kenapa anda bertanya tentang Keadilan Allah swt?

Erat kaitannnya dengan kajian keadilan Allah swt. Kata adil ini bisa menyifati pelaku yang berarti tuhan maha adil, ia tidak akan berbuat buruk dan bisa juga menyifati perbuatan tuhan itu sendiri yang berearti pemberian hak-hak seseorang sesuai dengan perbuatannya.
Keadilan tuhan berarti:
1. Maha suci dari segala bentuk kejahatan atau hal-hal buruk lainnya, segala perbuatannya adalah baik.
2. Ia pasti melaksanakan segal janji dan ancamannya.
3. Ia tidak akan memberikan taklif diluar batas kemampuan manusia.
Allah tidak menciptakan kesesatan dan keimanan, teapi manusia dengan akalnya bisa mengenal tuhan. Dalam hal ini juga manusia bebas menetukan pilihannya tanpa terikat dengan kemauan Allah, karena jikalau ia menciptakan iman dan inkar tentulah ia sendiri yang harus bertanggung jawab atas inkar dan iman tersebut. Karena mengazab orang yang terpaksa bersalah lebih kejam daripada mengazab orang karena kesalahan orang lain itu.


Keadilan Allah swt. ini sangat erat kaitannya dengan salah satu bentuk keadilan Allah swt. yakni pemberian ganjaran atas segala perbuatan manusia yang baik maupun yang buruk. Karena allah adil maka ia akan meminta pertanggung jawaban masing-masing.


Karena Allah swt. adil Ia memberikan taklif sebatas kemampuan manusia, karena Allah swt. adil Ia memberikan pahala dan dosa bagi yang berhak. Karena Allah swt. adil, janji dan ancamannya akan terwujud. Manusia yang berbuat baik akan mendapatkan wa’duNya sedangkan yang berbuat ingkar akan mendapat waidNya


Tafsir Ayat 11


Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi, Maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.


Ayat ini menerangkan bahwa ada pula sebagian manusia yang menyatakan beriman dan menyembah Allah dalam keadaan bimbang dan ragu-ragu; mereka berada dalam kekhawatiran dan kecemasan; apakah agama Islam yang telah mereka anut itu benar-benar dapat memberikan kebahagiaan kepada mereka dunia akhirat. Mereka seperti keadaan orang yang ikut pergi perang, sedang hati mereka ragu-ragu untuk ikut itu. Jika nampak bagi mereka tanda-tanda tanda pasukan mereka akan memperoleh kemenangan dan akan memperoleh harta rampasan yang banyak, maka mereka melakukan tugas dengan bersungguh-sungguh, seperti orang-orang yang benar-benar beriman. Sebaliknya jika nampak bagi mereka tanda-tanda bahwa pasukannya akan menderita kekalahan dan musuh akan menang, mereka cepat-cepat menghindarkan diri, bahkan kalau ada kesempatan mereka berusaha untuk menggabungkan diri dengan pihak musuh.


Kelompok manusia yang demikian merupakan salah satu golongan lain manusia selain orang-orang mukmin dan kafir yakni orang-orang yang menyembah Allah swt., akan tetapi penyembahan yang ia lakukan adalah penyembahan yang bersyarat. Orang-orang yang demikian menyembah Allah swt. apabila mereka mendapatkan keuntungan duniawi. Akan tetapi ketika mereka mendapat cobaan atau musibah maka mereka akan langsung berpaling tanpa berpikir dan merenung hikmah yang berada di balik cobaan tersebut. mereka meninggalkan agamanya karena menganggap agama tersebut hanyalah pembawa sial, atau menganggap bahwa dengan meniggalkan agama tersebut mereka akan terlepas dari cobaan dan musibah yang menimpa mereka.


Dalam Tafsir al-Qasimi, disebutkan bahwa golongan orang yang demikian adalah orang yang pada zahirnya beriman tapi tidak pada hatinya. Mereka hanya beriman di harf (tepi) tidak di wasth (tengah). Keimanan mereka hanya berada di badan, tidak di hati. Hal itu dikarenakan mereka dalam keadaan ragu, tidak meyakini agama tersebut.


Namun golongan manusia demikian tidak sama dengan kaum munafik yang menampakkan keimanan secara zahir namun sebenarnya mereka adalah orang yang kafir. Karena orang-orang munafik menunjukkan keimanannya di hadapan orang-orang yang beriman karena takut atau untuk tujuan membahayakan orang-orang yang beriman. Orang-orang munafiq serta merta membuang keimanan mereka ketika tidak berada di kalangan orang-orang beriman. Sementara golongan orang yang kita sebut di sini adalah orang yang hanya memikirkan keuntungan, mereka akan meninggalkan agama mereka ketika mereka mendapat musibah. Keraguan mereka telah ada sejak memeluk agama Islam, dan keraguan itu akan menguasai kontrol diri mereka ketika mendapatkan cobaan.


