadharat al-Ghad
5) Khuthab al-Syaikh al-Qardhawi Juz I
6) Liqāt wa Muhawarat Hawla Qadhaya al-Islam wal-‘Ashr
7) Tsaqafatuna Baina al-Infitah wa al-Inghilaq
8) Qadhaya Mu’ashirah ‘Ala Bisath al-Bahts
j. Bidang Tokoh-tokoh Islam
1) Al-Imam al-Ghazali Baina Madihihi wa Naqidihi
2) Asy-Syaikh al-Ghazali Kama ‘Araftuhu : Rihlah Nishfu Qarn
3) Nisā Mu’mināt
4) Al-Imam Juwaini Imam al-Haramain
5) ‘Umar bin Abdul Aziz Khamis al-Khulafa’ Al-Rasyidin
k. Bidang Sastra
1) Nafahat wa Lafahat (kumpulan puisi)
2) Al-Muslimin Qadimum (kumpulan puisi)
3) Yusuf ash-Shiddiq (naskah drama dalam bentuk prosa)
4) ’Alim wa Taghiyyah

C. Pemikiran Yusuf Qardhawi tentang Maqashid al-Syari’ah
a) Pengertian Maqashid al-Syari’ah menurut Yusuf Qardhawi
Menurut Qardhawi kata syari’at itu dadalah diartikan dengan agama secara utuh yang mencakup segala aspek, baik itu ibadat, hokum muamalat dan juga aqidah, kalimat syari’ah merupakan asal kata dari شرع (syaro’a) yang bermakna “menjelaskan” atau berasal kata dari “ الشرعة"” (syir’ah ) yang bermakna secara bahasa berarti “jalan menuju air”
Qardhawi menegaskan bahwa kalimat “شرع” baik dalam bentuk isim dan bentuk fi’il yang terdapat didalam al-qur’an hanya ada lima kali disebutkan, dan terbukti bahwa kalimat “الشريعة” hanya terdapat dalam surat al-Jatsiyah : 18, dan surat ini adalah surat makkiyah yang mana surat ini diturunkan sebelum adanya hokum, dari sini kita mengetahui bahwa kalimat syari’ah adalah kalimat yang mengandung makna “agama” secara keseluruhan baik itu aqidah, muamalah, ibadat dan lainnya.
Qardhawi juga mengatakan bahwa “ sungguh sangat keliru para دعاة العلمانيين"” (aktivis liberal) bahwa kalimat syari’ahitu hanya bermakna “hokum saja” tidak termasuk didalamnya ranah “Aqidah”, padahal kalimat “Aqidah” juga tidak ada ditemukan dalam al-qur’an, jadi mengapa dipisahkan antara aqidah dengan syari’ah? Dan sesuatu yang sudah menjadi hal yang qath’I bahwasanya al-qur’an itu mencakup segala aspek: aqidah, muamalat, hokum, akhalq dll.
Namun hari ini pelafalan syari’ah aitu diartikan dengan 2 makna yaitu: agama secara umum dan fiqih secara khusus, namun yusuf qardhawi lebih dominan yang dimaksud dengan syari’ah itu adalah segala bentuk yang terkait dengan agama, adapun pengkhususan para ahli ushul fiqih dengan “ الكليات الخمس” dengan maqashid syari’ah itu adalah tidak menafikan akan pencakupannya terhadap aqidah.
Jadi,menurut Yusuf Qardhawiyang dimaksud dengan Maqashid al-Syari’ah adalah makna-makna dan tujuan-tujuan umum yang diinginkan oleh nash-nash syar’i , baik berupa perintah, larangan dan mubah. Atau bisa juga diartikan bahwa Maqashid al-Syari’ahitu adalahhikmahdisyari’atkannyasuatu hokum, dan bukan Illat hokum, karena Illat hokum itu adalah sebab adanya hokum dan bukan tujuan hokum, sebgai contoh “ illat hokum boleh mengqashar Shalat adalah Safar namun hikmahnya adalah Masyaqqoh (adanya kesusahan dalam safar).