Keadaan mereka itu dilukiskan Allah dalam ayat ini: Jika mereka memperoleh kebahagiaan hidup, rezeki yang banyak, kekuasaan atau kedudukan, gembiralah hati mereka memeluk agama Islam, mereka beribadat se khusyuk-khusyuknya, mengerjakan perbuatan baik dan sebagainya Tetapi jika mereka memperoleh kesengsaraan, kesusahan hidup, cobaan atau musibah, mereka menyatakan bahwa semuanya itu mereka alami adalah karena mereka menganut agama Islam. Mereka masuk Islam bukanlah karena keyakinan bahwa agama Islam itulah satu-satunya agama yang benar, agama yang diridai Allah, tetapi mereka masuk Islam dengan maksud mencari kebahagiaan duniawi, mencari harta yang banyak, mencari pangkat dan kedudukan atau untuk memperoleh kekuasaan yang besar. Karena itulah mereka kembali menjadi kafir, jika tujuan yang mereka inginkan itu tidak tercapai.

Pada ayat-ayat yang lain Allah SWT. menerangkan perilaku mereka (Yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang yang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?". Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: "Bukankah kami turut memenangkanmu dan membela kamu dari orang-orang mukmin?". Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (Q.S. An Nisa: 141). Tujuan mereka melakukan tindakan-tindakan yang demikian itu dijelaskan Allah dengan ayat berikut:


Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (Q.S. An Nisa: 142)


Diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibnu Abbas; bahwa ayat ini diturunkan berhubungan dengan peristiwa seorang laki-laki yang datang ke Madinah dan memeluk agama Islam. Maka jika istrinya melahirkan seorang anak laki-laki dan kudanya berkembang biak, ia berkata: "Agama Islam yang kupeluk ini adalah agama yang baik". Tetapi jika istrinya melahirkan anak perempuan dan kudanya tidak berkembang biak, maka ia mengatakan: Agama Islam yang saya peluk ini adalah agama yang jelek".


Menurut Abdurrahman bin Zaid bin Aslam: ayat ini diturunkan berhubungan dengan tindak tanduk orang-orang munafik. Jika kehidupan duniawi mereka baik, mereka beribadat, sebaliknya jika kehidupan duniawi mereka tidak baik mereka tidak beribadat, bahkan mereka menyebarkan fitnah dan kembali menjadi kafir.


Sedang menurut Abu Said Al Khudri Ayat ini diturunkan berhubungan dengan seorang laki-laki Yahudi yang telah masuk Islam. Kemudian matanya buta, harta bendanya habis dan anaknya mati. Ia mengira bahwa agama Islamlah yang membawa kesialan itu, lalu ia menghadap Nabi Muhammad saw. dan berkata "Agama Islam telah membawa kesialan padaku". Nabi menjawab: "Agama Islam tidak membawa sial". Ia berkata: "Sesungguhnya agama Islam yang aku anut ini belum pernah membawa kebaikan kepadaku, ia telah menghilangkan penglihatanku, hartaku, dan anakku". Berkata Rasulullah saw.: "Hai Yahudi, sesungguhnya agama Islam itu telah melebur seseorang, seperti api melebur kotoran besi, perak atau emas". Maka turunlah ayat ini.


Sedangkan menurut Abdurrahman ats-Tsa’labi yang beliau kutip dari imam at-Thabari bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang Arab dan beberapa kaum lainnya yang tidak mempunyai keyakinan terhadap Islam. Ketika mereka memeluk agama Islam dan lalu mendapatkan rizqi yang banyak, baik harta dan keturunan maka mereka akan berkata “ini adalah agama yang bagus” dan terus memeluk agama Islam. Lalu apabila sebaliknya, maka mereka akan mengganggap bahwa agama Islam adalah pembawa sial atas mereka dan meninggalkannya. Pendapat seperti ini berasal dari Abdullah bin Abbas.


Sekalipun ada beberapa riwayat yang menerangkan sebab-sebab turunnya ayat ini, namun ketiga-tiga riwayat itu berhubungan dengan orang-orang yang masuk Islam, sedang imannya belum kuat, hatinya masih ragu-ragu. Karena itu ketiga-tiga asbabun nuzul ini tidak bertentangan maksudnya dan tidak merubah pengertian ayat.


Kemudian Allah SWT. menerangkan bahwa orang-orang yang demikian adalah orang-orang yang telah menyia-nyiakan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi dirinya sendiri baik di dunia, apalagi di akhirat nanti. Di dunia mereka mendapat bencana, kesengsaraan dan penderitaan lahir dan batin, dan di akhirat nanti mereka akan memperoleh siksa yang amat berat dengan dimasukkan ke dalam api neraka. Dan karena ketidaksabaran dan tidak tabah itu mereka akan memperoleh kerugian yang besar dan menimbulkan penyesalan.


Orang-orang yang demikian hanya akan mendapatkan kerugian yang nyata. Menurut at-Tabtaba’i bahwa dapat dipahami ada dua kerugian yang ditanggung oleh orang-orang yang bertingkah demikian. Kerugian pertama adalah kerugian dunia berupa cobaan dan musibah yang mereka terima. Kedua adalah kerugian akhirat karena mereka meninggalkan agama Islam. Karena itulah, ayat di atas menyatakan “kerugian yang nyata”.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat-syarat al-Jarh dan al-Ta’dil

Tafsir bi al-ra`yi al-madzmum,

mimpi Habib Umar bin hafidz, pertanda apa?