b) Pemahaman manusia terhadap nash dalam konteks maqashid menurut Yusuf Qardhawi
Yusuf Qardhawi dalam bukunya (دراسة في فقه المقاصد بين المقاصد الكلية والنصوص الجزئية) mengklasifikasikan pemahaman para ulama terhadap nas menjadi tiga aliran;
1. Kaum pertama adalah Kaum literalis/tekstual .
Mereka yang memahami nas secara literal tanpa melihat lebih jauh tujuan dasar diturunkannya hukum syari’i. Qardhawi menamakan aliran ini dengan istilah neo Zahiriyyah (dhahîriyatu’l judud). Menurut qordhwi mereka mempunyai beberapa pola fikir, diantaranya:
1) Memahami nash dengan cara tekstual/literal tanpa melihat ‘illat, makna dan maksud-maksud yang terkandung dalam nash tersebut.
2) Mengingkari ta’lil hukum yang berasal dari akal dan ijtihad manusia. Ulama bersepakat ta’lil tidak dibolehkan dalam hukum ibadah kerana dasar ibadah adalah ta’abbud tanpa mengetahui hikmah sedangkan dasar mu’amalah adalah mengetahui makna, rahsia dan maksud-maksud.
3) Tidak mengedepankan peran aqal, dan cenderung tidak menggunakan rasionalitas dalam memahami nash.
4) Bersifat tegas dan keras dalam menetapkan hukum, lebih mengedapankan sikap kerasnya ibnu umar daripada mengambil rukhshohnya ibnu abbas.

Yusuf Qardhawi kemudian memaparkan Beberapa contoh kasus hukum yang dapat dihasilkan dari pendapat ini, diantaranya adalah:
a. Mengharamkan/Membatalkan harga uang kertas (Pendapat golongan al-ahbasy di Lebanon) kerana ia bukanlah uang yang terdapat di dalam al-Quran dan as-Sunnah dan uang itu tidak perlu dikeluarkan zakat dan tidak berlaku riba’ keatasnya.
b. Menggugurkan zakat harta perdagangan, seperti yang dipelopori oleh syaukani ibnu hazam, yang menyalahi pendapat jumhur.
c. Zakat fitrah harus dikeluarkan dari makanan saja, hal ini adalah salah satu perbedaan pendapat ulama yang seharusnya tidak harus diperdebatkan dengan kusir.
d. Mengharamkan fotografi/video.
2. Kaum kedua adalah Kaum liberalis.
Kebaliakan dari aliran pertama, yaitu mereka yang mengklaim dirinya sebagai orang yang selalu memahami nas sesuai dengan ilmu maqashid. Jargon yang sering mereka dengungkan adalah bahwa yang terpenting dalam urusan agama adalah pemahaman substansi dari teks dan bukan teks redaksi dari nas. Mereka tidak membedakan antara dalil qath’i dan dzanni.Bahkan mereka cenderung menafsirkan nas sesuai dengan kepentingan mereka. Jika mereka menghadapi nas sharih, sementara bertentangan dengan arah pemikiran mereka, maka nas tersebut akan ditakwil. Akibatnya adalah pemahaman yang salah dan terkesan ngawur terhadap tek-teks al-Qur’ân maupun Sunnah. Ironisnya mereka mengklaim dirinya sebagai kaum reformis.Corak pemikiran mereka menjadi sangat liberal.
Mereka ini adalah kaum mu’aththilah/pengingkari nash gaya baru ( المعطلة الجدد), dan mereka mewarisi pemikiran nenek moyang mereka atau mu’aththilah gaya lama (المعطلة القدامى)yang telah mengingkari dan menafikan nama dan sifat allah.
Diantara cir-ciri mereka menurut Qardhawi nadalah:
a) Dangkal pemahaman terhadap syari’at.
b) Berani berpendapat tanpa ilmu, untuk berlaku sombong dan melakukan klaim-klaim.
c) Hamba barat/berkiblat kebarat.
Dan diantara pola pikir kaum kedua ini (liberalis) adalah:
1. Meninggikan aqal daripada wahyu. Mereka berdalil “Allah mengkehendaki kemudahan bagimu, dan tidak mengkehendaki kesukaran bagimu.” (Al-Baqarah: 185) untuk membatalkan nash-nash syari’at. Sehebat mana-pun aqal manudia di zaman moden ini, jutaan manusia terjerumus dalam kehancuran akibat aqal yang dipandu tanpa wahyu
2. Mengklaim bahwa Umar ra. membatalkan nash atas nama maslahat. Contoh sikap Umar ra. zakat memberikan bahagian zakat kepada muallaf (at-Taubah: 60), membatalkan pembahagian ghanimah di antara orang-orang yang ikut berperang (al-Anfal: 41) dan tidak melaksanakan had mencuri pada tahun kelaparan (al-Maidah: 38). Sedangkan fiqih Umar ra. tidak pernah lari daripada maksud-maksud syari’at. Kerana tidak ada objek yang perlu dipujuk hatinya, maka ‘illat hilang dan Rasulullah telah memujuk hati mereka para muallaf demi kemaslahatan Islam sedangkan di zaman Umar Allah swt. telah memuliakan Islam hinggakan tiada alasan lagi untuk memujuk hati mereka. Hudud pula harus dihindari kerana adanya syuhbat.
3. Salah faham terhadap pemikiran Najmuddin ath-Thufi (716 H) “ apabila ada nash qath’i bertentangan dengan mashlahat maka mashlahat yang lebih dikepedankan”, padaha setelah dicermati dan diteliti lebih dalam maka sesungguhnya ath-Thufi tidak menyebutkan nash qath’i tetapi dia menyebutkan nash zhanni. Dan disebutkan didalam konteks perkatan ath-Thufi tersebut secara jelas keharaman menyalahi nash qath’i.
4. Berpegang dengan kaedah, “Dimana ada kemaslahatan, di sanalah ada syari’at Allah” Yang sebenarnya mereka tidak mengambil kaedah yang dinisbatkan kepada Ibnul Qayyim ini baik pada teks maupun lafaznya kerana mereka menganggap syari’at Allah wajib menurut kemaslahatan sedangkan sepatutnya “dimana ada syari’at Allah di sanalah ada kemaslahatan manusia.”
Yusuf Qardhawi kemudian memaparkan Beberapa contoh kasus hukum yang dapat dihasilkan dari pendapat ini, diantaranya adalah:
a) Membuang nash qath’i dan mengambil nash mutasyabihatContoh mereka berpendapat Allah tidak mengharamkan arak dengan jelas seperti bangkai, darah dan daging babi dan mereka ragu terhadap as-Sunnah. Sedangkan yang haram di dalam Al-Quran tidak semestinya menggunakan lafaz haram. mereka selalu meragukan as-Sunnah, dan mereka memberikan doktrin bahwa ‘as-Sunnah itu sudah bercampur baur antara yang shahih dan dha’if’, dan mereka juga meragukan kehujjahan as-Sunnah. dan kaum liberal ini sangat ngotot untuk selau membela tokoh-tokoh yang menyimpang, dan berusaha untuk menghiasi penyimpangan mereka agar kelihatan baik dan mereka berusaha untuk berkontribusi mengeksiskan eksistensi paham liberal ini disekitar mereka.
b) Melawan hukum Islam dan Hudud atas nama kemaslahatan Contoh mengatakan maksud ibadah adalah mensucikan jiwa dan dengan maksud itu kita boleh beribadah dengan apa cara sekalipun. diantara Mereka juga ada yang menghalalkan pelacuran, arak dan riba dengan berbagai alasan contohnya untuk menarik pelancong untuk kemajuan.
c) Munculnya pemikiran-pemikiran yang keliru.

3. Kelomok ketiga adalah kelomok Moderat.
Mereka adalah aliran yang memahami nas secara moderat atau yang disebut dengan istilah ‘Wasithiyah’, tidak literal namun juga tidak liberal.Mereka memahaminas juz’î sesuai dengan maqashidkulî, mengembalikan permasalahan furu’iyah ke dalam nas kuliyah, selalu berpegang kepada nas qoth’i tsubut dan dalâlah, menghindari nas mutasyabbihâtdan kembali kepada nas muhkamât.Qardhawi sendiri mengklaim dirinya sebagai pengikut aliran ini. Menurutnya, aliran inilah yang paling mampu mengekspresikan hakikat Islam serta dapat menyelamatkan ajaran Islam dari perubahan dan penyelewengan yang dilancarkan musuh Islam.
Diantara cir-ciri mereka menurut Qardhawi nadalah:
1. Meyakini adanya hikmah syari’at yang mengandung kemaslahatan untuk makhluq.
2. Mengkorelasikan antara nash dan hukum syari’at. Hukum syari’at harus dilihat secara komprehensif, dan tidak terpisah antara satu sama lain.
3. Obyektif dalam melihat urusan dunia dan akhirat.
4. Mengkorelasikan nash dengan realitas dan fakta kehidupan, hidup bersama realita masyarakat.
5. Berusaha untuk memberikan kemudahan terhadap manusia
6. Terbuka, dialog, dan toleransi terhadap dunia.

Dan diantara pola pikir kaum ketiga ini (moderat) adalah:
1) Menemukan tujuan nash sebelum menjustifikasi hukum..
2) Memahami nash dalam bingkai sebab dan keadaannya, Ada hukum yang dibangun daripada sesetengah hadis yang gugur apabila hilang ‘illatnya.
a. Contoh Membukukan Al-Quran:“Janganlah kalian menulis dariku sedikit-pun. Barangsiapa yang menulis selain Al-Quran hendaklah menghapusnya.” HR Muslim
3) Membedakan antara maksud-maksud yang tetap dan wasilah-wasilah yang berubah
Contoh prinsip syura dalam kehidupan Islam (asy-Syura: 38), persiapkan kuda untuk menghadapi musuh (al-Anfal: 60), hijab muslimah (al-Ahzab: 59), siwak, melihat hilal dll. Tidak boleh mengubah maksud kepada wasilah atau sebaliknya. Contoh tidak perlu ruku’ dan sujud yang penting hati ikhlas berlawanan dengan hadis jibril
4) Menyesuaikan dengan yang telah tetap dan yang akan senantiasa berubah
Hal yang dibenarkan ijtihad adalah dalam nash-nash zhanni, baik tsubut, dilalah mahupun keduanya.
5) Melihat perbedaan makna dalam ibadah dan mu’amalah, sebagaimana hal ini ditegaskan oleh as-Syatibi dalam bukunya ‘al-Muwafaqot’ :
الالتفات في العبادات بالنسبة إلى المكلف : التعبد دون الالتفات إلى المعاني, وأصل العادات: الالتفات إلى المعاني
Menurut Qardhawi kelomok ketiga ini mempunyai keunggulan tersendiri dibanding dengan kelompok sebelumnya, yang mana kelompok ini memberikan kontribusi baik untuk ijtihad kontemporer yang bisa memposisikan antara realita dengan nash-nash al-qur’an dan as-sunnah, kita akan mendapatkan hal tersebut dalam berbagai literatur seperti:
a) Kumpulan fatwa syaikh rasyid ridho “ majallah al-manar”
b) Tafsir sa’di karya syaikh al-allamah Abdurrahman al-Sa’di (ulama besar Saudi Arabia)
c) Fatawa syaikh Musthofa al-Zarqo (ulama suriah)
d) Dll
• Analisis penulis tentang pengklasifikasian Qardhawi
a) Tentang KAUM LIBERAL
Menurut pengetahuan dangkal penulis Qardhawi tidak terlalu berlebihan dalam menyampaikan statementnya tentang kaum liberal, realita yang penulis lihat sangat tidak jauh dengan apa yang dipaparkan Qardhawi, seperti semboyan “Meninggikan aqal daripada wahyu”. Hari ini kita melihat ada oknum yang mengatakan bahwa undang-undang konstitusi lebih tinggi dibandingkan dengan al-Qur’an, dengan dalih maslahat individu tertentu kadang nash itu harus dipending demi untuk kepentingan tersebut.
Hafiz Firdaus Abdullah berkata: Mereka (kaum liberal) mendakwakan apa yang selama ini dianggapqath‘iy hanya relatif kepada pendapat manusiawi. Yang benar – menurut aliranIslam Liberal – perkara-perkara yang dianggap qath‘iy tersebut masih terbukadan bebas kepada pelbagai kemungkinan dan maksud.Atas kepelbagaian inimanamana pihak tidak boleh mendakwa pendapatnya sahaja yang benar,bahkan semuapendapat adalah benar tanpa mengirasebesar mana luasnyajurang pendapat tersebut.
Senada dengan itu, aliran Islam Liberal juga tidak menghormati ulama-ulamadunia Islam daripada dahulu sehingga kini.Pada mereka ulama-ulamatersebut hanyalah manusia biasa yang dibelenggui dengan tafsiran jumud akibatdaripada “penyembahan mereka terhadap teks dan kaedah-kaedah usul yangmereka cipta sendiri.”Oleh itu bukanlah satu keasingan apabila tokoh-tokohaliran Islam Liberal secara terbuka menolak atau merendahkan pendapatseseorang ulama dengan alasan “Itu hanya perkataan ulama yang boleh kitaterima atau tolak.”“ Jika kita mengkaji secara mendalam tentang manhaj aliran Islam Liberal sepertimana yang disenaraikan di atas, mudah untuk disimpulkan bahawa mereka adalah sekelompok manusia yang menyembah akal dan mempertuhankan peradaban Barat dalam beragama. Mereka ingin bebas daripada penjajahan dan kemunduran, namun sayang sekali yang bebas hanyalah tubuh badan manakala pemikiran mereka masih terjajah dan mundur menjadi hamba kepada negara-negara Barat.Mereka ingin menjadi modren padahal kemodrenan mereka hanya tiruan kepada model negara-negara Barat yang pada asalnya tidak mengkehendaki apa-apa kebaikan kepada mereka. Apakah erti kemodenan yang diikut-ikut jika ia mengorbankan maruah dan harga diri?
Mereka mencari kejayaan bukan dengan mengikuti manhaj yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapi dengan manhaj mengikuti orang-orang bukan Islam. Dengan cara ini mereka berharap memperoleh kekuatan dan kemuliaan padahal kekuatan dan kemuliaan tersebut hanyalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini sebenarnya merupakan salah satu ciri orang munafik sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Sampaikanlah khabar berita kepada orang-orang munafik: bahawa sesungguhnya disediakan untuk mereka azab seksa yang tidak terperi sakitnya; (Iaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman rapat dengan meninggalkan orang-orang yang beriman. Tidaklah patut mereka (orang-orang munafik) mencari kekuatan dan kemuliaan di sisi orang-orang kafir itu, kerana sesungguhnya kekuatan dan kemuliaan itu semuanya ialah milik Allah”. [al-Nisa’ 4:138-139],
Kejayaan tidak diukur berdasarkan nalar akal atau peradaban kaum lain tetapi diukur dengan nilai ketaatan kepada syari‘at Allah dan Rasul-Nya. Demikian itulah sikap orang-orang beriman yang berjaya sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Sesungguhnya perkataan yang diucapkan oleh orang-orang yang beriman ketika mereka diajak ke pada Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, supaya menjadi hakim memutuskan sesuatu di antara mereka, hanyalah mereka berkata: "Kami dengar dan kami taat", dan mereka itulah orang-orang yang beroleh kejayaan.” [al-Nur 24:51]
Jadi, Menurut hemat penulis sesunguhnya menjaga kemaslahatan umat adalah merupakan suatu kewajiban, namun dengan mengimplementasikan hukum yang ada pada nash adalah merupakan maslahat yang lebih urgen, dan bagi pakar hokum islamsangat perlu untuk menganalisa dan memperhatikan kembali kaidah “Maslahat Mu’tabaroh, Maslahat Mursalah dan Maslahat Mulgho” agar tidak tergesa-gesa menjustfikasi problematika hokum yang begitu dinamis.

b) Tentang KAUM LITERALIS dan KAUM MODERAT:
Menurut penulis, Qardhawi masih kurang objektif dalam memaparkan statementnya tentang kaum literalis, seolah-olah mereka menurut Qardhawi adalah suatu kaum yang dianggap tidak mengetahui maqashid syari’ah, padahala suatu hal yang sudah diketahui bersama dalam memahami nash situ sendiri pun ada yang dipahami secara الظاهر"”/Dzahiryang dalam istilah ushul fiqih itu adalah suatu lafazh yang dengan mendengarkan lafazh itu pendengar bisa langsung mengerti apa maksudnya tanpa perlu berpikir dan tidak bergantung kepada petunjuk lain.Hukum yang jelas itu wajib diamalkan menurut sesuatu yang tampak jelas dari padanya.
Disamping itu juga dalam memahami nash al-Qur’an Dan as-Sunnah itu itu ada yang disebut istilahالنص"”/ al-Nas, yaitumenurut istilah ulama fikih adalah suatu yang dengan bentuknya sendiri menunjukkan makna asal yang dimaksud dari susunan katanya, Hukum lafazh nash sama dengan hukum lafazh zhahir, yaitu wajib diamalkan petunjuknya atau dilalah-nya sepanjang tidak ada dalil yang menakwilkan, mentakhsis atau menasakhnya.
Adapaun tentang kaum moderat yang disebutkan oleh Qardhawi, menurut penulis juga belum objektif jika dia akan menghilangkan kaum literalis secara muthlaq, karena menurut qardhawi kaum moderat ini adalah kaum yang mencari Illat dan Hikmah hokum sebelum menentukan hokum demi untuk mewujudkan maslahah, hal ini memang betul sekali namun yang perlu kita ketahi bahwasanya dlam kajian ushul fiqih tidak semua hokum mempunyai Illat(ليس جميع الأحكام معللة), dan pada saat kita berbenturan dengan hokum yang tidak mempunyai Illatmaka pada saat itu itu kita harus menjalanai prinsip kaum literalis.
• Rekomendasi penulis
1. Dua pola pikir yang dipaparkan diatas (KAUM LITERALIS dan KAUM MODERAT) adalah pola pikir yang harus dikombinasikan dalam merealisasikan nash dan mewujudkan mashlahah, agar tidak terjadi penafian nash secara muthlak atau bersikap jumud secara muthlak.
2. Demi mewujudkan implementasi hokum yang ada pada nash dan sekaligus mewujudkan mashlahat yang pada ummat ini seorang pakar hokum islam harus lebih hati-hati dalam menjastifikasi hokum dengan dalih memelihara maslahat.
3. Ketika terjadi kontradiksi antara nash dengan maslahah maka yang harus dikedepankan adalah nash, dan hal ini merupakan pendapat Syafi’iyah dan Hanabilah, atau boleh mengedepankan maslahah dalam yang berbentuk yang sangat darurat bukan hanya sekedar kebutuhan maslahat individu tertentu (hal ini pendapat Ghazali dan al-Amidi), sebagai contoh adalah ketika ada sekelompok kecil kaum muslimin yang tinggal sekitar campnya orang kafir harbi yang sedang memerangi kaum muslimin, dalam kondisi seperti ini kaum muslimin boleh menyerang kaum kafir harbi tersebut walaupun harus mengenai kaum kelompok kecil kaum muslimin tersebut, (hal ini mngedepankan dharurat daripada nash yaitu larangan membunuh muslim).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mimpi Habib Umar bin hafidz, pertanda apa?

Lafal-lafal yang Dipergunakan dalam al-Jarh dan al-Ta’dil

Syarat-syarat al-Jarh dan al-Ta’dil